Cantik Terlihat Jelek - Bab 676 Diselingkuhi

Dia berdiri di tengah kamar, terdiam sebentar, hatinya tidak bisa menahan sedikit kekecewaan.

Menghela nafas, menetralkan perasaannya, berpikir sebentar, lalu menggunakan handphone di tepi ranjang menelepon untuk Rambo.

Sudah semalam ini, dia masih tidak tenang dengan Rambo.

Telepon berdering beberapa kali nada, baru diangkat, setelah tersambung, dia bertanya: "Halo, Rambo, kamu pergi kemana? Apa sudah pulang?"

"......"

Terdengar suara aneh.

Mimi membuka mode speaker, suara ini, terdengar amat jelas di kamar yang kosong, tapi juga membuat wajahnya memerah.

Ini, jelas-jelas sedang.....

"Ka!" Telepon tersebut diputuskan oleh tangan yang mengulur kemari,

Mimi mengangkat kepalanya, melihat wajah Aderlan yang sedikit panik.

Dia dengan nafas tersenggal, jelas sekali baru berlari pulang.

Selanjutnya, melemparkan jaket di pundaknya ke atas sofa.

Mimi menyipitkan matanya, sedikit bingung dengan kekesalan Aderlan.

"Kamu kenapa?" Tanya Mimi.

"Kamu tadi sudah dengar semuanya?"

Mimi terdiam, mengangguk, "Ehn, menurutmu, mereka.....sedang......itu?"

Aderlan mengangkat matanya, melihatnya dengan dingin.

"Jadi menurutmu? Menonton? Masih mendengar pula.....dimana otakmu? Pria sampah seperti ini, sudah berapa lama kalian bersama?"

Aderlan menjadi marah.

Mimi teringat sebelumnya Rambo mengatakan kepadanya kalau dia sudah pacaran.

Dia menundukkan kepalanya, tidak bisa menahan untuk tersenyum, bagus sekali, Rambo sudah ada pacar.

Tapi, bagaimana Aderlan tau, dia dengan Rambo pacaran berapa tahun?

"Kamu......menyelidikinya?"

Mimi bertanya balik kepada Aderlan.

"Kamu sudah terluka, pacarmu malah pergi buka kamar hotel dengan wanita lain, menurutmu apa aku tidak boleh menyelidikinya?"

Aderlan sambil bercerita sambil melonggarkan kerah bajunya.

Hari ini, malam ini, benar-benar seru sekali.

"Aderlan, Rambo......" Mimi ingin menjelaskan kepada Aderlan hubungannya dengan Rambo.

Tapi, jelas sekali Aderlan sudah salah paham.

"Sudahlah, aku tidak mau mendengarmu mengungkit dia lagi, sudah lapar bukan? Makan dulu ini, baru tidur!"

Sambil berkata, Aderlan membalikkan badannya, berjalan ke depan pintu, membawa makanan yang ada di meja kemari.

Makan sampai setengah, tiba-tiba Aderlan menjelaskan.

"Aku tadi turun kebawah membeli makanan untukmu, melihat dia masuk ke dalam kamar bersama seorang wanita, tepatnya di hotel ini, jadi, aku baru menyuruh orang menyelidikinya, ada di tingkat ini, kalau......kamu mau......"

"Tidak perlu!" Mimi dengan cepat memotong perkataan Aderlan, dia tau maksud Aderlan, tapi dia tidak menyangka permintaannya ini terkabul.

Mengambil makanan di tangan Aderlan, "Aku sangat lapar, sangat ngantuk!"

Mimi menjawab dengan singkat.

Melihat ravioli di dalam mangkuk, Mimi terdiam, "Kamu masih ingat aku suka makan ini?"

Aderlan tidak menjawab, membukakan cuka untuknya, menuangkannya ke dalam.

Menunggu dia selesai makan, Aderlan membersihkan mangkuk dan sumpit.

Perhatian seperti ini, berbeda sekali dengan saat pagi hari bertemu dia yang dingin dan angkuh.

Melihat belakang punggungnya, sambil memikirkan masalah Rambo.

Mimi menyibakkan selimut, berbaring, memejamkan mata, tiba-tiba merasa kalau masalah Tuman, kalau bisa diselesaikan.

Maka, bukankah mulai saat ini hidupnya dari suram berubah menjadi cerah?

Aderlan sedikit gila dengan kebersihan, makanan yang berbau ini, dia tidak mungkin membiarkannya di dalam ruangan, jadi, sekembalinya dia dari membuang sampah, melihat kalau Mimi sudah tertidur.

Dia setengah berbaring di sebelah Mimi, tidak tidur semalaman.

Dia melihat wanita di sebelahnya, perasaannya bercampur aduk, melihat informasi yang dikirimkan orang kepadanya di handphone, hatinya iri sekali, beberapa tahun ini, pria itu selalu berada di samping Mimi.

Hari kedua, saat Mimi terbangun, punggung belakangnya terselip oleh sebuah selimut, menahan badannya.

Meja di depannya, terletak selembar kertas, terdapat tulisan yang sangat famiiar.

"Masalah Tuman, aku akan menyelesaikannya, hari ini istirahat disini,tidak boleh kemana-mana, kalau sudah bangun, telepon resepsionis, mereka akan mengantarkan sarapan naik, siang nanti aku akan kembali menjemputmu pergi makan."

Sangat ramah, juga sangat......intim.

Mimi mengakui, saat ini, hatinya bahagia.

Setelah menelepon resepsionis, dia masih belum berbicara, tapi resepsionis sudah dengan hormat berkata, sebentar lagi akan mengantarkan sarapannya naik ke atas.

Dia tidak mengatakan dia suka makan apa, tapi beberapa makanan yang diantarkan, semuanya adalah makanan kesukaannya.

Rupanya Aderlan tidak pernah lupa.

Mungkin karena semalam tidak tidur nyenyak, setelah siap makan, dia tertidur lagi.

Saat terbangun, dia terbangun karena ciuman.

Meskipun sudah sangat lama, tapi, bau Aderlan, dia selalu mengingatnya.

Jadi, dia refleks mengangkat lengannya, melingkari leher Aderlan.

Dia mengakui kalau dirinya bukan wanita suci.

DIa juga mengakui, kalau sifatnya tidak pernah bisa dibuat-buat, asalkan tidak ada hambatan di luar, dia bersedia menikmatinya/

Meskipun saat ini hubungannya dengan Aderlan masih belum jelas, dia juga tidak keberatan menikmati saat ini.

"Kamu menganggapku sebagai siapa?"

Hanya saja, tiba-tiba ciuman berhenti, pria itu bertanya dengan suara berat.

Mimi membuka matanya, keempat mata itu saling berpandangan, melihat kekesalan di mata Aderlan.

Dia baru tau rupanya pria ini sangat cemburuan, sangat was-was.

Dia menahan lengannya untuk mendudukkan badannya, bersandar pada kepala tempat tidur, tersenyum kepada Aderlan, "Bisa tidak jangan asal bertemu langsung berantam, lelah sekali!"

"Apakah kamu tadi mengira aku adalah dia? Makanya, beru membalas?"

Aderlan bertanya pada Mimi.

Mimi menggigit bibirnya, sedikit marah terhadap kesalahpahaman Mimi.

Melirik Aderlan sekilas, lalu mendorong Aderlan, "Benar, kamu ini siapa? Berani-beraninya menciumku?"

Mimi sengaja mencekiknya.

Dia berdiri, bersiap pergi ke kamar mandi.

Aderlan malah memeluk pinggangnya dari belakang, "Sebenarnya, aku tidak pernah melupakanmu, sama sekali tidak pernah."

Dia menurunkan dagunya sampai ke punggung Mimi, suaranya berat, dan juga sedikit kesulitan.

"Aku.....aku mengira, tidak akan bertemu kamu lagi selamanya."

"Setelah tau siapa kamu, aku marah, aku benci kamu membohongiku, tapi aku tau, aku lebih senang."

"Rozi.....aku rindu padamu.....sampai mau gila!"

Mimi hanya merasa seluruh tubuhnya tersengat listrik, nafasnya tersenggal pelan, rasa senang hatinya tidak bisa dijelaskan.

"Aderlan, aku adalah Mimi, bukan Rozi."

Dia hanya mempunyai sedikit akal sehat, membuatnya mengatakan kalimat itu.

Aderlan tidak menjawab.

Hanya menarik satu tangan, lalu mengulur masuk ke dalam belakang bajunya.

Mimi bisa merasakan, tangan itu, menyentuh pelan lukanya.

Kehangatan itu menjalar, rasa sakit dalam sekejap berkurang.

Badannya, tidak bisa berhenti gemetaran.

Novel Terkait

Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu