Cantik Terlihat Jelek - Bab ke-358 Lembut dan harum

“Jangan beritahu aku, kalau kamu berbaik hati, katakan saja, apa tujuanmu?”

Mia merapatkan bibir, alisnya berkerut sejenak, dan tidak kaget akan reaksi pria ini, dia berterima kasih sampai menitikkan air mata, baru dia terkejut.

Dia menghirup napas sejenak, tidak ada jawaban.

Dia mengangkat tangan sambil melepaskan celemek, dan tidak sengaja, tali celemek tersebut terikat mati.

"Direktur Mo, apa bisa bantu aku lepaskan?" Sambil berkata, dia membalikkan badannya menghadap sang pria, rok ketat yang dia kenakan itu memperlihatkan bokongnya yang sempurna.

Mohan dengan refleks menjulurkan tangannya, sampai pada akhirnya dia terpaku ditengah-tengah, jari tangannya perlahan-lahan dimiringkan, dan akhirnya diturunkan, apakah dia sudah gila?

Merasa tidak ada reaksi apapun, Mia memutarkan kepalanya dan melihat Mohan sejenak, merasa canggung sambil merapatkan bibir, "Tidak apa-apa, aku minta orang lain bantu melepaskannya, silahkan lanjutkan makan anda, Direktur Mo.

Sambil menganggukkan kepala, berlangkah mundur, membuka pintu, kemudian dia melihat pria Jerman yang sebelumnya melayani mereka sedang berlalu lalang didepan pintu, dia pun sibuk membuka mulutnya menggunakan bahasa Jerman, meminta bantuan darinya.

Pria Jerman itu dengan sangat sopan, "Dengan senang hati membantu Anda."

Walaupun pria itu sangat tinggi, tetapi karena Mia mengenakan sepatu hak tinggi, kedua orang yang berdiri di depan dan belakang itu, terlihat sekilas, gaya yang penuh dengan rasa ambigu.

Dengan mata tertuju ke arah luar melalui pintu yang sedikit terbuka itu, raut uka Mohan terdiam sejenak.

Ketika tali celemek itu sudah dilepas, Mia tersenyum indah ke pria Jerman itu, "Andreas, Danke (Terima Kasih)..." Terdiam sejenak, mengangkat kepala, kemudian bertanya: "Sind sie verlobt? (Apakah ada perihal lain?)"

"Nona Mia, malam ini apakah Anda punya waktu?"

Dia menggunakan bahasa Jerman, Andreas dengan sopan santun membalas dengan bahasa Mandarin, aksen yang tidak terlalu bagus, tetapi, tatapan mata yang sangat ikhlas, Mia awalnya mengira dia datang untuk mengajak kerjasama, tidak mengira bahwa dia datang untuk mencari Mia sendiri.

Dengan situasi canggung sesaat, sambil merapatkan bibir, tepian matanya bersinar mengelilingi ruangan, menurunkan alisnya, "Malam ini aku ada waktu."

"Sungguh sangat bagus, Essen sie abends nach der Arbeit haben,ES gibt etwas, mchte. (Malam ini jika pekerjaan sudah selesai, aku traktir makan, ada sedikit hal yang ingin ditanyakan.) " Dengan antusias dia berputar setengah lingkaran di satu titik, terkadang menggunakan bahasa Mandarin, terkadang menggunakan bahasa Jerman, membuat Mia tertawa, menganggukkan kepala, "Sampai jumpa nanti malam."

Ketika Andreas telah pergi, Mia menatap ke arah belakang pundaknya, tepian bibirnya tersenyum malu, sambil menyelipkan rambut disamping telinganya kebelakang telinganya, kemudian melipat celemeknya, membalikkan badan, dan melihat Mohan melihatnya dengan muka yang kusam.

Dia meletakkan celemeknya ke atas meja, "Direktur Mo, Aku turun terlebih dahulu untuk mengganti baju."

Setelah selesai berkata, sambil menganggukkan kepalanya sedikit, dengan wibawa formalnya, tidak sedikitpun terlihat seperti sepasang suami istri.

"Apa yang dia katakan kepadamu? Mia, ingat, kita belum bercerai!" Setelah selesai berkata, dia mengangkat mangkuk bubur yang ada dimeja itu, meneguknya sampai habis, dan meletakkannya secara tegas keatas meja.

Mia menatapnya, raut mukanya terpanah, "Rupanya Direktur Mo belum lupa?" Setelah berkata, menghembuskan napas dengan suara dingin, kemudian berbalik pergi.

Otot lengannya seketika ditahan.

"Mia, sebaiknya kamu jangan membuatku marah."

Mia menoleh kebelakang melihatnya, tatapan matanya perlahan tertuju kearah bawah, dan terarah ke arah genggaman tangan Mohan yang besar itu, dengan segera dia menjelaskan, "Direktur Mo, mungkin anda salah paham, Andreas mencariku karena ada hal yang dia ingin aku bantu ajarkan ke dia."

Selesai berkata, dia menepis tangan Mohan, membalikkan badan turun ke lantai bawah.

Mendengar suara sepatu hak tinggi yang perlahan berjalan menjauh, Mohan dengan kesal menbanting jatuh kursi yang ada disebelahnya, dia paling tidak suka dengan tingkah wanita ini yang seakan tidak peduli akan apapun itu.

Mia kembali kekamar, merias mukanya dengan cantik, kemudian mengepang rambutnya, mengenakan sebuah kemeja sutra, rok hitam yang ketat, terlihat trendy, elegan dan berwibawa.

Dia turun kebawah untuk makan, kemudian duduk di kursi bambu yang ada didepan pintu hotel sambil menunggu Mohan, karena waktu masih cukup banyak, dia membuka dokumen yang ada di kantong dokumen dan melihatnya sekali lagi, pertama kali dengan terjemahan bahasa Jerman, lawannya kali ini adalah Mohan, jujur saja, dia lumayan tegang.

Tampil anggun dan elegan, paras yang cantik, walaupun dia tidak melakukan hal apapun, walaupun hanya duduk disana, tetap menjadi pemandangan yang indah.

Rating titik pandang orang terhadap dia sangat tinggi, salah satunya termasuk Jonas Rivano.

"Jonas, apa yang kamu lihat? Cepat jalan."

Jonas......

Mia menekan kuat jarinya, kertas yang tipis itu langsung menjadi gumpalan.

"Jonas, kamu tahu aku sedang memanggilmu?"

Kertas itu pada akhirnya tetap robek, Mia selalu mengira, bahwa dia terhadap nama ini, sudah pudar dari awal, tetapi sampai saat ini sudah tertanam dihati, dia baru sadar, bahwa dia masih ada rasa peduli.

Bayangan yang tinggi besar mendarat di meja kayu itu, "Mia, apakah itu kamu?" Suara yang sampai sekarang tetap terdengar lembut, layaknya penuh dengan getaran bass.

Dan dia pernah menggunakan suara nada lembutnya seraya berkata: "Mia, Aku sangat menyukaimu."

"Mia, aku sangat beruntung dengan kemampuanku yang hanya seperti ini, dapat memilikimu."

"Mia, tahun depan jika kita sudah menikah, kita akan memiliki anak, kamu sudah anak laki-laki atau anak perempuan? Lebih baik anak perempuan saja, mirip dengan kamu."

"Mia......"

Setiap cuplikan dimasa dulu, masih teringat jelas, sampai sekarang, tetapi, tidak bisa kembali lagi ke masa dulu.

Tulisan di dokumen tersebut, perlahan menjadi pudar, Mia menelan ludah, tidak ada jawaban, dan tidak mengangkat kepala, dia tidak sanggup untuk membuat pria ini melihat dirinya yang bodoh karena menitikkan air mata deminya.

Dia memasukkan dokumen kedalam kantong dokumen, bayangan itu sama sekali tidak berubah tempat, gelisah dalam hati semakin menjadi-jadi.

"Jonas, kamu kenal dengan dia?"

Suara wanita yang datang, terdengar indah, sangat menusuk telinga.

Pandangan Mia tertuju ke sisi lain di bagian samping, tetapi tangan yang diletakkan dipaha, selalu bergetar, pelan-pelan ditahan agar tidak bergetar.

"Ini pelangganku dulu."

Pelanggan dulu??? Mia berasa senar dihatinya tiba-tiba "Bang" dan putus, hatinya pelan-pelan terbenam, pandangan yang pudar perlahan terlihat jelas, merasa diri sendiri sangat lucu, hanya seorang teman kerja, Mia, apa yang kamu tangisi?

Perasaan yang telah pulih, dia membangkitkan dirinya perlahan, menoleh ke arah Jonas, tatapan mata sampai keujung, tersenyum: "Tuan Jonas Rivano, lama tidak bertemu."

Wanita disekitar dia, ada beberapa yang sedikit berisi dan agak gemuk, tetapi memiliki paras yang indah, dia melihat dirinya sendiri sejenak, raut mukanya yang tetap sama, dia mengangkat kepala melihat Jonas, didalam matanya tertanam rasa cinta yang sangat jelas.

Jonas menatap Mia dari sisi samping, tatapan hanya tertuju ke Mia, dengan suara tenggorokan yanh bergetar, "Apa kabar?"

Seorang pria yang ketika putus pun tidak berani dikatakan didepan mata, seseorang yang demi uang, sampai bisa tidak menyapa dia sama sekali, seorang pria yang tidak berani mengaku bahwa dia telah berpacaran, Mia tidak ingin banyak berbicara dengannya.

Mohan dari jauh telah melihat Mia yang ada didepan pintu.

"Kakak ipar sepertinya sempat menangis tadi." Setelah berjalan semakin dekat, Misao tiba-tiba membuka mulut.

Mohan mengangkat kepala, melihat hidungnya yang telah memerah, didalam kantong celananya, jari tangannya bergerak-gerak, dia menoleh balik ke Misao, dengan datar dia berkata: "Aku tidak kamu pernah memanggilku Kak, Kakak ipar dari mana?"

Misao tidak menatapnya, hanya menaikkan dagu menghadap ke arahnya, memberikan kode kepadanya untuk melihat ke arah depan.

Mohan tidak melihat orang itu secara jelas, tiba-tiba dirinya dipeluk oleh sosok tubuh wanita yang lembut dan harum.

Novel Terkait

You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu