Istri ke-7 - Bab 86 Takut (2)

Josephine berbaring di kasur seharian, ia akhirnya mengambil ponselnya.

Di layarnya terpampang 70 kali panggilan tidak terjawab dari Fransiska dan Shella. Sepertinya mereka sudah hampir gila.

Lalu ada juga kiriman video. Saat ia melihat video itu, wajahnya memucat. Justin tampak kurus kering hingga tinggal tulang dan kulit, ia menangis sampai pelupuk matanya membengkak.

Di bawahnya ada kiriman pesan suara dari Shella, katanya dengan penuh percaya diri dan tawa sinis, "Kakak Bai, kau pasti telah mencari mereka ke mana-mana, kan, kuberitahu kau berita buruk, hari ini mereka pindah lagi, kau mungkin akan lebih susah menemukan mereka."

Josephine murka hingga membanting ponselnya ke kasur, lalu membalik badannya dan mulai menangis. Tangisannya begitu menyayat hati.

Ia tak kunjung menemukan mereka, ia sudah meminta bantuan pada Nona Alice, juga pada Susi, kawannya yang bersekolah di Eropa, untuk bersama mencari mereka, namun tetap saja tak berhasil.

Tampaknya ibu dan anak dari keluarga Bai ini lebih cerdik dan teliti daripada dia.

Setelah menangis di kasur selama beberapa saat, Josephine pun bangun. Ia mengusap air matanya, dadanya yang naik-turun karena sedih perlahan-lahan mulai tenang.

Kemudian, ia meraih ponselnya di tengah ranjang, lalu menelepon Shella.

Begitu terhubung, langsung terdengar suara Shella yang mengejeknya, "Adik yang baik? Akhirnya kau mengangkat telepon?"

Josephine menghembuskan napas ringan, ia berkata, "Di kafe yang waktu itu, aku segera pergi."

"Kenapa harus di kafe? Kau bisa datang langsung ke rumah Keluarga Bai."

"Kakak Bai, kau juga boleh memilih untuk tak datang," kata Josephine lalu menutup telepon.

Setelah itu, ia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri, berganti baju, lalu turun.

Di bawah, Nenek melihatnya turun dan bertanya, "Shella, apa yang sebenarnya terjadi? Kemarin kau bilang mau menginap di rumah ibumu."

"Claudius bilang ia tak terbiasa, jadi..." katanya sambil menetralkan suasana hatinya dan berusaha tersenyum, "Nenek tenang saja, aku pasti akan menjaga anak ini baik-baik, dan melahirkannya ke dunia ini dengan sehat dan selamat."

Mendengarnya berkata begitu, ekspresi Nenek yang semula serius pun melunak, "Baiklah kalau begitu."

Setelah berpamitan dengan Nenek, ia pun meninggalkan rumah Keluarga Chen.

Saat ia sampai ke ruang VIP kafe, Fransiska dan Shella telah menunggunya di sana. Melihantnya datang seorang diri, kedua orang itu diam-diam menghembuskan napas lega.

Shella tertawa mengejeknya, "Kukira kau bakal terus bersembunyi di balik tubuh Claudius dan tidak berani keluar. Tampaknya kau masih belum memiliki keberanian ini."

Fransiska melanjutkannya, "Aku akan mengatur waktu lagi dengan dokter, kalau kau berani memberitahu Claudius, aku tidak akan melepaskanmu.'

Josephine menarik napas dalam-dalam, ia menatap lekat ibu dan anak itu.

Bukan ia yang memanggil Claudius ke rumah sakit. Ia juga tak tahu mengapa pria itu bisa muncul di rumah sakit, ia sama sekali tak pernah bertanya. Banyak hal yang terjadi hari ini, ia tak punya niat untuk menanyakan detail seperti itu.

Ia tidak merasa perlu untuk menjelaskan hal ini pada mereka. Josephine pun berdiri di hadapan mereka sambil berkata datar, "Tujuanku datang ke sini, adalah ingin memberitahu kalian, anak ini, tak akan bisa digugurkan apapun yang terjadi."

"Beraninya kau?!" Shella murka sampai bangkit dari sofa.

Dibandingkan dengan Shella yang panik, Fransiska tampak sedikit lebih tenang. Ia menarik Shella untuk duduk kembali, lalu berdiri sejajar dengan Josephine dan berkata tanpa ekspresi, "Lalu apa maumu?"

"Nyonya Bai, kau sepertinya belum mengerti statusku di dalam keluarga Chen, maka sekarang kuberitahu kau, meskipun selama ini kau hidup sebagai nyonya besar yang terhormat, tapi di mata Keluarga Chen, Keluarga Bai sama sekali bukan apa-apa. Mereka pun sama sekali tak memperhitungkan putrimu. Sejak awal, Nenek Tua Chen tak pernah berencana membiarkanku tinggal di rumah Keluarga Chen, kalau bukan karena cincin ini, aku pasti sudah diusir keluar sejak hari kedua pernikahanku," kata Josephine sambil memamerkan cincin emas permata di jari manisnya, lalu melanjutkan cemoohannya, "Selama ini, sikap Nenek kepadaku selalu jijik dan meremehkan, bahkan ia tak berkenan bicara satu kalimat pun padaku. Belakangan sikapnya berubah, semua karena anak ini. Ia bersikap baik padaku juga karena anak ini. Kalau anak ini tidak ada lagi, menurutmu apa yang akan dia lakukan? Akankah ia melepaskanku hanya karena sebuah cincin? Apakah putri kesayanganmu akan bisa masuk ke Keluarga Chen dengan lancar menggantikanku?"

Meskipun Fransiska dan Shella marah karena kata-kata Josephine ini begitu merendahkan Keluarga Bai, namun mereka juga tahu kalau itu adalah kenyataan.

Setiap kali Fransiska berkunjung ke rumah Keluarga Chen, Nenek tak pernah menunjukkan wajah ramah padanya, bahkan ia tak bersedia berbicara dengannya. Tekanan tak berwujud inilah yang membuat Fransiska selalu tunduk seperti bawahan tiap kali berhadapan dengan Nenek Tua Chen.

"Kalau kalian bersikeras membunuh anak ini, maka aku hanya punya 1 pilihan, yakni memberitahukan semuanya kepada Nenek. Dengan hancurnya Keluarga Bai, kematian ibu dan adikku pun tak akan sia-sia!"

"Kau berani?" balas Shella marah sampai hampir beranjak dari sofa lagi.

"Kalau kalian berani, aku berani."

Fransiska menatap Josephine dengan sama marahnya. Sebenarnya ia juga pernah memikirkan masalah ini, kalau anak itu tidak ada, Nenek Tua Chen pasti akan menyalahkan Keluarga Bai yang tidak menjaga anak itu dengan baik, apalagi emosi Nenek begitu sulit ditebak.

Fransiska berpikir sejenak, lalu berkata, "Karena kau berkata begitu, kita ulur waktu sampai anakmu lahir, baru kita bertukar identitas. Anak itu nanti akan dirawat oleh Shella."

Ini adalah rencana kedua yang dipikirkan Fransiska sebelumnya, namun ditolak oleh Shella. Kekurangan dari rencana ini adalah sang anak merupakan anak Josephine. Ini seperti bom tersembunyi yang siap meledak sewaktu-waktu.

Kali ini sama, begitu mendengar perkataan ibunya, Shella buru-buru menolak, "Bu, aku tak mau!"

Fransiska menepuk-nepuk tangannya, menyuruhnya untuk diam. Ia kembali mengarahkan pandangannya pada Josephine, "Kau tenang saja, anak ini nanti akan dirawat di rumah Keluarga Chen. Dengan kasih sayang dari Nenek Tua Chen, hidupnya akan jauh lebih bahagia dibanding jika bersamamu."

Josephine menunduk, ia sedih sampai tak bisa berkata-kata.

Menyerahkan anaknya kepada Nenek, ia tentu tenang, tapi wanita licik bernama Shella ini sungguh tak bisa dipercaya. Meskipun begitu, ini adalah hal terkahir yang bisa diperbuatnya untuk merebut haknya.

Selama anaknya terlindungi, ia tak berani lagi meminta lebih banyak. Selanjutnya bagaimana, dijalani dulu saja!

Novel Terkait

Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu