Istri ke-7 - Bab 145 Obat Tradisional (1)

Dan benar, dia pun marah sampai memelototinya beberapa saat, lalu turun dari mobilnya. Ia berputar lewat depan mobil, membuka pintu penumpang, lalu menariknya keluar.

Josephine ditariknya ke dalam pelukannya sambil dipaksa masuk ke gedung catatan sipil. Ia melakukan semuanya dalam satu gerakan.

Benar, pria ini memang seperti itu. Bahkan urusan pernikahan pun ia paksa atas keinginan sendiri.

Melihat keduanya masuk, Asisten Yan mendekati mereka sambil berkata, "Tuan Chen, formulir sudah selesai diisi, kalian tinggal masuk untuk berfoto saja."

Dengan dituntun Asisten Yan, Claudius menggandeng Josephine ke ruang pemotretan.

Mereka duduk di sebuah kursi panjang. Setelah fotografer membidik foto dengan lensa kameranya, ia melambaikan tangan ke arah Josephine, "Mempelai wanita, tolong rapikan ponimu ke samping."

Josephine pun merapikan poninya dengan tangan. Fotografer terkejut, ia mengamati Josephine, "Apa itu? Ada bekas luka di dahi mempelai wanita?"

"Nggg...bolehkah aku menurunkan poniku saja?" tanya Josephine sambil menurunkan poninya. Luka itu didapatnya saat terbentur sudut ranjang. Demi menutupinya, Josephine sengaja mengganti model rambutnya jadi berponi.

Melihat poni Josephine makin berantakan, Claudius pun membantunya merapikan poninya dengan lembut sampai menutupi lukanya, namun tidak sampai menutupi mata.

Melihat wajahnya yang serius merapikan poni, penolakan dalam hati Josephine pun hilang sebagian, bahkan ia merasa hatinya hangat.

"Sudah, begini bagus," puji si fotografer, lalu mengangkat kameranya untuk membidik mereka. Sambil mengatur lensa, ia mengingatkan, "Tertawalah, hari ini adalah hari besar kalian, tidak baik kalau bermuka masam..."

"Ayo, senyum..." Setelah menunggu sangat lama, si fotografer tidak juga mendapatkan senyum yang diinginkannya. Dia hanya bisa mendesak mereka di sana.

Claudius mulai tak sabar, ia menoleh ke arah Josephine, "Kau mau senyum tidak? Kalau tidak, keluarlah!"

"..." Josephine merasa malu dan tak bisa berkata-kata.

Fotografer meletakkan kameranya dan berkata pada Claudius, "Mempelai pria, aku tadi berkata padamu, Anda tersenyum atau tidak?"

Claudius pun ikut terdiam.

Fotografer langsung menegakkan tubuhnya, ia mengamati mereka berdua dengan kesal, "Apakah kalian datang ke sini untuk menikah? Mana ada mempelai pria memarahi mempelai wanitanya di hari pernikahan? Bagaimana hari-hari kalian nanti? Sebagai petugas pencatatan sipil, saya bisa menolak melakukan pemotretan untuk kalian kalau sikap kalian seperti ini."

Raut wajah Claudius pun semakin buruk.

Josephine menahan tawanya, diam-diam ia mengacungkan jempol kepada si fotografer.

"Kau malah tertawa," kini si fotografer ganti menatap Josephine, "Sebagai wanita modern, bagaimana bisa kau tak punya prinsip dan pendirian?Dia menyuruhmu keluar, tapi kau malah diam saja di sini? Pria tampan di dunia ini bukan hanya dia seorang. Kau seharusnya pergi saja dengan berani, ambil pria lain yang lebih baik darinya di luar sana."

Melihat raut wajah Claudius sudah sedingin es, Asisten Yan segera mendatangi fotografer sambil melempar senyum, "Paman, kau salah paham. Kedua mempelai kami ini memang terbiasa seperti ini, marah adalah tanda cinta, ya, kan? Jadi kumohon segeralah memotret mereka berdua, Paman."

Fotografer mengamati mereka berdua, sepertinya tindakan mempelai pria tadi tidak seperti sedang mempedulikan mempelai wanita dilihat dari manapun.

Tapi karena alasan profesionalisme, ia pun bertanya pada Josephine, "Nona, apa kau yakin mau menikah dengan tuan yang emosional ini?"

Josephine terdiam sesaat, lalu berkata dengan ragu, "Sebenarnya aku..." Ia melirik Claudius sekilas. Matanya bertemu dengan atapan memperingatkan milik Claudius, ia pun mau tak mau tersenyum lebar, "Sangat bersedia."

Raut wajah Claudius pun sedikit pulih.

Si fotografer menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi kalah, lalu kembali membidik dengan kameranya.

Kali ini, ia tak peduli lagi apakah kedua orang itu tersenyum atau tidak. Ia menekan tombol kameranya lalu berkata, "Sudah, silakan ambil fotonya di sebelah sana."

Setelah melalui beberapa prosedur sederhana, pernikahan keduanya pun sah.

Saat Asisten Yan memasukkan kedua buku nikah itu ke dalam mobil, Josephine mengambil bukunya yang berwarna merah. Hatinya dipenuhi berbagai perasaan.

Tak diduga ia benar-benar menikah, ia benar-benar menikah dengan Claudius, pria yang pernah dihindari oleh semua wanita di kota ini, juga menjadi pria yang dicintai oleh semua wanita di kota ini sekarang!

Melihatnya melamun di depan buku nikah, Claudius berkata dengan nada mengejek, "Bagaimana ini? Sekarang sudah terlalu terlambat untuk menolak."

"Kalau begitu...terima saja," Josephine menyerahkan buku nikah yang satunya kepada Claudius, "Ini milikmu."

Saat dibuka, di dalamnya terdapat nama mereka berdua: Claudius dan Josephine, serta keterangan 'resmi sebagai suami istri'.

'Resmi sebagai suami istri', Josephine mengamati tulisan ini lama sekali, ia merasa seperti mimpi.

Dalam buku nikah yang sebelumnya, nama yang tertera adalah nama Shella. Sekarang namanya berubah menjadi Josephine. Pernahkah...ada suatu saat, di mana ia memimpikan hal ini? Ia ingat ada!

Saat ia melihat foto yang tertera, tiba-tiba ia tertawa, "Pfftt..."

Claudius tidak membuka buku nikahnya, melainkan langsung memasukkanya ke dashboard mobil begitu menerimanya. Mendengar Josephine yang sedih tiba-tiba tertawa, ia spontan menoleh, mengikuti pandangan Josephine ke arah buku nikah itu.

Josephine mengacungkan buku itu di hadapan Claudius, ia berkata sambil tertawa terbahak-bahak, "Ini termasuk pertama kalinya aku melihat wajahmu sejelek itu, sungguh...benar kata Paman tadi, seharusnya aku keluar dan mencari pria yang lebih tampan darimu."

Foto itu menunjukkan muka Claudius dengan alis berkerut dan senyum terpaksa. Bahkan senyumannya lebih jelek dari muka orang menangis! Meski ekspresinya jelek begitu, ia masih tetap tampan.

Melihat foto tersebut, ia mencemooh Josephine, "Mengapa tak lihat fotomu sendiri?"

Josephine sengaja mengabaikan wajah jeleknya sendiri dan berkata, "Aku dipaksa menikah, jadi masuk akal kalau ekspresiku jelek."

Claudius tak menghiraukannya, melainkan langsung menyalakan mobil dan meninggalkan gedung catatan sipil.

Josephine membereskan buku nikah itu sambil berkata, "Berhubung kita sudah menikah, maka nanti milikmu adalah milikku, milikku juga adalah milikmu."

"Kalau begitu tolong tanya, kau punya apa?"

"Aku punya Justin dan ibuku," jawab Josephine.

Claudius menoleh dan menatap Josephine, "Apa maksudmu?"

"Maksudku adalah, karena kita sudah menikah, maka Justin menjadi adik kita bersama, kau punya tanggung jawab untuk merawatnya dan mengobati penyakitnya, bukan begitu? Josephine mengatakannya dengan hati-hati namun pasti.

"Apa saat itu Vincent juga berjanji seperti ini padamu?"

"Ya, kalau tidak aku tidak akan setuju menikah dengannya."

Claudius tidak berkata lagi, ia membawanya pergi ke Grand Mall.

Begitu mobil sampai di depan pintu grand mall, Sekretaris Liu sudah menunggunya di sana. Melihat mobil Claudius datang, ia pun langsung menyambutnya dengan hangat. Ia tersenyum melewati kaca jendela mobil, "Tuan Chen, Nyonya, Anda sudah datang."

Claudius menganggukkan kepala, lalu berkata pada Josephine, "Kau boleh makan siang di luar, kalau sudah lelah berjalan-jalan, kau bisa menungguku di kantor bersama Sekretaris Liu."

"Aku mengerti," kata Josephine lalu turun dari mobil.

Novel Terkait

Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu