Istri ke-7 - Bab 154 Kekasih yang Ditakdirkan (2)

Josephine menghentikan langkahnya, nenek menatap punggungnya dan berkata geram, "Kau ini sedang mengancamku ya."

"Nenek, apa kau akan memperlakukanku seperti memperlakukan 6 mantan pengantin itu?" Kata Josephine menoleh, tersenyum padanya, "Kalau betul, silakan saja, mungkin ini juga bisa disebut sebagai suatu metode yang baik."

Dengan cara apa nenek akan memperlakukannya? Menculiknya ke luar negeri? Meminta orang menabraknya dengan mobil? Josephine menghirup napas, kemudian berbalik dan naik.

Melihat punggungnya yang berjalan ke lantai 2, Pengurus He berkata, "Nyonya besar, sikap nyonya muda begini kasar, harus diperlakukan baik-baik dan tidak bisa dikasari, Anda jangan bersikap keras padanya, kalau tidak hasilnya justu akan sebaliknya."

"Masa aku harus berlutut padanya?" Ujar nenek marah.

"Bukannya meminta Anda berlutut padanya, nyonya muda juga bukanlah orang yang tidak masuk akal, mungkin dengan cara membuatnya mengerti akan lebih berguna padanya untuk mengurus masalah ini."

Nenek mendengus, sebelumnya belum pernah ada orang luar yang meremehkannya seperti ini, bagaimana ia bisa membuatnya mengerti baik-baik untuk menyelesaikan masalah?

Malamnya saat Claudius kembali ke vila kecil, Josephine sedang berbaring di kasur dengan membelakangi pintu.

Claudius berhenti sebentar di sebelah pintu, kemudian berjalan ke arahnya, lalu duduk di pinggir ranjang di belakang Josephine. Ia menepuk-nepuk lengan Josephine. "Sudah tidur?"

Josephine tak mempedulikannya, ia tetap memejamkan mata pura-pura tidur.

"Jangan pura-pura, aku tahu kau tidak bisa tidur," kata Claudius.

Josephine membuka mata, namun tidak berbalik badan. Claudius bertanya, "Nenek datang mencarimu?"

"Kau tahu?" Kata Josephine dengan muram.

"Aku tahu," kata Claudius memutar tubuh Josephine, lalu mencium bibirnya, "Coba katakan apa yang ia katakan padamu, agar aku bisa mengarahkannya dengan baik."

"Ia mau kita cerai," kata Josephine menatapnya dengan kesal, dalam matanya jelas terlihat kemarahan.

Claudius sudah menebak ini, ia mengangguk lalu bertanya, "Lalu bagaimana denganu? Bagaimana kamu menjawabnya?"

"Aku bilang aku akan menuruti apa yang kau katakan."

"Itu sudah benar," kata Claudius melanjutkan menciumnya, "Cerai atau tidak keputusannya ada padaku, keputusanmu tidak sah."

"Ia tetap menyuruhku membujukmu untuk bercerai," kata Josephine dengan sebal mendorong wajahnya, suasana hatinya sudah begitu sedih, bisa-bisanya Claudius masih punya niat menciumnya, bahkan dengan tampang tidak peduli.

Jelas-jelas ialah yang memaksa Josephine ke kantor catatan sipil, sekarang itu malah menjadi hal yang hanya mencemaskan bagi Josephine.

"Lalu bagaimana kau menjawab itu?"

"Kubilang akan kuusahakan."

Claudius menekan bibir Josephine dengan jarinya, "Boleh juga, coba bujuk aku, akan kudengarkan."

"Claudius, bisa tidak kau memandang masalah ini dengan sedikit lebih serius?" Ujar Josephine dengan tidak senang mendorongnya, lalu ia duduk dan memelototinya.

Sejak awal Claudius tak pernah menganggap serius kemarahan Josephine.

"Kenapa aku, tidak serius?"

"Nenek bilang ia sudah menemukan petunjuk tentang kekasih takdirmu itu, tak lama ia akan menemukannya, dan menyuruhku membiarkanmu menikahinya," ujar Josephine geram, "Claudius, meski kau tak membiarkanku pergi, tapi aku tidak bisa tidak pergi. Benar yang dikatakan nenek, ini berkaitan dengan nyawamu, kalau aku tidak melepaskanmu aku akan terlihat tak berperasaan, tak mempedulikan hidup dan matimu, katakanlah, aku harus bagaimana?"

Wajah Claudius akhirnya berubah, nenek sudah menemukan petunjuk tentang wanita itu?

Wanita itu sudah pergi bertahun-tahun lamanya, selama ini tak pernah muncul, saat ini bagaimana mungkin ia muncul?

Agak lama kemudian, ia baru berkata dengan datar, "Berkaitan dengan nyawaku, apa kau percaya?"

"Tentu tidak, sejak awal aku tidak percaya takhayul tentang kekasih yang ditakdirkan!"

"Kalau begitu bukankah sudah tidak masalah," kata Claudius tertawa, "Kalau kau percaya berarti benar, kalau tidak berarti tidak benar."

"Tapi nenek percaya."

"Tenang saja, aku akan membujuk nenek."

Nenek mempertahakan kepercayaannya selama ini, bagaimana mungkin ia bisa menurut karena bujukannya? Tentu tidak mungkin, Claudius tahu itu, Josephine juga tahu.

Josephine menatapnya. "Kenapa kau tidak mau cerai denganku?"

Claudius menatapnya balik dan berkata, "Kalau aku bilang aku menyukaimu, bukannya aku seperti menurunkan harga diriku?"

Josephine menyindirnya, "Di hadapan cinta semua orang sederajat, bagaimana bisa kau bilang harga dirimu turun, lagipula cinta pertama memang adalah yang paling murni dan sulit dilupakan, kau bisa pindah hati begini sudah termasuk suatu pesona."

"Kau sedang bicara apa sih?"

"Kamu suka aku, bukankah karena aku sedikit mirip dengan cinta pertamamu itu?" Katanya, memikirkan hal ini, hati Josephine terasa masam.

Ia tak mau membantu lagi, juga tak mau menggantikan orang lain.

"Siapa yang memberitahumu?" Tanya Claudius mengerutkan dahi.

"Memangnya salah? Bahkan nenek melihat aku mirip dengannya, bagaimana mungkin kau tidak merasa? Dan lagi aku yang tidak punya kelebihan ini, dan penampilanku juga tidak istimewa, atas dasar apa kamu menyukaiku?"

"Benar-benar tak kusangka kau punya sisi yang tidak percaya diri begini," kata Claudius menghela napas, lalu berdiri dari ranjang, "Benar juga sih, orang sepertimu ini sebenarnya bagian mana yang membuatku tertarik? Benar-benar membingungkan."

"Claudius kamu lagi-lagi tidak serius!" Kata Josephine kehabisan kata-kata.

"Bagaimana bisa aku tidak serius?"

"Kau sama sekali tidak cemas memikirkan solusi."

"Bukankah sudah kubilang akan kuurus? Toh masalah cerai bukan tergantung pada keputusanmu, tak ada yang perlu kau bingungkan, diam saja di sebelahku dengan baik."

"Gampang mengucapkannya, namun nenek akan merasa aku haus akan kekayaan keluargamu sehingga tidak mau berpisah denganmu, kemudian ia akan mecercaku lagi dan lagi, kau tak akan pernah tahu seberapa buruk perasaan itu," ujar Josephine berhenti sejenak, lalu dengan muka masam berkata, "Dan lagi, aku tidak percaya pun, takhayul tentang kekasihmu yang telah ditakdirkan itu akan terus ada, aku tak bisa menghapus peraturan itu."

"Kalau begitu apa maumu? Menuruti nenek dan bercerai denganku?"

"Aku..."

"Josephine," ujar Claudius menunduk dan memandangnya dengan marah, "Kalau kau punya perasaan padaku, kenapa kau masih bingung? Apa kau bisa cerai denganku karena tidak tahan dengan hinaan nenek? Tidak akan, bukan? Atau misalnya, misalkan itu Vincent, apakah kau akan berpikir seperti ini? Awalnya demi bersama dengannya kau bahkan tidak ragu meninggalkan putramu, tidak ragu menyakitiku, dengan yakin bertukar identitas dengan Shella."

"Kenapa kau membahas Vincent lagi?" Ujar Josephine terbata-bata.

"Memangnya bukan begitu? Ke mana perginya tekadmu untuk berkorban demi dia dulu? Bukankah karena perasaanmu padaku tak sedalam itu?"

"Bukan!" Seru Josephine marah sambil menggeleng, "Aku sudah bilang aku sudah dari dulu tidak punya perasaan padanya, aku bukan bertukar identitas dengan Shella demi dia, aku ditekan oleh Shella, demi Justin dan ibuku aku sudah pernah menjamin, juga pernah bersumpah padamu, sebenarnya kau mau aku bagaimana baru kau bisa mempercayaiku?"

"Baik, kalau begitu katakan, apakah kau mencintaiku barang sedikit?"

"Kalau aku tidak mencintaimu sedikit, apakah aku rela dikurung begini olehmu? Dari awal aku sudah berusaha keras!" Kata Josephine, ia merasakan bibirnya sakit, Claudiuslah yang tiba-tiba menciumnya, ciumannya begitu dalam dan kuat.

Dengan sekuat tenaga Josephine menahan Claudius, namun belum sempat melawan, kedua tangannya memeluk pinggang Claudius, mereka berciuman panas.

"Maaf, aku tak bisa melupakan kejadian saat kau dan Vincent bertukar cincin di panggung," bisik Claudius lembut, bibirnya berpindah ke samping telinga Josephine.

"Claudius, apa kau menganggapku murah hati? Bahkan sebaik dan semurah hati apapun aku, aku juga tidak bisa seenaknya kau sakiti dan kau gigit," katanya memejamkan mata, air matanya mengalir.

"Aku tahu, sebenarnya aku bisa merasakannya," kata Claudius memeluknya erat, lalu mencium rambutnya. "Aku hanya berharap kau bisa lebih kuat lagi, jangan bercerai denganku karena kata-kata nenek."

"Baik, aku akan lebih kuat lagi," kata Josephine mengangguk, lalu mengusap air matanya.

"Dan juga, kau adalah kau, kau adalah orang yang mau aku jaga di sisiku, tak ada hubungannya dengan wanita lain."

Mendengar perkataannya, meskipun tidak tahu benar atau tidak, hati Josephine tetap tersentuh.

Bagaimanapun Claudius adalah orang yang angkuh, ia mau memeluknya dan berkata seperti ini, benar-benar jarang terjadi!

Setelah mencium Josephine, Claudius meletakkannya kembali ke ranjang. "Tunggu sebentar, aku mandi dulu."

"Apakah kau sudah makan malam?" Tanya Josephine menatapnya.

"Sudah."

Keesokan paginya, Josephine berbaring di ranjang melihat Claudius berdiri di depan meja rias mengenakan pakaian resmi, memakai dasi, ia mendandani dirinya dengan sangat segar dan rapi, tanpa sadar, tampak rasa kagum pada sorot mata Josephine.

Ia juga ingin seperti Claudius, setiap hari berdandan dengan rapi dan profesional, kemudian masuk ke tempat kerja masing-masing seperti para pekerja kantor.

Novel Terkait

Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu