Istri ke-7 - Bab 173 Biarkan Dia Bercerai (2)

Rose telah mempertimbangkan hal ini seharian, akhirnya keesokan sore saat Josephine datang, dia mengatakan kepadanya tentang pemikirannya untuk kembali hidup di Surabaya.

Josephine tentu saja tidak mengerti, dia memandang ibunya tidak mengerti: "Kenapa? Kemarin bukannya sudah dibicarakan dengan baik? Kita mencari sekolah untuk Justin, kalian tinggal disini, aku juga bisa sering-sering datang melihat kalian."

"Josephine, orang kalau sudah tua tetap akan kembali ke kampung halamannya, sejak kecil aku besar di Surabaya, sekarang sudah tua tentu saja aku berharap bisa hidup disana. Lagipula, disana ada pamanmu yang bisa menjaga kita, lebih baik daripada tidak tetap seperti sekarang ini.

Rose tidak berani mengatakan kepadanya tentang apa yang telah dikatakan nyonya Zhu, karena dia tidak ingin Josephine sedih mendengarnya.

"Kenapa?" Josephine panik: "Ibu, kenapa ibu merasa tidak pasti disini? Kan ada aku. Paman dan bibi tidak baik terhadapmu, mana mungkin bisa menjagamu dan Justin. Dan kalau ibu tinggal diini, aku bisa lebih tenang, kalau tidak aku..."

"Josephine." Rose memotong perkataannya: "Sampai disini aku harus mengingatkanmu, kamu sebenarnya tahu tidak kalau nenek sedang mencari kekasih yang ditakdirkan untuk Claudius?"

"Aku tahu." Josephine menunduk.

"Kalau kamu tahu kenapa kamu masih begitu dekat dengan Claudius? Kamu tidak takut nanti..." Rose tiba-tiba berhenti melanjutkan.

Josephine pasrah: "Ibu, aku dan Claudius adalah suami istri yang sah, suami istri yang sebenarnya, kenapa tidak boleh dekat."

Dia mengangkat tangan Rose dan melanjutkan: "Ibu, aku tahu kamu tidak menyukai Claudius, karena ada dendam dengan direktur Bai, tapi aku sudah bilang kepadamu berkali-kali Aku dan dia saling mencintai, kami tidak akan bercerai, dia juga tidak akan menikahi kekasih yang ditakdirkan itu."

"Josephine kamu salah, aku bukan tidak menyukainya karena masalah ayahmu, tapi karena..." Rose berhenti sejenak: "Tapi keluarga kita ini tidak ada apa-apanya, kita harus menggunakan apa agar bisa sepadan dengan keluarga mereka. Walaupun Claudius sekarang tertarik padamu dan tidak akan bercerai denganmu, tapi bagaimana dengan nanti? Setelah dia sudah tidak tertarik lagi denganmu, apakah dia masih akan bersikap baik terhadapmu seperti sekarang ini? Dan juga nenek, sebelumnya juga sudah ada enam orang pengantin yang dinikahinya dengan Claudius, apakah mereka bisa merelakan kekasih yang ditakdirkan itu demi kamu?"

Josephine tahu setiap kata yang dikatakan oleh Rose itu masuk akal, tapi tidak peduli bagaimanapun, dia dan Claudius tidak mungkin bercerai, bukan hanya dia, Claudius juga tidak akan bercerai.

Dia tidak tahu nantinya Claudius mungkin akan membencinya, tapi sekarang, dia melihat kesungguhan hatinya, bahkan bisa merelakan cinta pertama yang telah ditunggunya bertahun-tahun.

Perasaannya kepadanya dan cinta kepadanya, perceraian, tidak mungkin akan terjadi.

"Ibu, aku tahu apa yang ibu khawatirkan, tenang saja, aku akan baik-baik saja." Dia memegang tangan ibunya: "Ibu tenang saja, apapun yang akan terjadi, aku akan menjagamu dan Justin."

"Kamu kok tidak bisa mendengar nasehat ibu sih? Rose melepaskan pegangan tangannya dan ekspresinya marah: "Sudah kubilang berapa kali, kita tidak bernasib baik, jangan terlalu berharap pada orang kaya, masa kamu ingin seperti ibu yang ditinggal terus?"

Josephine kaget karena diteriaki, dia mengerti dengan sifat ibunya, sensitif dan keras kepala, oleh karena itu dia pun tidak bertengkar dengannya, tapi pelan-pelan membalikkan badan dan mengambil segelas air.

Rose melihat dia tidak membantahnya, emosinya pun semakin mereda, menghela nafas: "Yang penting kamu dengar baik-baik, cepat putuskan hubunganmu dengan Claudius, kita bisa menginginkan apapun tapi tidak dari keluarganya, uang dan rumah juga tidak bisa."

Josephine tetap terdiam, walaupun dia tidak harus mendengarnya, tapi dia tidak akan terus bertengkar dengan ibunya.

"Terus, minggu ini aku akan membawa Justin kembali ke Surabaya, pamanmu akan membantu mencarikan sekolah untuk Justin."

"Paman? Sebaik itukah dia?" Josephine tidak percaya.

Dia masih bisa mengingat saat kecil ketika tinggal bersama ibunya di rumah kecil keluarga Zhu, mereka sering dimarahi paman dan bibinya, makanya dia tidak suka dengan mereka.

Rose menatapnya, ragu sejenak lalu berkata: "Aku akan mengatakan sesuatu yang akan membuatmu sedih, pamanmu akan segera menikahkan anak perempuannya, dia merendahkan kita bertiga memalukan keluarga Zhu, oleh karena itu mereka melarang kita mengatakan ke orang lain tentang hubungan kita dengan keluarga Zhu, kamu lebih baik juga jangan mengatakan kepada siapapun."

"Huh, anaknya mewah sekali, mengatakan kita memalukan?"

"Dia tamatan luar negeri, tentu saja lebih tinggi levelnya dari kita, kamu jangan katakan mereka lagi."

"Luar negeri, kalau mereka tidak memaksa nenek bunuh diri, dari mana uang mereka bisa belajar ke luar negeri, sudah tidak tahu menjadi apa." Walaupun Josephine jarang bertemu dengan anak perempuan pamannya, tapi dia tidak berniat baik kepada mereka.

Dia ingat sejak kecil pamannya sudah membawa anak perempuannya sekolah di sekolah dasar kesenian, biasanya sangat jarang ke Surabaya, dia mengingat pernah bertemu dengannya sekali atau dua kali, yang diingatnya hanyalah dia menangis dan mencari nenek karena dijahati oleh adik sepupunya yang sombong itu.

Makanya, dia tidak pernah berpikiran baik dengan adik sepupunya ini, juga tidak punya banyak kesan.

Walaupun tidak peduli dengan keluarganya, tapi karena penasaran dia tetap bertanya: "Dia ingin menikah dengan siapa? Sombong sekali."

Rose melihatnya: "Pamanmu tidak bilang, hanya bilang kalau itu keluarga yang bagus."

"Ibu, kamu itu bibinya, hal sebesar ini malah tidak memberitahumu." Josephine mulai marah: "Sepertinya mereka memang sangat malu karena kita, apaan."

"Ini memang salahku, jangan salahkan pamanmu yang merendahkan kita." Rose berpikiran terbuka dan memandangnya: "Oleh karena itu aku tidak berharap kamu mengikuti jejakku, sampai-sampai keluargamu sendiri juga merendahkanmu."

Josephine sudah malas mendengarnya dan dia pun melambai-lambai tangannya: "Sudahlah ibu, aku akan memperhatikannya."

"Josephine, kamu patuhlah, tinggalkan Claudius, pulanglah ke Surabaya bersamaku." Rose kembali ke topik awal, menasehatinya.

Josephine belum sempat menjawab, Justin yang baru bangun dari tidur siang pun berjalan keluar dari kamarnya, menarik tangan Josephine dan menangis: "Kakak, aku tidak mau ke Surabaya, aku ingin bersama kakak dan kakak ipar disini, tolong bilang ke ibu..."

"Justin!" Rose memarahinya: "Ibu sudah bilang berkali-kali, Surabaya itu rumah kita, kita harus kembali!"

"Jangan, kakak ipar bilang kalau ini rumah kita, aku ingin tinggal disini, sekolah disini..."

"Sudah kubilang tidak boleh!"

Justin semakin sedih, Josephine memeluknya, memandang ibunya dan berkata: "Ibu, biarkan Justin disini..."

"Diam kamu!" Rose memotongnya: "Sudah kuputuskan, siapapun yang berani membantah, aku akan... aku akan meloncat dari sini!" Rose menunjuk ke arah balkon.

Mendengar keputusan, Josephine tidak berani berbicara lagi, Justin juga tidak berani menangis lagi.

********

Setelah keluar dari apartemen, Josephine pun mengangkat telepon Claudius.

"Dimana?" Claudius bertanya.

"Baru dari rumah ibuku, sekarang di bus."

"Kenapa tidak menyuruh Sam menjemputmu?"

"Tidak perlu, bus ke kantor lebih cepat."

"Kenapa? Sepertinya kamu lagi tidak senang."

Josephine berkata: "Nanti kita bicarakan setelah bertemu, oyah, kamu sudah selesai rapat?"

"Sudah selesai, sekarang aku ingin menjemputmu pulang."

"Aku akan segera tiba di kantor."

"Baik, nanti kita makan bersama."

Sesampai di kantor, Claudius sudah menunggu di bawah, mereka berdua pun naik ke dalam mobil, Claudius memakai sabuk pengaman dan menatapnya: "Kamu suka mobil apa, aku suruh asisten Yan memesannya."

Josephine kaget dan menoleh kepadanya, lalu menggeleng: "Tidak usah, aku selalu naik mobilmu setelah pulang kerja, biasanya juga jarang keluar."

"Lagian tidak mahal, bagaimana kalau sama dengan model yang Susi pakai? Mobil Eropa lebih aman." Claudius mengulurkan tangannya dan mengelur hidungnya: "Wanita harus punya mobil, dengan begitu akan lebih gampang kalau mau keluar."

Josephine tiba-tiba menatapnya lalu berkata: "Kalau begitu kamu bilang, mobil apa yang kamu beli untuk nona Zhu?"

Claudius tidak menyangka dia akan bertanya seperti itu, dan sedikit kaget.

Josephine melototinya: "Melihat ekspresimu kamu sudah membelikannya bukan? Mobil apa? Bukannya kamu sudah berjanji denganku..."

Novel Terkait

Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu