Istri ke-7 - Bab 129 Kambuh di Alam Terbuka (3)

"Kalau soal bayaran tidak perlu, toh meskipun aku sendirian juga tetap harus menunggu," ujar paman supir lalu menghela napas, "Hanya saja kapan kita bisa turun, aku masih harus masak untuk anakku."

Shella mendengarkan dengan seksama. "Sepertinya aku mendengar suara sirine polisi, seharusnya tak lama lagi jalannya akan dibereskan."

Memang terdengar suara sirine polisi dari bawah, juga ada suara sirine ambulans, hati Shella pun semakin bersemangat, ia sangat ingin meminta supir itu membawanya ke sana untuk melihat langsung bagaimana Sally mati.

*****

Josephine belum menemukan Claudius, hujan sudah mulai turun, hari juga semakin gelap.

Sambil mendaki, ia memanggil nama Claudius, yang menjawab panggilannya hanyalah suara hujan dan petir. Ia membuka payung, namun pakaiannya tetap basah kuyup, di sekitarnya gelap gulita, ia takut kalau ia sendiri tidak turun gunung juga, ia akan mati tersambar petir, atau dimakan binatang buas.

Orang yang mempunyai akal sehat, di saat seperti ini tentu akan berbalik dan turun gunung, namun ia malah tidak bisa berbalik turun, malah terus naik dengan langkah yang semakin cepat.

Tiba-tiba ia teringat di dalam ranselnya sepertinya ia telah mempersiapkan senter kecil, karena itu ia meletakkan ranselnya, meraba-raba isinya mencari senter. Akhirnya jalan di depannya jauh lebih terang, ini memberinya kepercayaan diri untuk terus melangkah maju.

Tetapi jalan di depan lebih sulit lagi dilalui, di depan ada tebing batu yang terjal, di telinganya bergema suara binatang buas, semakin maju ia semakin ketakutan.

Ia pun berhenti, dengan putus asa berteriak, "Claudius, di mana kamu?!"

Dari tebing terdengar gema suaranya, suara gema itu tersaring oleh lingkungan sekelilingnya sehingga menjadi seram.

Tepat saat ia akan menyerah, berbalik akan meninggalkan tempat seram ini, tiba-tiba terdengar suara aneh dari dalam tebing, Josephine terkejut, lalu berbalik dan kabur.

Baru berlari beberapa langkah, ia tiba-tiba berhenti, ia berbalik dan berjalan ke sumber suara itu, kemudian mengarahkan senternya ke sana.

Ia melihat sebuah bayangan hitam, Josephine tertegun, itu Claudius? Ternyata benar-benar dia?

Saat itu Claudius sedang menggulung tubuhnya dan berbaring di sana, tubuhnya basah kuyup, ia gemetaran.

Josephine seketika panik, tanda-tanda ini... Apakah ia sedang kambuh?

Ia secepat kilat berlari ke arahnya, sebelah tangannya menutupinya dengan payung, tangan satunya mengangkat tubuhnya dengan sekuat tenaga, dengan panik ia berkata, "Claudius, kenapa kau bisa di sini? Obatmu bagaimana? Apakah kau bawa obat?"

Ia meletakkan payungnya dan mulai mencari obat di tubuh Claudius, tetapi hanya ada dompet dan ponsel, ia tak membawa obat.

Gawat, ia tidak membawa obat, bagaimana ini? Ia harus bagaimana?

"Claudius, tahanlah sebentar, aku akan membawamu ke tempat yang tidak terkena hujan di sana," kata Josephine yang tidak menemukan obatnya, dan terpaksa dengan sekuat tenaga memindahkan tubuh Claudius ke bawah batu yang berbentuk seperti atap.

Atap batu itu meskipun tidak lebar, namun ia bisa memaksakan berteduh di sana.

Setelah memindahkan Claudius ke sana, Josephine berlari kembali mengambil payungnya, kemudian meletakkannya di sisi tubuh Claudius agar air hujan tidak mengenai tubuhnya.

Kalau tidak ada obat, ia juga tidak tahu sebaiknya bagaimana, ia hanya bisa duduk bersimpuh di sisinya tidak tahu harus melakukan apa.

"Claudius, beritahu aku... Apa yang bisa kulakukan untukmu?" Tanyanya iba melihat Claudius yang gemetar kesakitan.

Di sini tidak ada apa-apa, tak ada selimut, tak ada ranjang, bahkan pakaian kering pun tidak ada... Ia menjulurkan tangan menyentuh dahi Claudius, untungnya tidak demam.

Dalam keadaan pasrah, ia mengeluarkan air minum dari ranselnya. "Claudius, minumlah sedikit air, mungkin kau akan baikan."

Claudius megabaikannya, tidak bilang ia mau atau tidak, Josephine pun mengangkat tubuhnya, membuatnya minum air.

Di saat itu pula Claudius malah menerkamnya, mendorongnya ke dinding batu, punggung Josephine terkena batu, dengan kesakitan ia menghirup napas.

Tetapi ia tidak memperhatikan itu, ia malah memeluk Claudius, lalu berteriak panik, "Claudius, diamlah sedikit, di sekitarmu semuanya batu, jangan sampai kau melukai dirimu."

Claudius mencengkeram pergelangan tangan Josephine dari tubuhnya, lalu mencubit pergelangan tangannya dan memelototinya. "Apakah kau sedang mengkhawatirkanku?" Ucapnya dingin.

Josephine tertegun, lalu mengangguk sebisa mungkin. "Tentu saja aku mempedulikanmu, kau kan kakak iparku."

"Oh ya? Kalau begitu coba biarkan aku menggigitmu?" Katanya lalu menarik tangan Josephine, Josephine pun panik, tanpa menunggunya menjawab, Claudius sudah menggigitnya.

"Ah..." Josephine menggertakkan gigi sambil mendesah pelan, tangannya tanpa sadar melawan, untuk membuatnya melepaskan gigitannya.

Tetapi saat ia tidak bergerak saja sudah sakit, begitu ia bergerak malah bertambah sakit, ia pun terpaksa tidak melakukan perlawanan, ia hanya menggigit bibirnya, menahan air matanya agar tidak menetes.

Tiba-tiba Claudius mengerang pelan, lalu melepaskan genggamannya dan dengan bergairah mengangkatnya ke dinding batu. Karena bahunya diserang kuat, ditambah lagi barusan punggungnya menabrak dinding batu, dan lagi dari pergelangan tangannya mengalir darah segar, Josephine merasa kepalanya pusing dan matanya berkunang-kunang. Tubuhnya pun lemas, dan ia jatuh ke tanah.

Ia terbaring di sudut dinding, darah dari tangannya tidak berhenti mengalir.

Melihatnya sudah tak bergerak, Claudius perlahan bangun dan duduk, ia menggunakan senter yang cahayanya sudah melemah, samar-samar melihat pergelangannya yang ditempeli potongan silikon, di jari manis tangan kanannya terdapat cincin berlian yang luar biasa besar...

Sorot mata Claudius yang awalnya menderita sedikit demi sedikit berubah menjadi dingin dan redup...

*****

Vincent mendorong Shella ke dinding, kedua tangannya mencekik leher Shella erat-erat, dengan geram ia memelototinya. "Aku sudah menyanggupi apa yang kau minta, lalu bagaimana dengan permintaanku?"

Shella yang tercekik itu seketika menjadi pucat, ia melawan sambil berkata panik, "Aku... Rasa ia pasti dibohongi Sally untuk naik gunung lagi, aku juga sama sekali tidak mengira ia akan membohonginya dengan kata-kata yang sama, aku kira ia hanya ingin membereskanku, tak kusangka..."

"Kalau terjadi sesuatu pada Josephine, aku tidak akan memaafkanmu," ujar Vincent dengan kejam.

Barusan saat semua orang naik gunung dan menemukan Josephine dan Claudius di tengah lereng, mereka berdua sudah pingsan, tidak ada yang tahu apa yang terjadi, namun melihat luka bekas gigitan di pergelangan tangan Josephine, bisa diketahui bahwa Claudius kambuh, penyakitnya kambuh di gunung!

Karena itu Vincent sangat tidak tenang, Shella juga sangat tidak tenang.

"Kau... Kau jangan tergesa-gesa, bukankah dokter juga bilang, ia hanya pingsan... Tidak ada masalah besar," kata Shella sambil menelan ludah, "Lagipula... Vincent, sekarang bukan saatnya untuk hal ini, tapi kita harus mencari tahu apa yang terjadi pada Josephine dan Claudius kemarin malam, apakah Claudius... Menemukan sesuatu."

"Kamu hanya memikirkan keuntunganmu sendiri!" Ujar Vincent marah dan menghempaskan Shella.

Shella mengelus lehernya yang sakit tercekik, ia berkata dengan tidak terima, "Apanya yang keuntunganku sendiri? Bukankah ini untuk keuntunganmu juga? Sekarang siapapun tidak tahu apakah kemarin malam Claudius menemukan sesuatu, misalnya ia menemukannya, apa kau kira kau masih bisa memiliki Josephine? Jangan berangan-angan!"

Vincent tentu saja mengerti, karena itu ia semakin marah, "Kalau kau membantuku mengawasi Josephine, mana mungkin ia ditipu oleh Sally untuk naik gunung? Dan mana mungkin ia akan bersama dengan Claudius? Kalau saja Claudius menemukan sesuatu, itu juga karena kamu."

"Aku... Baiklah, walaupun aku yang menyebabkannya, tetapi apa pentingnya membahas semua itu sekarang?" Kata Shella tidak senang, "Sally sialan itu belum jelas mati atau hidupnya, kita juga tak tahu apakah Claudius menemukan sesuatu, semua ini sudah cukup membuatku pusing, bisakah kau tidak menyalahkanku atas luka kecil di tubuh Josephine?" Kata Shella sambil menunjuk-nunjuk Josephine yang terlelap di atas ranjang.

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu