Cantik Terlihat Jelek - Bab 482 Keluarga Yang Datang Tiba-Tiba

"Aku tahu, Bima sudah memberi tahu aku, tetapi aku meminta kamu tinggal di sini bukan karena aku bermaksud mau kamu menjadi menantu aku, kamu dan Bima tidak ditakdirkan menjadi suami istri........"

Ibu Bima menghela sebuah nafas sebelum berkata lagi, "Tetapi tante sangat menyukai kamu, aku mendengar sekarang orang tuamu juga sudah tidak ada, aku tidak tahu apakah kamu ingin menjadi anak gadisku?

Setelah berkata, Ibu Bima berdiri dan menatap ke Weni, "Yang paling penting adalah aku juga sangat menyukai Kiki"

Kejadian ini sama sekali berada di luar dugaan Weni.

Mulut Weni terbuka dengan kaget, dia tidak mengerti mengapa ibu Bima melakukan hal ini.

Mereka tidak pernah berjumpa banyak kali, berkata tentang 'menyukai', apakah tidak sedikit memaksa?

Meskipun Weni dan Bima memang pernah berpacaran dulu, sekarang melihat kembali, semuanya terlihat seperti permainan anak kecil.

Weni menoleh ke Bima, dia ingin meminta pendapatnya.

Bima menggerakan bahunya, "Kamu tidak perlu memiliki tekanan, Mamaku bukan suka meminta siapa saja tinggal di rumahku, mulai sekarang kamu jadikan sini sebagai rumah kau saja, rumah kami akan baik-baik saja walaupun menambah sepasang sumpit untuk kamu"

Bima menunjukkan ekspresi yang tidak peduli banyak, tetapi Weni tahu semua ini karena Bima tidak ingin membuat Weni memiliki tekanan.

Mungkin karena orang tuanya baru saja meninggal, atau mungkin karena kakek dan neneknya terlalu kejam.

Kebahagiaan yang datang begitu tiba-tiba ini membuat hati Weni yang awalnya sudah merasa pasrah terasa sedikit hangat.

Hanya saja, hal ini benar-benar terlalu memaksa, selain itu Weni harus tinggal bersama Bima, pria yang dia cintai tetapi tidak bisa bersama dengannya, berpikir tentang hal ini saja dia merasa sakit hati.

Weni menggelengkan kepalanya dan membungkuk kepada ibu Bima : "Tante, Weni merasa sangat terima kasih atas kebaikan kamu, tetapi, aku tidak bisa....."

"Weni, walaupun kamu tidak mau berpikir untuk dirimu, bukannya kamu juga harus berpikir untuk Kiki?"

Bima yang awalnya menyandar di lemari langsung berdiri tegak setelah mendengar tolakan Weni, dia memotong kata-kata Weni dengan nada suara tinggi.

Melihat Weni menatap kepadanya, Bima lanjut berkata :

"Aku mendengar, kakek dan nenek kamu merebut rumah yang kalian tinggal? juga? Sekarang di kota A, kau tidak memiliki rumah, apakah kamu pernah berpikir bagaimana Kiki sekolah nanti? Aku tahu kamu memiliki prinsip sendiri tetapi kamu sudah menjadi Mama, apakah kamu tidak merasa kamu harus berpikir lebih banyak untuk Kiki?"

Bima merasa agak emosional, sehingga dia berkata agak banyak, tetapi kata-kata dia merupakan fakta yang sangat realitas.

Weni melihat rasa sakit hati untuk Kiki di mata Bima.

Weni tidak tahu, apakah ini merupakan sehati antara ayah dan anaknya, walaupun mengetahui Kiki bukan anaknya, Bima tetap sangat menyayanginya.

Iya juga, Weni mengapa tidak sempat berpikir, tanpa rumah, Kiki bagaimana sekolah?

Berdasarkan personalitas kakek dan nenek, mereka tidak mungkin tidak menjual rumah itu.

Ayah Weni memiliki rumah di kampung, tetapi kampung itu juga termasuk pemilikan keluarga Wen, Weni benar-benar tidak ingin memiliki hubungan apa pun lagi dengan mereka.

"Kata-kata Bima tidak salah, kalau kamu datang tinggal di sini, nama Kiki bisa diletakkan di kartu keluarga kamu, sekolah di daerah kami sangat terkenal di kota A, hal ini sangat beruntung untuk perkembangan dan pendidikan Kiki, Weni, tante tahu kamu memilliki pemikiran sendiri, tetapi tante merasa kamu bisa mempertimbangkannya dengan baik"

Weni menundukkan kepalanya, setelah beberapa saat dia mengangkat kepalanya dan melihat ke Bima, "Kamu harus menikah dan melahirkan anak, aku tidak ingin menjadi halangan kamu"

Sebenarnya, Weni tahu di bawah kondisi seperti ini, kalau Weni memberi tahu Bima Kiki adalah anak kandungnya, berdasarkan personalitas Bima, dia pasti akan tanggung jawab terhadap mereka.

Semua masalah pun bisa diselesaikan dengan bagus.

Tetapi......

Berpikir tentang Weni harus menggunakan Kiki untuk mengikat Bima berada di sisinya, semua usaha dan kematian orang tuanya akan menjadi apa? Bukannya penghidaran dalam waktu banyak tahun ini akan menjadi tidak berguna dan sia-sia?

Jadi, Weni tidak akan memberi tahu hal Bima, satu kehidupan ini terlalu panjang, kalau dua orang tidak saling mencintai, hari-hari mereka bersama akan terasa seperti tahun, hidup seperti itu terlalu menyedihkan.

Bima tertawa dengan dingin sebelum berkata :

"Kamu benar-benar berpikir sangat banyak, kamu tenang saja, asal kamu tidak bilang, tidak akan ada yang tahu kita pernah menikah, mulai sekarang, di mata orang luar, kamu adalah adikku dan Kiki adalah keponakan aku, hanya itu saja"

Adik? Keponakan?

Weni melamun sejenak, kalau begitu....

Kalau begitu berarti Weni boleh berada di sisi Bima selamanya? Mereka tidak akan berpisah lagi dengan alasan yang tepat.

Apakah orang tua Weni akan merasa lebih tenang kalau begitu?

Apakah Kiki juga akan memiliki kasih sayang ayah juga kalau begitu?

Sejujurnya, pemikiran seperti ini membuat hati Weni merasa tergoyah.

"Aku berpikir sebentar dulu" Weni menarik nafas.

Ibu Bima mengangguk dan Bima menunjuk ke semangkuk sup di samping lemari tempat tidur, "Mama bangun sangat pagi hari ini dan membuat makanan siang sekaligus untuk kamu, minum selama masih hangat!"

Satu kalimat yang sederhana ini membuat air mata Weni mengalir.

Mungkin karena baru-baru ini dia benar-benar terlalu butuh bantuna, jadi, ketika bantuan tiba-tiba menghampirinya, dia merasa sangat sangat tersentuh.

"Tante, terima kasih, terima kasih!" Weni membungkukkan badannya kepada Ibu Bima.

Mata Ibu Bima memerah, dia menepuk bahu Weni, "Kiki, ayo, ikut nenek pergi main dulu, biarkan Mama istirahat lagi"

Kata 'nenek' itu terdengar sangat ramah.

Pintu pun tertutup untuk sekali lagi.

Weni turun dari tempat tidur dan membuka kurtain jendela, dia menyandar di jendela dengan sup di tangannya.

Baru-baru ini, masalah terjadi satu per satu, otak Weni menjadi sangat berantakan.

Tetapi sepertinya hati Weni sudah mulai sembuh.

Siapa baik, siapa jahat, sepertinya dia juga sudah melihat dengan jelas secara perlahan.

Berpikir tentang pada akhirnya orang yang memberikan dia kehangatan adalah orang yang dia terus hindari, Weni merasa hidup itu seperti sebuah drama yang tidak bisa ditebak.

Sampai ponselnya berdering, Weni baru ditarik kembali ke realitas.

Weni meletakkan mangkuk kosong yang dia pegang dan menatap ke ponselnya, panggilan video call dari grup, Weni pun mengangkatnya.

"Weni, bagaimana keadaan kamu di rumah Bima?" Yang berkata duluan adalah Mimi, tatapan dia dipeunuhi oleh kerisauan.

Weni melamun sejenak baru sempat bereaksi, sebelum dia pingsan, mereka bertiga semuanya sedang bersama dengan Weni.

Weni menjilat bibirnya, "Mengapa aku bisa berada di rumah Bima?"

Novel Terkait

Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu