Istri ke-7 - Bab 103 Alasan Kambuh (3)

"Tentu sedih, aku menangis setengah mati," gumam Claudius, membuat pikiran Josephine yang melayang kembali ke semula.

Josephine menoleh, melihat Claudius lalu berkata sambil tersenyum masam, "Orang yang paling kita sayang meninggalkan kita, bagaimana bisa tidak sedih?"

"Betul," kata Claudius sambil mengangguk, sama sekali tidak menyadari dendam di wajah Josephine.

Langit telah terang sepenuhnya, terdengar langkah kaki dari luar kuil, kemudian terdengar suara pintu dibuka dan sapaan sopan dari dua pembantu. "Nyonya besar, selamat pagi."

"Apakah kemarin malam nyonya muda berlutut baik-baik?" Tanya Pengurus He.

"Ya, ia terus berlutut, tapi…" Ia terhenti, dengan berhati-hati berkata, "Tuan muda pagi-pagi sekali juga datang."

"Aku mengerti," jawab Pengurus He.

Karena saat tadi pagi mereka ke kamar Claudius, Claudius tidak terlihat batang hidungnya, begitu bertanya ke bibi pembantu baru mereka tahu Claudius pergi ke arah kuil, maka dari itu mereka baru juga datang sepagi ini.

Pembantu membukakan pintu besar, nenek melangkah masuk, kemudian langsung melihat Claudius berlutut di samping Josephine. Nenek pun berjalan dengan panik dan marah, menatap Claudius dan mengomelinya, "Claudius, apa yang kau lakukan? Masih tidak cepat-cepat kembali ke kamar!"

Melihat kehadiran nenek, tanpa sadar Josephine dalam hati merasa ketakutan, terhadap orang tua yang tegas itu, ia selalu merasa takut, terutama saat ia murka seperti saat ini.

Ia melirik Claudius dan berkata pelan, "Claudius, kalau tidak mau aku mati, cepat kembali dan beristirahatlah."

Namun Claudius malah tidak berdiri, hanya mendongak dan berkata dengan wajah serius pada nenek, "Nenek, Josephine bukannya tidak memberitahumu, yang mau makan hot pot itu aku, yang mengusulkannya juga aku, kau salah menghukum orang."

Josephine menoleh kaget, apakah ia sedang membantunya memohon? Mana mungkin?

Nenek sepertinya tidak mempercayai kata-katanya, dengan wajah datar ia berkata, "Hingga usiamu sekarang ini kau tidak pernah ingin makan hot pot, mengapa malam kemarin bisa ingin makan?"

"Karena kemarin pagi kudengar Joshua dan Sally malam mau makan hot pot, jadi aku juga ingin coba," kata Claudius menjelaskan dengan tenang, "Lagipula, kemarin malam aku kambuh bukan karena makan hot pot."

Meskipun penjelasannya sangat masuk akal, tetapi nenek masih tidak puas, nenek berkata, "Walaupun kamu yang mengusulkannya, sebagai istri ia harusnya tahu makanan itu tidak baik untuk kesehatanmu, ia tidak menahanmu malah ikut makan bersamamu, bisa dilihat bagaimana ia tidak begitu mempedulikan kesehatanmu."

"Nek, Josephine sedang hamil."

"Memang kenapa kalau hamil? Apakah kalau hamil ia boleh sembarangan membuat kesalahan rendahan begini?"

"Nenek…"

"Jangan membantunya memohon lagi, aku tak ingin dengar."

"Nenek, kau salah paham, aku bukannya membantunya memohon padamu, aku hanya mau bilang padamu…" Kata Claudius dengan wajah serius, "Kumohon kembalilah, jangan mengganggu kami sekeluarga melaksanakan hukuman."

"Kau…" Kata nenek marah, "Claudius, kau berani melawanku ya?"

"Tidak, aku hanya merasa yang salah itu aku, yang mengusulkan makan hot pot juga aku, tidak ada alasan ibu dan anak ini menggantikanku dihukum," kata Claudius dengan wajah polos.

Nenek semakin geram, namun tidak bisa apa-apa lagi karenanya, terpaksa ia dengan marah melontarkan sebuah kalimat pada Josephine, "Kalau lain kali kau melakukan kesalahan sepele seperti ini lagi, aku tidak akan memaafkanmu."

Josephine buru-buru menundukkan kepala, "Baik nek, aku mengerti."

Nenek pergi dengan marah, hanya tersisa 2 orang itu di dalam kuil.

Josephine melihat Claudius yang telah berdiri dari matras, lalu berkata dengan wajah berterima kasih, "Terima kasih."

Kalau bukan karena dia, ia masih harus berlutut hingga sore.

Tetapi pria ini, biasanya selalu terlihat serius, tak disangka ia punya satu sisi yang bisa membuat nenek marah hingga kehabisan kata-kata, kalau dipikir-pikir lucu juga.

Claudius melirik Josephine yang masih tetap berlutut. "Hm? Apakah berlutut itu nyaman sekali?"

Josephine baru sadar dan bangkit berdiri, ia menopang tubuhnya dengan kedua tangan. Mungkin karena terlalu lama berlutut, kakinya mati rasa, baru saja mengangkat tubuhnya sedikit ia tiba-tiba oleng.

"Hati-hati," kata Claudius yang sigap langsung menahan pinggang Josephine, lalu memeluknya.

Raut wajah Josephine berubah, setelah merasa dirinya aman ia baru menghembuskan nafas lega, lalu keluar dari pelukannya. "Terima kasih."

Jelas-jelas hanya hal yang sederhana, ia malah terus berterima kasih, pasangan suami istri yang seperti ini bisa dianggap benar-benar gagal, Claudius dengan tak senang berkata, "Sudah selesai berterima kasih belum?"

Josephine ternganga, melihatnya bersiap untuk pergi, ia buru-buru mengikutinya keluar dari kuil.

Di pagi hari, di luar kuil itu bunga mekar dan burung berkicau, cahaya matahari musim semi bersinar cerah, sinar kuning matahari yang lembut terpancar dari sela-sela dahan pohon, membuat tanah terlihat berwarna emas.

Josephine berdiri di tangga depan pintu kuil, ia membuka kedua lengannya dan menghirup napas dalam-dalam, bahkan udara pagi itu membawa wangi bunga. Baru pertama kali ini ia merasa tempat ini sungguh indah, sungguh memesona.

Dulu datang beberapa kali ke sini karena ia buru-buru, ia tidak memperhatikan semua ini, hanya hari ini, begitu keluar dari kuil ia langsung terpikat oleh pemandangan di luarnya.

Claudius sudah berjalan beberapa langkah, menyadari Josephine tidak mengikutinya, ia berbalik dan melihat Josephine masih berdiri di pintu kuil dengan wajah terpesona, Claudius pun mengangkat alis dan berkata, "Kau ini masih menyukai hukumanmu kemarin malam?"

"Tentu bukan," kata Josephine sambil menggeleng ketakutan, ia sebelumnya tak pernah setakut ini pada suatu tempat, bagaimana mungkin ia bisa suka?

"Aku hanya terkejut pemandangannya secantik ini," lanjutnya.

Claudius melihat sekitarnya, dengan tidak setuju berkata, "Tempat yang benar-benar indah di rumah keluarga kami bukan di sini."

Apa? Bukan di sini? Josephine tidak tahu masih ada tempat apa lagi di rumah keluarga Chen yang lebih bagus dari ini. Karena ia pernah diperingatkan oleh Pengurus He, biasanya kalau mau jalan-jalan, ia juga hanya mengitari rumah utama lalu kembali, tidak pernah pergi ke tempat lain.

Ia tahu rumah keluarga Chen sangat besar, benar-benar besar hingga tidak bisa ditelusuri sampai habis.

"Apakah kau mau lihat?" Tanya Claudius.

"Tidak mau," kata Josephine menggeleng.

"Sungguh?"

"Aku tidak mau dihukum lagi," katanya, Pengurus He pernah memperingatkannya tidak boleh asal pergi, kalau tertangkap, mungkin malam ini ia akan disuruh bermalam di kuil lagi.

Awalnya ia pikir Claudius akan menunjukkan kekuasaannya dan menunjukkan bahwa jika ada dia, Josephine tidak perlu menakutkan apapun, tak disangka ia hanya berpikir sejenak, lalu mengangguk, "Benar juga, kalau begitu kembali dan istirahat saja."

Josephine kehabisan kata-kata, tetapi ia tetap berjalan mengikutinya.

Barusan saat mendengar Claudius ingin membawanya keliling mansion keluarga Chen, ia sebenarnya sangat tertarik, karena bagaimanapun meski sudah menikah selama ini, ia belum benar-benar mengelilingi seluruh mansion ini.

Novel Terkait

Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu