Cantik Terlihat Jelek - Bab 592 Raven Cemburu

Deren mengangguk, “Tidak perlu merasa terlalu spesial dan terhormat. Aku hanya terlalu memandang penting klien ini saja.”

Ruisi Therapy berada di pinggiran kota A. Ketika keduanya tiba, waktu sudah menunjukkan lebih dari jam tujuh malam.

Dia awalnya mau mengirim pesan ke Raven untuk memberitahunya, dirinya malam ini akan kerja lembur. Tapi begitu mengeluarkan ponselnya, dia tidak menyangka ternyata ponselnya sudah mati kehabisan baterai. Dia berpikir mungkin ini tidak akan lama jadi dia pun tidak terlalu banyak berpikir.

“Presdir Raven, apa ini adalah keponakanmu?”

Di kantor presdir opm, Raven mengambil ponselnya dan melihat video yang dikirim temannya.

Di video itu, Hutu dan Deren seolah sedang mendiskusikan sesuatu. Hutu tersenyum dan bersandar ke depan.

Wajah Raven langsung jadi muram, dia mengambil ponselnya lalu menelepon Hutu tapi malah mendapat balasan otomatis telepon yang mengatakan ponsel yang dihubungi dalam keadaan mati.

“Deren, keponakanmu sekarang pacaran dengan dia? Bocah ini akhir-akhir ini sangat populer!”

Lalu temannya itu mengirimi pesan ini.

Raven menarik napas sedalam-dalamnya, “Alamatnya dimana?”

“Yoh, mau apa? kamu yang pamannya ini masih mau mengurusi urusan keponakan sendiri?”

Ketika Raven datang, Hutu dan Deren baru saja keluar dari Ruisi.

Dari kejauhan, Hutu melihat mobil Raven. Dia masih mengira kalau dirinya salah lihat sampai akhirnya orang di mobil itu menyalakan lampu mobilnya. Baru Hutu yakin kalau dirinya tidak salah lihat.

“Presdir, paman...pamanku sepertinya ada di depan sana. Aku akan memintanya mengantarkanku pulang jadi kamu tidak perlu mengantarku pulang.”

Kata Hutu kepada Deren.

“Pamanmu...?”

Ketika sedang bicara, Raven turun dari mobil dan berjalan menghampiri mereka.

Mulut Deren membuka lebar, “Paman....pamanmu itu Raven?”

Nama besar dan reputasi Opm terkenal di industri ini, apalagi Raven lebih terkenal lagi.

Hutu tidak terkejut, Deren mengenalnya. Tapi yang membuat Hutu terkejut adalah, bagaimana Raven bisa tahu dia ada disini.

Apalagi wajah Raven terlihat sedang tidak senang.

Dia mendorong rambut di sisi telinganya ke bagian belakang telinganya dan mengerutkan bibirnya, lalu dia menatap Raven, "Paman, kenapa kamu bisa ke sini?"

Deren mengulurkan tangan kepada Raven, "Tanpa disangka ya, ternyata Presdir Raven ini adalah paman Hutu. Halo, namaku Deren.”

Raven mengiyakan, dia pun mengulurkan tangan juga untuk menerima jabat tangan Deren lalu segera melepaskannya.

Dia berbalik melihat ke Hutu, “Sudah makan malam belum?”

Nada bicaranya sangat tenang tapi Hutu bisa mendengar jelas ada emosi lain di suaranya.

Dia menaikkan alisnya, “Belum.”

“Benar-benar maaf sekali ya. Karena urusan perusahaan hari ini sampai membuat Kakak Hutu lembur. Ayo, aku yang teraktir, Presdir Raven kebetulan sekali di sini, ayo ikut makan bersama.”

Hutu mengerutkan kening lalu melihat ke Deren. Sudut bibirnya terangkat lalu mengangguk, “Kalau begitu, terima kasih banyak Presdir Deren.”

Raven menatap Hutu, “Walaupun bekerja tapi tetap harus makan. Jangan terus seperti ini bekerja sampai kelaparan.”

Dia bicara sambil menyisihkan poni di kening Hutu ke samping.

Hutu merasa tidak nyaman, mengerutkan bibirnya lalu mengangguk, “Iya aku tahu.”

Karena terlalu malam, mereka bertiga mencari sebuah restoran China seadanya lalu memesan beberapa makanan.

”Jangan pedas ya. Rasanya yang ringan saja."

Kata Raven kepada pelayan setelah memesan makanan.

Deren pun menuangkan minuman untuk Raven, "Paman tidak suka pedas?"

Setelah panggilan 'paman' itu terucap, Hutu jelas merasakan ekspresi wajah Raven jadi semakin muram. Dia pun menyadari sesuatu akhirnya dengan segera dia tersenyum dan berkata, "Aku yang tidak suka pedas."

Jelasnya.

Deren menjawab "oh” lalu melihat ke Hutu, “Kalau begitu kedepannya makanan yang dipesan untuk makan siang, aku akan menyuruh mereka memesan makanan yang tidak pedas. Kamu harusnya mengatakannya dari awal."

Bibir Hutu terbuka lebar lalu tanpa sadar langsung melihat ke Raven dan menyadari kalau dia menatap dirinya sambil menahan tawa.

Dia dan Deren tidak terlalu kenal dekat, hanya pernah beberapa kali mendisusikan beberapa proyek bersama-sama.

“ Direktur Hener,tidak usah, tidak usah. Aku samakan saja dengan mereka."

Hidangan telah di sajikan, Deren tanpa ragu memberikan makanan-makanan yang enak ke hadapan Raven, "Paman, kamu dan Hutu tidak perlu merasa tidak enak ya."

Selanjutnya, beberapa dari mereka sama-sama memikirkan sesuatu jadi mereka tidak begitu banyak makan.

Sepanjang perjalanan pulang, Hutu melihat Raven yang terus bermuka muram, sudut bibirnya terangkat dan dia tertawa terus sepanjang jalan sampai tiba di rumah.

Begitu sampai rumah dan pintu di tutup, Raven tanpa menunggunya melepas sepatu, langsung menyudutkannya ke dinding lalu menciumnya.

Hutu tahu apa yang dipikirkan Raven.saat ini dan dia juga tidak menolak hal itu.

Dari depan pintu hingga ke dalam kamar.

Hutu masih bersandar lemas di dekapan Raven. Jemarinya ditaruh dan menekan bibir Raven, "Paman, bagaimana rasanya cemburu?"

Raven menggenggam tangan Hutu lalu menciumnya. Ada beberapa hal yang tidak perlu dijelaskan. Sikap dan gerakan lebih bisa menjelaskan semuanya dengan jelas. Raven percaya kepada Hutu, hanya saja ketika menemukan kalau keindahan dan kecantikan yang sekarang sudah terlihat pada tubuh wanita kecilnya ini bisa dinikmati banyak orang, Raven jadi tidak bisa.menerima itu semua saja.

"Tidak enak sekali." jawabnya dengan serius.

"Ha ha ha kalau begitu sekarang kamu tahu. Setiap hari, hari-hari apa yang selalu aku lewatikan? Di sampingmu begitu banyak wanita yang selalu saja ingin meraih dan memelukmu, aku sampai rasanya mau gila karena marah."

Hutu bicara sambil.tersenyum, dia menatap Raven lalu dia mencium Raven, "Paman muda, kamu yang seperti ini ada di sampingku. Aku mana mungkin bisa jatuh cinta dengan yang lainnya. Deren di mataku hanyalah seorang anak kecil.”

Jelasnya.

Raven menekannya dalam pelukan, “Jangan kerja lagi, ya? aku yang akan membiayaimu!”

Hutu memicingkan mata lalu duduk tegap dan memandang Raven, “Dulu siapa yang bilang kalau seorang wanita harus bisa mandiri? Paman, kamu tidak boleh tidak berprinsip begini dong!”

Dia bicara sambil berdiri dan mengenakan bajunya kemudian berkata, “Apalagi jika aku setiap hari di rumah terus, aku bisa-bisa jadi depresi karena kurang percaya diri. Kamu kan begitu luar biasa hebat.”

Raven tidak mengatakan apapun lagi, mengangguk, “Kalau begitu kerjalah di tempatku.”

Hutu pun mengambil bantal di lantai lalu melemparkannya ke Raven, sambil geleng-geleng kepala, “Menikmati kecantikan itu butuh jarak, tidak boleh terus dinikmati di jarak yang terlalu dekat!”

Mungkin kejadian ini memunculkan rasa bahaya untuk Raven. Setelah kejadian ini, tidak peduli seberapa sibuk dia, dia selalu akan meluangkan waktunya untuk sekedar menelepon Hutu atau mengiriminya pesan.

Hubungan mereka berdua pun jadi semakin baik.

Mungkin juga karena kepercayaan. Raven tidak pernah menghalangi Hutu bekerja dengan Deren atau memintanya mengundurkan diri dari pekerjaannya.

Hutu sangat berterima kasih dan bersyukur atas kepercayaan Raven ini. Dia pun mencari waktu yang tepat untuk bicara serius dan lebih dalam mengenai hubungan yang dimilikinya kepada Deren.

Dia sangat lega dengan terus terang yaitu tidak bisa menjadi pasangan dan hanya bisa menjadi sebatas teman saja.

Dalam sekejap, sudah akhir tahun.

"Pesta akhir tahun perusahaan, aku butuh teman wanita untuk menghadirinya.” Kata Raven tiba-tiba ketika makan hari ini.

Hutu terkejut, lalu minum supnya dan melihat ke Raven, “Kakek, mengijinkanku pergi?”

Walaupun kemudian, dia tidak pernah mencari masalah lagi dengan Hutu.

Tapi, Hutu tahu jelas kalau kakek hanya sedang menunggu kesempatan yang bagus datang.

“Dia yang mengusulkan, dia bilang untuk mengajakmu pergi bersama.”

Novel Terkait

Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu