Cantik Terlihat Jelek - Bab 673 Rozi Muncul

"Kalau tidak, aku keluar lihat?"

Rambo memakai piyama yang berada di sebelah bangku ganti sandal, "Kamu naik dulu, masih tetap di kamar yang pernah kamu tidur sebelumnya, papa dan mamaku hari ini piket, malam hari tidak akan pulang, kamu jangan keluar, aku keluar lihat."

Mimi ingin mengatakan, lebih baik dia saja yang keluar, bagaimana juga dia bisa ilmu seni bela diri.

Tapi, dia mengerti, tidak peduli dirinya tampak sekuat apapun, juga bisa seni bela diri, di mata Rambo, dia hanyalah seorang gadis lemah.

Bertemu dengan kondisi panik apapun, selalu Rambo yang melindunginya.

Terkadang, Mimi berpikir, takdir memang bercanda dengannya, kalau bisa lebih cepat bertemu Rambo, mungkin saja, kehidupannya akan berbeda sepenuhnya.

Ataupun dia akan menyukai pria yang perhatian dan teliti ini.

"Untuk apa terbengong lagi, cepat masuk, pergi ke kamarku ambil jaket untuk kamu pakai, barang yang sebelumnya pernah kamu pakai ada di rak kedua, mandi air panas dulu, aku sebentar saja akan kembali."

Sambil mengatakannya, membuka pintu, merasa tidak tenang, dia memutarkan kepalanya berpesan lagi: "Jangan keluar ya, sudah tengah malam, tidak aman."

Mimi mengangguk, dia mencari sebuah baju untuk dia pakai, dengan simpel membasuh rambutnya, tapi bagaimanapun tetap tidak tenang.

Setelah berpikir-pikir, langsung berlari ke balkon outdoor di atap rumah Rambo.

Disana bisa melihat kondisi rumah disekitar, dia mencari sesuatu untuk mengalaskan kakinya, memanjat ke atas pagar dan melihat ke bawah.

Pada saat melihat pemandangan di bawah, dirinya terkejut sekali!

Ada puluhan orang, semuanya memakai baju warna hitam, wajah mereka tidak tampak jelas.

Tapi, di tangan mereka semua ada tongkat yang tidak sama panjangnya, jelas sekali, tujuan mereka tidak baik.

Sedang berpikir, Mimi tidak sempat ragu lagi, memutar badannya langsung berlari ke kamar.

"Malam-malam begini, datang kemari, untuk mencuri atau berselingkuh?"

Kepala penjahat, menggunakan tongkat di tangannya membuka setengah jendela kaca.

Asisten membalas dengan senyuman canggung, "Ketua, kami hanya numpang lewat."

Orang itu malah berdecih dingin, selanjutnya, mundur, lalu berlari maju dengan cepat, menggunakan tongkat memukul bagian depan mobil dengan kuat.

Bagaimana juga asisten masih muda, dia masih belum pernah bertemu dengan kondisi seperti ini.

Memutar kepalanya melihat Aderlan, "Presdir Aderlan, bagaimana ini?"

Tangan Aderlan menopang kening, tidak menjawab beberapa saat.

Begitu dia diam, asisten langsung tidak mengerti.

Awalnya tidak takut, sekarang mulai ketakutan gemetaran.

Tiba-tiba, di belokan di depan mobil, seorang pria berlari kemari.

Seperti sedang berbicara sesuatu dengan orang-orang itu, sambil berbicata, sambil menunjuk ke arah mobil.

"Presdir Aderlan........sepertinya pria itu sedang membantu kita berbicara."

Aderlan yang mendengar demikian, mengangkat alisnya, menolehkan kepalanya, melihat keluar mobil, saat melihat Rambo, jelas sekali dia tidak senang.

Krat

Pintu mobil terbuka.

Aderlan merapikan kerah bajunya, turun dari mobil, berdiri tegak melihat gerombolan orang itu, hampir tidak berkata, mengangkat tangannya dan mulai memukul.

Tidak memberi pihak lawan kesempatan untuk beristirahat.

Badan yang kuat itu, tangannya bergerak kuat dan tepat, membuat Rambo mundur kesamping.

Hanya saja, pihak lawan jelas sekali bukan orang yang berkumpul bersama.

Setelah Aderlan menggunakan beberapa trik, dalam hatinya sudah mengerti, ini bukan preman jalanan apanya.

Tangannya bergerak kuat dan lincah.

Tampak sekali dia pernah berlatih.

Sedangkan tujuan si lawan jelas sekali, yaitu membuatnya mati disini.

Hanya saja, kalau, sungguh hari ini, mati di tempat ini?

Tidak tau, Mimi, akan seperti apa ekspresinya?

"Hati-hati!" Diiringi dengan sebuah teriakan, Aderlan hanya merasakan sebuah bayangan sedang berlari ke arahnya.

Selanjutnya terdengar suara erangan.

Aroma yang masuk ke hidungnya, membuatnya dalam sekejap tercengang.

"Kamu ini gila ya? Sudah saat seperti ini masih terbengong?"

Suara pria yang familiar, suara marah yang familiar, rambut pendek, pakaian pria......

Kalau Aderlan yang tadi jantungnya hanya sedikit bergetar, saat ini sudah bagaikan tersambar petir.

"Pukul dulu!"

Melihat dia tidak bergerak, Mimi menelan air ludahnya, mengambil keuntungan dari serangan balasan, memutar badannya, menarik Aderlan, mengerutkan keningnya dan berteriak.

Jelas sekali lawan sangat terkejut dengan kehadiran Mimi.

Di tempat ini, mereka sudah mencari tau, orang yang tinggal disini, hanya ada 3 keluarga, dua keluarganya adalah orang tua.

Satu keluarga yang muda, tapi adalah orang biasa.

Dan juga saat ini, meskipun mendengar keributan, juga tidak mungkin ada orang keluar mengurus urusan ini.

Tapi tidak disangka, setengah jalan malah muncul orang seperti ini.

Mereka sudah mencari tau keahlian Aderlan, meskipun mereka ramai, tapi, kekuatan si lawan, mereka malah tidak menang.

Saat ini, tiba-tiba muncul satu orang seperti ini lagi.

Beberapa orang kembali bergabung, si ketua itu, jelas sudah melihat orang ini bukan orang lemah.

Melihat teman-teman di sebelahnya, satu per satu sudah tumbang, tangannya terayun, menggunakan tongkat menunjuk dua orang, lalu membawa orang berbaju hitam itu pergi.

Mimi menghela nafas lega, duduk di atas jalan, nafasnya tersenggal.

Beberapa tahun ini, dia tidak ada kesempatan melakukan hal seperti ini.

Jadi sudah lama sekali tidak memukul seperti ini, dia tadi benar-benar mengupayakan semua tenaganya.

"Kenapa-kenapa tidak?"

Suara Aderlan terdengar dari atas kepalanya, Mimi tidak mengangkat kepalanya, hanya menopang pada jalan, bersiap untuk berdiri.

Dia membuka rambut palsu di atas kepalanya, ini dia tinggalkan di rumah Rambo, tidak disangka hari ini malah terpakai, hanya saja tadi buru-buru, tidak sempat berdandan.

Saat ini, Rambo juga berlari kemari, "Bagaimana? Ada luka? Aku tadi lihat kamu dipukul dengan tongkat, biar aku lihat."

Sambil berkata, langsung membuka belakang baju Mimi.

Tangannya masih belum menyentuh, wajah presdir Aderlan langsung suram, lengan panjangnya terulur, menghentikannya, dengan kuat berteriak: "Tidak boleh lihat!"

Rambo dan Mimi saling bertatapan, berdecih dingin, "Presdir Aderlan, bukankah kamu sudah mengurus terlalu banyak, ini adalah calon istriku, kalau aku tidak boleh lihat, jadi kamu yang lihat?"

Setelah mengatakannya, membantu Mimi berdiri, "Ayo, kita pulang dulu."

Mimi ragu sebentar, lalu menggeleng, "Rambo, aku malam ini tidak boleh ke rumahmu, aku takut kalau orang-orang itu tau rumahmu disana, akan mencarimu untuk balas dendam, ayolah, naik mobilnya, malam ini kita pergi ke kota, buka kamar hotel saja."

"Buka kamar hotel?"

"Buka kamar hotel?"

Dua pria itu berkata bersamaan.

Novel Terkait

Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu