Cantik Terlihat Jelek - Bab 576 Menikahi Seorang Istri Tidaklah Mudah

Setelah selesai makan, bibi muncul tepat waktu, datang membereskn mangkuk dan sumpit, Hutu bangun, mau membereskan bersamanya, namun dihentikan oleh bibi, "Jangan, kamu pertama kali datang, mana boleh membiarkanmu mengerjakan ini?"

Bibi juga menambahkan, "Benar, benar, kamu dan Raven naik ke atas, mandi dan tidur, disini biar aku dan pamanmu yang membersihkan."

Hutu saling bertatapan dengan Raven, lalu Raven mengangguk, dia baru meletakkan mangkuk di tangannya, "Terimakasih bibi, terimakasih paman, sayurnya enak sekali, maaf sudah merepotkan."

Dia dengan baik dan tulus berterimakasih.

Saat ini, nenek di atas berkata: "Raven, cepat bawa Hutu naik, air sudah panas, sudah boleh mandi."

Model rumah paman adalah bertingkat, di atas adalah sebuah kamar kecil.

Saat Hutu sudah mau selesai mandi, sadar kalau dia lupa membawa handuk, di kamar mandi ragu sebentar, membuka pintu kamar mandi, mengulurkan kepalanya, melihat kiri kanan, Raven duduk di komputer, tidak tau sedang sibuk apa, dia memanggil dengan pelan:

"Itu, Raven......, aku lupa membawa handuk, bagaimana?"

Dia berpikir, di hadapan orang lebih baik mengganti nama panggilan, kalau panggil paman, akan memberi orang perasaan aneh.

Raven mendengar suara membalikkan kepala, masih belum berbicara, di sisi lain komputer langsung heboh.

"Apa tadi kalian mendengar ada suara?"

"Sepertinya ada, suara wanita."

"Aku juga mendengarnya, katanya, lupa bawa handuk."

"Ya tuhan, bos ini......ini ada sesuatu!"

"Bukankah bilang ada urusan penting? Rupanya pergi berkencan."

"Tapi tidak pernah dengar kalau bos ada pasangan?"

Rupanya, Raven sedang rapat video call, mendiskusikan masalah bug sebuah aplikasi, tadi Hutu membuka pintu, tidak mendengar suara, karena semua orang sedang memikirkan bagaimana menjawab pertanyaan Raven.

Kali ini, benar-benar sangat terkejut.

Kamar tidak besar, suara diskusi di komputer malah tidak kecil, Hutu dengan canggung menarik kembali kepalanya, wajahnya memerah.

Saat menutup pintu, dia mendengar Raven berkata, "Lupakan semua suara yang tidak harus didengar."

Selanjutnya, seperti suara bangku digeser, lalu suara langkah kaki.

Pintu terketuk pelan dua kali, sebuah handuk baru diberikan kedalam, "Yang baru."

Hutu mengambilnya, jantungnya berdetak lebih cepat.

Saat selesai memakai baju, Raven masih tetap video call, Hutu menghindari area yang bisa ditangkap kamera, berputar dari sisi lainnya.

Raven memutarkan kepala meliriknya, lalu berkata beberapa patah kata ke arah komputer, lalu mematikan komputer, bangun, pergi keluar, saat masuk lagi, tangannya mengambil hairdryer, melambaikannya ke arah Hutu .

"Kemari, kukeringkan rambutmu."

Kelembutan Raven membuat Hutu tersanjung, dia menyesap bibirnya, maju, "Paman, aku sendiri saja."

Melihat kegugupannya, Raven pun tidak ngotot.

Duduk di tepi ranjang, melihat saat di mau mandi, rambut yang basah sudah kering.

Lalu mengambil laptop turun ke bawah.

"Cepat tidur, besok aku bawa kamu keliling di sekitar sini."

Lalu, dia langsung turun ke bawah.

Hutu mengangguk, mendadak menghela nafas lega, dia benar-benar khawatir tanpa alasan, pertama kali kemari, mana mungkin akan membiarkannya tidur bersama Raven?

Tidak tau apakah karena naik mobil terlalu lelah, atau terlalu canggung tiba-tiba menjadi lega, Hutu langsung tertidur begitu berbaring di ranjang.

Di luar pintu, paman mengambil sprei dan selimut, memberi kepada Raven, "Kamu ini benar-benar tidak guna sekali, kamu lihat Ajian, anaknya sudah berumur 4 tahun, juga hanya setahun lebih tua darimu, kamu ini.....kamu ini kenapa masih belum menikah?"

Paman adalah seorang tukang kebun, dari kecil hanya di kota bunga ini, waktu SMP tidak suka belajar, jadi mulai belajar menanam bunga dengan kakek, hampir tidak pernah keluar dari kota bunga, satu-satunya beberapa kali pergi ke kota Ciput, itu pun membawa kakek dan nenek berobat.

Jadi, ketika berbicara tentunya ada sedikit kasar, tapi Raven tau dia orangnya sederhana, baik hati, di dalam ingatannya, bagi dia, paman selalu seperti ayah.

Dia tidak kesal, menyibakkan selimut, berputar melihat paman, lalu melihat tidak tau kapan, kakek nenek dengan wajah keberatan, berdiri di luar dan menjulurkan kepala, sesaat membuatnya ingin tertawa dan menangis.

Di dalam mata kakek, nenek dan paman, dia yang dari kecil sampai besar dengan mereka, adalah anak kota bunga yang sederhana, tidak tampan, juga tidak hebat, hanya orang yang berumur 26 tahun yang masih belum beristri.

Meskipun kota bunga dengan kota Ciput hanya berjarak 1 jam perjalanan mobil, tapi entah itu hubungan masyarakat ataupun kehidupan pernikahaan, berbeda sekali dengan kota Ciput, orang disini, gadis yang berumur 21 tahun lebih, sudah boleh memikirkan untuk menikah, pria yang berumur 25 tahun masih belum menikah, maka sudah seperti perjaka tua.

Dari dia sekolah, mamanya sibuk mencari uang di kota Ciput untuk membiayainya, karena tidak ada yang menjaganya, jadi dari kecil dia ikut kakek, nenek dan paman.

Dia pernah berpikir, kalau bukan mamanya sakit berat, bukan mamanya memohonnya untuk kembali ke keluarga Ningga, dia dari awal sampai akhir mungkin hanya anak yang besar di kota bunga.

"Paman, Hutu masih sedang sekolah." Dia menjelaskan dengan tersenyum, karena memang sudah pasti, dia juga tidak buru-buru dengan waktu sebentar ini.

Nenek menghela nafas, menghempaskan lengan kakek yang menahannya, berjalan masuk, mengambil bantal dari tangannya, sambil merapikan sambil berkata:

"Tau kota ini tidak sama dengan kita, tapi, Raven, penyakit mamamu, meskipun beberapa tahun ini tidak kambuh, tapi.....kamu masih tetap harus memikirkannya, kalau dia bisa melihatmu menikah dan mempunyai anak lebih cepat, tekanan di hatinya pun lebih kecil."

Tatapan Raven menjadi lebih dalam, puluhan tahun yang lalu, mamanya divonis terkena kanker payudara, saat itu masih stadium awal, lalu keluarga Ningga memperkerjakan profesional terkenal di dalam negri, melakukan operasi.

Beberapa tahun ini, memang tidak kambuh lagi, tapi dokter terus menekankan, dia termasuk orang yang berbahaya, kemungkinan rumitnya besar sekali.

"Baik nenek."

"Kamu jangan hanya tau bilang iya, aku lihat Hutu anak ini, sangat jujur, juga sangat baik, kalau bisa, langsung dijadikan saja."

"Benar, aku juga merasa anak ini baik, tampaknya jujur, tidak berbeda dengan gadis di kota bunga, lebih baik dari anak di kota sana."

Sambil berkata, kakek berdehem pelan, maju selangkah, lebih dekat sedikit ke Raven, baru melanjutkan berkata: "Kamu sudah diumur ini, mau menikahi seorang istri tidaklah mudah, harus dipertahankan."

Raven pun menarik nafas, dia, mau berisitri tidaklah mudah?

Novel Terkait

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu