Istri ke-7 - Bab 101 Candlelight Dinner (2)

Claudius merasa ia sudah menolak dengan sangat jelas dan terang-terangan. Ia selalu menganggap Belinda sebagai asisten yang sangat cermat, tak pernah membuat masalah, dan patuh.

Namun kali ini...

Melihat setumpuk kantong belanja di dalam kotak, dengan logo yang familiar tercetak di atasnya, ia pun mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang.

"Kakak sepupu, kau sudah kembali?" Jari Claudius yang sedang menekan nomor di ponselnya pun terhenti. Ia meletakkan ponselnya, lalu berbalik dan melihat Chelsea sambil tertawa.

"Hei, hari ini hari apa? Mengapa Kakak membeli banyak sekali barang?" Chelsea berjalan mendekatinya dengan heran. Sambil melihat-lihat kantong belanjaan di dalam kotak itu ia berseru, "Apakah pakaian sebanyak ini semuanya untuk Kakak Ipar? Merek ini sepertinya lumayan mahal, benar, kan, Kak Sally?"

Ia mengambil salah satu kantong, lalu melambaikannya di depan Sally.

Sally juga sedang mengamati kantong-kantong itu. Mendengar Chelsea berkata begitu, ia pun buru-buru mengangguk dan menambahkan, "Iya, benar, merek pakaian ini memang lumayan mahal. Kakak baik sekali kepada Kakak Ipar."

Claudius memasukkan ponselnya ke kantong. Sepertinya ia tak jadi menelepon, barang-barang ini pun tak jadi dikembalikan.

"Kak, biarkan kami membantumu memasukkan barang-barang ini," kata Chelsea sambil memindahkan kantong-kantong belanja itu ke luar, lalu memberikan sebagian pada Sally, sisanya ia bawa sendiri, "Yuk, masuk."

Saat keduanya naik ke lantai 2, Josephine sedang menggambar sesuatu dengan pensilnya di kamar. Begitu melihat mereka masuk dengan membawa banyak kantong belanjaan, ia pun meletakkan pensil dan bukunya lalu bangkit dari sofa.

"Kakak Ipar, lihat ini, Kakak Sepupu membelikanmu banyak baju baru," kata Chelsea sambil meletakkan baju baru itu di hadapan Josephine.

"Di sini masih ada lagi," Sally juga meletakkan kantong-kantong belanja itu di sofa. "Kak, Kakak Sepupu baik sekali padamu, sampai membuat orang lain iri," katanya sambil terkekeh.

"Kak Sally, kau jangan iri pada Kak Josephine, apakah kakakku tidak baik padamu?" timpal Chelsea sambil tertawa.

"Tapi kakakmu juga tidak pernah tiba-tiba membelikanku pakaian sebanyak ini," kata Sally sambil memainkan baju baru itu di tangannya, "Kakak Ipar, baju-baju ini tampak cantik, cepat cobalah dan tunjukkan pada kami."

Josephine melihat sekitar 7-8 kantong belanja di hadapannya, wajahnya memancarkan keheranan. Pakaian sebanyak ini...Benarkah Claudius yang membelinya? Apa maksudnya sebenarnya?

"Badanku sedang tidak leluasa untuk mencobanya. Kalian jangan merayuku lagi. Tunggu saja saat aku memakainya nanti ya," katanya sedikit takut.

Berhubung Josephine berkata seperti itu, Sally juga tak enak hati untuk memaksanya lagi. Ia meletakkan kantong itu kembali sambil tertawa, "Baiklah kalau begitu, Kak, kami tidak akan mengganggumu lagi."

Setelah itu, keduanya pun meninggalkan kamar Josephine.

Josephine tidak melihat Claudius masuk. Ia iseng melihat label harga baju-baju itu. Harga setiap bajunya sangat mahal sampai membuatnya hatinya tak tega.

Tapi, model dan warna baju-baju itu bagus juga, bahannya pun nyaman. Memang benar kalau ada harga ada barang.

"Tidak suka?" Claudius duduk di hadapannya, mengamati pakaian yang sedang dipakai Josephine, memang benar tak layak.

Josephine terkejut olehnya, ia mengembalikan baju itu ke dalam kantong, "Sebenarnya kau tak perlu membelikanku pakaian sebanyak ini," katanya.

"Belinda yang memilihkannya," aku Claudius.

Berhubung ia sudah mengalami penolakan malam ini, ia tak ingin tertolak lagi, betapa memalukannya. Keberaniannya belum sampai ke level serendah ini.

"Belinda?" ejek Josephine sambil tertawa. Belinda memilihkan pakaian untuknya? Sebenarnya apa yang ingin ia ungkapkan? Apa ia ingin mengungkapkan posisinya di hati Claudius?

Baju-baju ini memang cantik, tapi secantik-cantiknya baju ini tetap tidak dapat menandingi gaun hitam seksi yang dikenakannya malam itu.

Josephine tak suka berprasangka terhadap orang. Ia mendesah di dalam hati, mengingatkan dirinya agar jangan menjadi seperti wanita pencemburu, karena itu tidak layak.

"Apa yang kau tertawakan?" tanya Claudius heran.

"Bukan apa-apa, sampaikan terima kasihku untuknya." kata Jospehine kembali tenang.

"Kau masih salah paham dengan hubungan kami?" tanya Claudius sambil mengerutkan dahi. Ia paling tak suka menjadi korban salah paham.

"Tidak sama sekali," sangkal Josephine.

"Jelas kau salah paham," kata Claudius marah, "Nona Josephine apa sampai sekarang kau belum memahamiku? Aku tak pernah menyangkal kalau aku memiliki orang lain di luar sana, aku juga tak ingin menyangkal. Kalau aku punya hubungan spesial dengan Belinda, aku tak perlu menyembunyikannya, karena aku tidak melanggar hukum negara, tidak melanggar aturan perusahaan, dan tak akan ada orang yang mempermasalahkan aku."

Kata-katanya tidak salah. Pria hebat seperti Claudius, apalah artinya kalau ia bermain dengan wanita bawahannya? Hanya saja... Josephine masih tak bisa melupakan kenyataan bahwa rumah keluarga Zhu berada di bawah nama Belinda.

"Tidak apa-apa, kalau kau tak menginginkan baju-baju itu, bakar saja," kata Claudius, lalu membawa kantong-kantong belanja itu ke arah tempat sampah.

Josephine buru-buru menarik ujung kantong itu sambil berkata, "Aku tak bilang kalau aku tak mau, lagipula, ia membeli ini bukan dengan uangnya, kenapa aku tak mau?"

Claudius melihat tangan kecil yang menarik ujung kantong itu dengan ekspresi tak setuju, "Kukira kau punya nyali yang besar, ternyata hanya segini saja."

Wajah Josephine menjadi suram. Ia mengambil kembali kantong belanjaan itu, lalu mendongak dan tersenyum pada Claudius, "Terima kasih, aku sangat menyukainya."

Claudius kembali duduk di sofa. Setelah terdiam beberapa detik, ia kembali memperjelas tujuannya membeli baju itu, "Selanjutnya ingat untuk memakai baju yang layak saat keluar rumah. Jangan lupa identitasmu."

"Aku tahu," jawab Josephine. Ia memasukkan baju itu ke dalam lemari satu persatu, lalu menatapnya, "Apakah kau masih ada urusan lagi?"

"Ada, kemarilah."

Jospehine tak tahu apa yang akan dilakukannya. Ia ragu sejenak sebelum melangkah pergi. Ketika mendekati Claudius, tubuhnya bergoyang ke depan, Claudius menangkapnya dengan kakinya. Detik berikutnya, tubuh Claudius telah menekannya di atas sofa.

"Apa kau sedang mengusirku?" Bibirnya bergerak lembut di atas bibir Josephine, wajahnya sarat dengan kemarahan.

Yang membuat Josephine merasa gembira adalah, Claudius tidak menekannya terlalu kuat. Dalam kemarahannya, ia masih memperhatikan fakta bahwa Jospehine sedang hamil. Bukankah ini menandakan bahwa Claudius masih peduli dengan dia dan anaknya?

Apa yang hendak dilakukannya sekarang? Masa ia ingin melakukan hal itu?

Semenjak Claudius tahu ia hamil, ia tak pernah menyentuhnya selama sebulan ini. Kebutuhan biologisnya mungkin telah dipenuhi di luar, tapi malam ini mengapa ia tak menyelesaikannya di luar? Ia seharusnya pergi ke luar...

Novel Terkait

My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu