Istri ke-7 - Bab 154 Kekasih yang Ditakdirkan (3)

Claudius merasa ia terus memperhatikannya, ia pun menoleh dan tersenyum tipis, "Kenapa? Kau mulai terpesona lagi pada suamimu?"

"Tidak," Josephine memalingkan wajahnya dengan malu, "Aku hanya iri padamu."

"Iri kenapa?"

"Aku iri akan pekerjaanmu, tidak perlu menjadi sampah seperti aku yang setiap hari berdiam di rumah."

Claudius selesai mengikat dasinya. Ia berjalan ke hadapan Josephine lalu membantunya duduk di kasur, "Katakan saja, tidak perlu berputar-putar begini."

"Kalaupun aku mengatakannya kau tetap tidak akan menyetujuinya," Josephine memalingkan wajahnya.

Claudius tertawa dan memutar kembali wajah mungil Josephine, "Seingin itukah kau untuk bekerja?"

"Benar, aku tidak ingin berdiam di rumah dari pagi sampai malam," protesnya.

Claudius berpikir, lalu bertanya, "Kalau begitu beritahu aku, apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan mendesain, juga merawat anak." Melihat Claudius melunak, hatinya diam-diam gembira, ia berkata dengan tak sabar, "Sebelum menikah denganmu, aku punya pekerjaan tetap! Aku menjadi desainer di sebuah perusahaan dekorasi. Tentu saja, aku tetap lebih suka berinteraksi dengan anak-anak, karena aku bisa mengajari mereka menggambar."

Melihat ekspresinya yang begitu antusias, Claudius semakin suka kalau ia menjadi desainer.

"Berhubung kau ingin sekali bekerja, maka kau bisa bekerja sebagai perancang interior bangunan di Perusahaan Besar Chen," kata Claudius tenang.

"Kenapa di Perusahaan Besar Chen?" senyum di wajah Josephine perlahan memudar. Kalau begini apa ia masih punya kebebasan? Apa ia masih bisa melakukan hal-hal yang disukainya?

"Kalau tidak kau mau pergi ke mana? Bukannya melayani di perusahaan sendiri, malah jadi pegawai di perusahaan lain."

"Bukan, aku hanya merasa Perusahaan Besar Chen terlalu tinggi bagiku, aku tak punya kemampuan."

"Tidak apa-apa, kau bisa belajar," kata Claudius sambil tersentum tipis.

Claudius sama sekali tidak berharap ia akan mampu melahirkan karya yang bagus, ia hanya ingin membuatnya senang dengan bermain-main di Departemen Perancangan.

"Mengapa tidak membiarkanku bekerja di panti asuhan saja?" Josephine tetap lebih menyukai pekerjaan ini, bagaimanapun juga.

"Bekerja di bawah naunganmu itu tidak bagus, maksudku, karena kau orang-orang akan memperlakukanku secara berbeda. Bahkan berbicara pun mereka tak berani keras-keras, apalagi menyuruhku bekerja.

"Kau terlalu khawatir, tidak akan ada orang yang memandangmu terlalu tinggi. Intinya aku tidak ingin kau berada terlalu jauh dariku." Claudius bangkit dari ranjang, "Pertimbangkanlah matang-matang apakah kau mau pergi atau tidak, kalau sudah beritahu aku."

"Tentu aku mau," Josephine buru-buru turun dari ranjang dan menarik lengan Claudius, "Tunggu aku sebentar, hari ini aku ikut ke perusahaan."

Melihatnya berlari ke arah ruang ganti, Claudius pun menggeleng-gelengkan kepala. Tampaknya, Josephine telah tak berdaya dibuatnya.

Sepanjang perjalanan, Claudius mendapati wajah Josephine amat ceria. Matanya yang indah jadi menyipit karena senyuman.

Claudius memarkir mobilnya di parkiran khusus CEO di depan pintu gedung perusahaan. Ia mengeluarkan sebuah ponsel dari laci mobil dan menyerahkannya pada Josephine, "Kartu nomornya sudah terpasang. Kau bisa menggunakannya kapanpun. Ingat, kalau kau berani meminjamkannya pada orang lain lagi, aku tidak akan memaafkanmu."

Ponsel mahal ini sudah dipersiapkannya sejak beberapa hari yang lalu. Ia berencana memberikannya pada Josephine. Kebetulan, hari ini adalah hari pertamanya bekerja, jadi anggap saja ponsel itu sebagai hadiah.

Josephine tahu bahwa yang dimaksud oleh Claudius adalah kejadian ia memberikan ponsel mahalnya pada Shella. Ia pun buru-buru berkata, "Tidak akan, kali ini aku tidak akan memberikannya kepada siapapun."

Waktu itu ia terpaksa memberikannya karena harus bertukar identitas dengan Shella. Tapi kali ini tidak sama lagi, ia tidak akan menginjak-injak maksud baik Claudius lagi.

Josephine membuka kotak itu, di dalamnya adalah ponsel dengan desain feminin yang unik. Sekilas langsung terlihat bahwa itu adalah edisi terbatas karena tak pernah terlihat di pasaran. Josephine mendongak dan berkata pada Claudius, "Terima kasih, ini sangat cantik."

"Baguslah kalau kau suka," Claudius mendekatkan pipinya, Josephine pun tanpa ragu mengecupnya.

Sebelum Josephine masuk, Asisten Yan telah berpesan pada seluruh karyawan Departemen Perancangan agar tidak memperlakukan Josephine secara khusus, apalagi sampai membuatnya merasa tak bebas. Jadi, setelah Josephine selesai mengurus semua administrasi dan masuk ke Departemen Perancangan, ia tidak merasakan sesuatu yang berbeda.

Melihat semua orang sibuk mengerjakan pekerjaan masing-masing, ia pun merasa tenang.

Asisten Yan membawanya ke hadapan seorang gadis yang usianya tak jauh berbeda dengan Josephine, lalu berkata, "Ini Cindy, selanjutnya kau akan ikut bekerja bersama dia."

"Halo, kau bisa memanggilku Cindy," Gadis itu sudah diberi pesan oleh Asisten Yan sejak awal, jadi ia tidak berlaku terlalu ramah, melainkan sama seperti memperlakukan karyawan biasa.

"Halo, aku Josephine, mohon bimbingannya," katanya sambil mengulurkan tangan.

Setelah Asisten Yan pergi, Josephine ditempatkan di sisi Cindy oleh manajer. Ia baru saja mempelajari skala dan manajerial perusahaan ketika menerima pesan pendek dari Claudius: Jam 12 naiklah untuk makan siang.

Josephine berpikir sejenak, lalu membalas: Aku baru dapat teman baru, jadi tidak makan bersamamu.

Detik berikutnya, ponselnya berbunyi.

Josephine keluar untuk menerima telepon. Suara Claudius yang serius langsung terdengar dari ujung telepon, "Tiba-tiba aku terpikirkan sebuah pekerjaan yang bagus untukmu."

"Apa?"

"Menjadi sekretarisku."

"Aku tidak mau bersama denganmu selama 24 jam."

"Nona Bai."

"Tuan Chen, sekarang belum jam istirahat, tapi kau sudah menggoda pegawai perempuan duluan, apakah pantas?" Josephine menyeringai, "Aku tutup dulu, ya!"

Josephine pun menutup teleponnya.

Setelah itu, ia kembali kantor. Masih ada 2 menit sebelum jam istirahat. Josephine tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke arah Cindy dan bertanya, "Cindy, apakah di antara orang-orang yang kau kenal, ataupun yang tidak kau kenal, ada yang mengangkat anak akhir-akhir ini?"

Cindy tertegun akan pertanyaan Josephine. Ia menatapnya heran, "Apa yang kau katakan?"

Josephine ikut tertegun. Benar juga, apa yang sedang ia lakukan? Untuk apa ia menanyakan hal seperti ini di hari pertamanya bekerja? Betapa ia mencemaskan keberadaan anaknya! Beberapa detik kemudian, ia baru terkekeh, "Ee, saudara dari temanku barusan kehilangan anak dan dia sangat panik."

Alasan Josephine sangat ingin bekerja, selain karena tak ingin menjadi sampah di rumah, ia ingin membangun kehidupan sosial bagi dirinya sendiri. Yang terutama, ia ingin mengenal lebih banyak orang dan ingin lebih bebas mencari anaknya.

Hanya saja bertanya hal seperti ini di hari pertamanya bekerja sangatlah tidak pantas! Apalagi ia tak tahu apakah gadis ini merupakan mata-mata Claudius untuk mengawasinya atau bukan!

CIndy berpikir, lalu mengangguk, "Di dekat rumahku ada sepasang suami istri yang mengangkat anak."

"Benarkah? Laki-laki atau perempuan?" tanya Josephine tak sabar.

"Bayi laki-laki, baru berusia 2 bulan."

"Oh," Secercah harapan di hati Josephine pun seketika padam.

Cindy mendapati ekspresi Josephine yang berubah kecewa, ia pun buru-buru menenangkan, "Apakah temanmu itu sudah meminta bantuan melalui media sosial? Kalau belum, segeralah lakukan seharusnya bayinya akan bisa segera ditemukan."

"Aku mengerti," Josephine tersenyum kecut, "Dia sudah melakukannya, kini sedang menunggu kabar."

"Oh," Cindy mengangguk-anggukkan kepala.

Josephine segera mengganti topik pembicaraan, "Sudah jam istirahat, kita pergi cari makan, yuk!"

"Kau mau makan di kantin bersamaku?" tanya Cindy sedikit tak percaya.

"Ya, bukankah sudah kubilang aku akan ikut denganmu?"

"Oh, baiklah. Yuk, kita makan," Cindy menggandeng tangan Josephine dan berjalan menuju lift.

Malam harinya, saat Claudius kembali dari ruang baca menuju kamar tidur, ia melihat Josephine sedang menggambar sketsa sambil berbaring di sofa.

Claudius menuang air, lalu berjalan ke arah Josephine sambil minum Ia mengamati desain ruangan di atas kertas sketsa Josephine, "Rajin sekali?"

"Manajer memintaku untuk menyerahkan sketsa desain ruangan secepat mungkin. Ia ingin melihat kemampuanku sebelum memberiku pekerjaan," jawab Josephine tanpa mengalihkan pandangannya dari sketsa.

"Kenapa kau tak menggunakan aplikasi di komputer?" Claudius menyodorkan gelas ke mulut Josephine.

"Aku ingin mencari naluri terlebih dulu di atas kertas," Josephine minum seteguk, lalu mendongak menatap Claudius, "Aku sungguh terkejut, ternyata bisnis keluargamu besar sekali, dari properti, rumah sakit, perhiasan, sampai hotel, kau melebarkan sayap sebesar ini dan tak takut rugi."

"Ini juga perusahaanmu," koreksi Claudius.

Kata-kata ini menghangatkan hati Josephine, bukan karena harta kekayaan Claudius, melainkan ia suka saat Claudius menjadikan dirinya sebagai bagian dari keluarga.

"Kalau begitu aku mau lebih rajin berkontribusi untuk perusahaan kita," Josephine terkekeh, lalu kembali menunduk hendak melanjutkan sketsanya.

Namun Claudius merebut kertas dan pensilnya, lalu menggendongnya ke arah ranjang sambil menciumi lehernya, "Sekarang sudah terlalu malam, saatnya melakukan sesuatu yang berguna."

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu