Istri ke-7 - Bab 86 Takut (1)

Fransiska terpaku di tempatnya saat melihat Josephine menabrak Claudius.

Bagaimana Claudius bisa ada di sini? Kebetulan sekali...

Bahkan untuk orang selicik dan sejahat dia pun, hatinya tetap kacau, tak tahu bagaimana harus bertindak. Ia ingin berbalik dan pergi dari sana, namun cemas juga kalau Josephine akan merusak keadaan.

Melihat Josephine hanya diam saja dan menangis, Claudius memegang dagunya dan bertanya, "Aku bertanya padamu, apa yang sedang kau lakukan?"

Josephine perlahan kembali tersadar, ia menatap pria itu dengan berurai air mata, "Aku..."

"Shella," Fransiska segera mendatanginya, ia menebalkan muka dan berdiri di hadapan kedua orang itu, lalu menggandeng tangan Shella, "Gadis bodoh, kenapa menangis? Masalah seperti ini sangat umum bagi wanita."

"Bu," setelah menyapa Fransiska, Claudius dengan tegang kembali bertanya pada Josephine di pelukannya, "Ada apa? Kenapa sedih sekali?"

Jantung Josephine berdegup kencang, hampir saja ia memberitahu Claudius kalau ia hamil, dan ibunya menyuruhnya menggugurkannya. Tapi apakah ada gunanya berkata begitu? Claudius pada dasarnya tak menginginkan anak itu, akankah dia dan ibunya sama-sama mendorongnya kembali ke ruang operasi?

Ia tak bisa melakukannya, ia tak bisa membiarkan anaknya, membiarkan ibu dan adiknya. Bahkan dirinya pun bisa dibunuh oleh Keluarga Chen karena berbohong dan menggantikan pernikahan Shella.

Kegalauan ini ia tekan kuat-kuat di dalam hatinya, namun baru saja hendak membuka mulut, Fransiska sudah lebih dulu mendahuluinya, "Sayang, kalau kau tak enak hati, biar aku saja yang mengatakannya pada Claudius."

Fransiska pun berbalik menghadap Claudius dan tertawa, "Begini, karena kulihat Shella tidak kunjung hamil, jadi aku memeriksakannya ke dokter. Kata dokter dinding rahim Shella terlalu tipis, jadi akan susah untuk hamil, bahkan kemungkinan ia tak bisa hamil seumur hidup. Gadis bodoh ini langsung menangis panik begitu mendengarnya, jadi..."

Fransiska tertawa, dengan tenang berkata, "Tapi dokter juga berkata, asal dirawat dengan baik pasti bisa hamil, cepat atau lambat."

Claudius menunduk memperhatikan Josephine yang berurai air mata, nada bicaranya agak kesal, "Bukankah kau sendiri tahu dengan jelas mengapa dirimu tak bisa hamil? Untuk apa lagi periksa ke dokter?"

"Maaf, akulah yang memaksanya, karena...kalian telah menikah begini lama dan belum punya anak juga, jadi kupikir pasti ada masalah pada tubuh," kata Fransiska.

Claudius mengangguk-angguk, ia tertawa cuek, "Aku tak peduli dia bisa hamil atau tidak, jadi, tak perlu periksalah. Ayo, ikut aku pulang."

Kemudian, Claudius menggandeng Josephine ke arah tangga.

Ia tak peduli apakah Josephine bisa hamil atau tidak, mungkin di dalam hatinya, akan lebih baik kalau Josephine tidak bisa hamil. Josephine mengusap air matanya, satu kalimat pun tak ada yang keluar dari mulutnya, ia hanya mengikuti Claudius ke arah tangga.

Melihat putrinya pergi bersama Claudius, Fransiska pun memanggilnya dengan panik, "Shella," ia menyusulnya lalu menarik tangannya, "Pulang bersama Ibu saja ya Claudius kan masih harus ke kantor," katanya sambil tertawa."

Josephine melihatnya sekilas, lalu menatap Claudius, ia berharap Claudius dapat membawanya pergi dari rumah sakit.

Dan Claudius pun tidak membuatnya kecewa, ia berkata pada Fransiska, "Biarkan saja dia kembali ke rumah keluarga Chen, aku tak terbiasa kalau tak ada dia."

"Itu..." Fransiska kehabisan kata-kata.

"Bu, apa ada masalah?"

"Begini, Shella telah berjanji besok akan pergi berlibur bersamaku dan ayahnya, kami juga sudah membeli tiket pesawat."

"Begitu, ya? Penerbangan jam berapa? Aku akan mengantarnya ke bandara," kata Claudius. Entah mengapa, Claudius tak ingin Josephine pulang bersama Fransiska, mungkin ia tergerak oleh air mata wanita itu.

Berhubung Claudius berkata begitu, Fransiska tak bisa mencari-cari alasan lagi, ia hanya bisa berharap pada Josephine, "Shella, bagaimana menurutmu?" tanyanya.

Josephine balas menatapnya, ia merasakan adanya ancaman dalam pertanyaan itu, "Biarkan Claudius saja yang mengantarku besok," katanya setelah ragu selama beberapa saat.

Pokoknya, ia tak boleh pergi bersama Fransiska, ia tak akan membiarkan anaknya digugurkan.

Mendengarnya berkata begitu, meski amat marah hingga ingin membunuhnya, namun karena ada Claudius di sana, Fransiska hanya bisa melanjutkan senyumnya, "Karena kau sudah berkata begitu, baiklah, kita bertemu di bandara besok. Jangan terlambat ya, kalau tidak...ayahmu tidak akan senang."

Kata-katanya masih diwarnai ancaman, hanya Josephine yang memahaminya.

"Aku tahu," kata Josephine lalu turun bersama Claudius.

Setelah kembali ke mobil, Josephine menyandarkan kepalanya ke kursi, semua terasa seperti mimpi.

Ia merasa baru saja keluar dari gerbang neraka, dan yang membantu menariknya lagi-lagi adalah Claudius, ia benar-benar harus berterima kasih padanya.

Claudius tidak segera menyalakan mesin mobilnya, ia menoleh dan memperhatikan Josephine, "Apakah semenakutkan itu untuk tidak bisa hamil?"

Josephine menatapnya dengan mata berkaca-kaca, ia tak bisa mengatakan pergumulannya.

Claudius mengambil tisu dan memberikannya kepada Josephine, "Sudah, hapus dulu air matamu, aku sudah bilang kalau aku tak peduli, aku juga tak berencana untuk mempunyai anak."

Josephine mengambil tisu itu dan mengelap pipinya, namun air mata malah keluar lebih banyak lagi. Ia tentu tahu kalau Claudius tak berencana memiliki anak, makanya ia tak ingin memberitahukan kebenaran ini.

Melihat Josephine yang diam sejak tadi, Claudius pun tak berbicara lagi. Ia menyalakan mesin mobilnya dan pulang ke rumah Keluarga Chen.

Sesampainya di rumah, Nenek memperhatikan Josephine dari atas sampai bawah, lalu bertanya dengan wajah penuh curiga, "Bukankah katamu kau mau menginap di rumah ibumu selama beberapa saat?"

Josephine melihat Claudius sekilas, Claudius buru-buru berkata, "Aku yang menjemputnya kembali."

"Kenapa?"

"Kenapa lagi? Bukankah Nenek yang biasanya menyuruh kami untuk menghabiskan waktu bersama?"

"Tapi..."

"Nenek, tidak usah tapi-tapian, kami ke kamar dulu," Claudius menggandeng Josephine naik.

Melihat sosok mereka berdua meninggalkannya, Nenek bertanya dengan heran, "Sejak kapan hubungan mereka berubah jadi sebaik ini? Berpisah sehari saja tak sanggup?"

Pengurus He ikut cemas di sebelahnya, "Benar, bagaimana ini nanti..."

"Apakah aku salah langkah, sampai membuat hubungan mereka berdua membaik?" gumam Nenek. Waktu itu ia hanya ingin membuat Josephine senang, hal ini akan baik untuk bayinya, ia tak menyangka akhirnya akan begini.

Setelah kembali ke kamar, Josephine pun langsung menuju kasur dan bersandar di kepala ranjang, ia menarik selimut menutupi tubuhnya.

Melihatnya wajah Josephine yang terus murung, Claudius pun bertanya, "Apa kau tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa," Josephine menggelengkan kepala, lalu mendongak menatap Claudius, "Kau pergilah ke kantor, tidak usah mempedulikanku."

"Aku tidak ingin mempedulikanmu, tapi kau sangat mempengaruhi suasana hatiku, apa kau tahu?"

"Maaf."

"Sudahlah, istirahatlah, aku akan kembali ke kantor."

"Ya, hari ini... terima kasih," ujar Josephine. Kalau bukan karena kebetulan bertemu dengannya, anaknya mungkin sudah tak bisa dipertahankan lagi.

Setelah Claudius pergi, Josephine mematikan nada dering ponselnya. Ia berbaring di ranjang, pikirannya masih tetap kalut. Ia menutup kedua mata, berusaha menenangkan diri dan memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini.

***

Novel Terkait

Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu