Cantik Terlihat Jelek - Bab 6 Bertemu Andrew

Bab 6 Bertemu Andrew

Dengan wajah yang tenang, namun sorotan mata yang tidak mudah untuk ditebak itu, Devan berkata, “Jangan berpura-pura lagi di depanku.”

Sherin terdiam sejenak mendegar perkataan laki-laki itu, yang kemudian pun mengerti maksudnya. Tidak pernah terpikir oleh Sherin tentang percintaan, walaupun dia juga masih bisa nonton drama jenis ini…..

Beraninya dia berpikir aku sengaja merayunya?

Sherin menundukan kepala dan diam saja, dengan status Devan ini apapun yang ia katakan itu harus dianggap benar, membuat Sherin tidak ingin berkata apa-apa lagi.

Dia membalikkan badannya, tidak ingin menjawab sedikit pun, dan pergi ke kamarnya.

Kata ibu sifatku terlalu tenang, tapi sebenarnya aku benar-benar ingin membela diri. Sebenarnya dulu sewaktu SMA, semua orang merasa dia adalah seorang murid yang berkarakter ceria, aktif bahkan dia juga sempat menjadi wakil ketua dari perwakilan murid.

Tapi, hanya saja dia tidak berani tertawa dan melanggar peraturan apapun di hadapan ibunya, karena ibunya akan menjadi tidak senang. Ibunya selalu mengingatkan bahwa perempuan itu harus ada pembawaan seperti layaknya seorang perempuan. Awalnya dia merasa capek karena harus selalu menahan diri untuk menjadi perempuan seperti yang diinginkan ibunya, namun lama-kelamaan dia pun terbiasa dan bisa tenang mengikuti arus.

Siang itu, Simon memberitahunya bahwa ia mau mengemil, Sherin lalu menyempatkan diri membuat sedikit cemilan. Selama beberapa tahun ini, supaya bisa membuat nafsu makan ibunya menjadi lebih baik, dia tidak mempelajari apapun selain memasak, makanya dalam hal memasak dia bisa terbilang ahli.

Usai membuat cemilan, Simon masih belum bangun dari tidur siangnya, Sherin awalnya berpikir mau beristirahat sejenak karena semalam ia tidak bisa tidur sampai larut malam memikirkan banyak hal setelah memasak mie buat Devan, sekarang kepalanya terasa sedikit berat.

Ketika ia naik ke atas, dia bertemu mbok Lili yang sedang tergesah-gesah turun dari atas “mbok, ada apa sampai tergesa-gesa seperti itu?” tanya Sherin.

“Oooh, Sherin yah?” jawab mbok setelah berpikir sejenak lalu menepok dahinya dan berkata:”aduh ngapain yah aku ini, di sini padahal sudah ada orang yang bisa diminta tolong, masih saja cari sana sini?” kemudian memberikan kantong plastik transparan itu ke Sherin dan berpesan, “ini obat bos, kamu tolong pergi anter yah.”

“obat?” jawab Sherin sambil melihat-lihat plastik yang tertera “depresi, obat tidur?” dia bengong, orang sehebat ini bisa depresi?

Si mbok yang bisa mengamati gerak-gerik orang, melihat keraguan Sherin dan berkata:” terjadi sesuatu sewaktu bos kecil, setelah kejadian itu dia sulit tidur dan harus minum obat ini.”

Sherin mengangguk-ngangguk tanda mengerti, memang dalam keluarga konglomerat bisa ada kejadian-kejadian yang tidak boleh diketahui orang luar, bisa lebih baik jika dia tidak tahu banyak tentang hal seperti ini.

“Apa minta tolong sopir yang antar saja? aku tidak terlalu kenal jalan.” ujar Sherin yang berusaha menolak, karena tidak mau banyak beinteraksi dengan laki-laki itu.

“Aku khawatir mulut mereka tidak bisa tertutup rapat, hal yang kamu ketahui ini tidak baik jika diketahui orang luar.” jelas si mbok.

Orang luar? apa aku bukan orang luar?

“Sherin, ayo lah bantu mbok, sore nanti bos pergi dinas keluar kota, obat ini harus segara diantar kalau tidak bakal tidak sempat lagi.” pinta mbok.

Dinas luar kota? Sampai di sana beli lagi saja, dia kan banyak uang?

“Obat ini bukan obat yang bisa dibeli di mana saja.” jelas mbok dengan sabar untuk menyakinkan Sherin yang masih ragu untuk mengantar, walaupun mbok bukan seorang pembisnis tapi dia yang sudah lama bekerja di keluarga ini jadi sedikit banyak juga bisa mengamati gerak-gerik dan tingkah laku orang.

“Ya sudahlah, kamu lanjutkan kerjaanmu saja, aku pergi sendiri deh.” kata mbok sambil mau mengambil obat itu dari tangan Sherin.

Sherin yang teringat penyakit mbok pun menjadi luluh hatinya.

Sherin menghirup dalam-dalam ketika sampai di lobby gedung kantor Devan. Untuk pertama kali dalam hidupnya masuk gedung tinggi yang gemerlap dan mewah seperti ini, seperti si Kabayan pertama kali datang ke kota besar yang maju, terasa sedikit gugup.

Ia mendatangi resepsionis dan memberitahu tujuan kedatangannya, petugas itu melihat Sherin dari atas ke bawah walaupun melihat penampilannya yang tidak meyakinkan, mereka tetap dengan sopan meminta Sherin duduk menunggu di sofa, dan menghubungi ruang kantor CEO.

“Antar obat?” bapak tidak sakit, antar obat apa? kamu bisa kerja ga sih?” marah sekretaris CEO itu dan langsung menutup telpon.

Raut muka jelek si resepsionis yang baru saja dimarahi itu memandang Sherin dan berkata: ”maaf mbak, mereka bilang nggak ada yang minta diantar obat, kita tidak bisa membukakan pintu untuk mbak ke atas.” petugas itu segera pergi usai menyampaikan perkataannya tadi dan tidak menghiraukan Sherin lagi.

Zaman sekarang ini, cara apapun akan dicoba oleh para wanita yang ingin mendekati orang semacam CEO ini.

Sherin menutup matanya sejenak dan menghelakan nafas, kalau saja orang di dunia ini menilai orang bukan dari penampilan, itu baru tidak normal. Kemudiann dia mengambil handphone-nya dan menelpon mbok Lili untuk memberitahu Devan kedatagannya ke kantor, tapi sayangnya telpon si mbok tidak tersambung terus.

Sherin yang awalnya berpikir mau pulang, dan tidak peduli lagi, akhirnya berpikir tapi gimanapun ini titipan orang lain kalau aku pergi begitu saja, tidak baik juga.

Akhirnya dia mencari tempat duduk di depan pintu gedung itu karena berdasarkan informasi dari si mbok, Devan akan dinas sore nanti, tunggu di pintu keluar pasti bisa bertemu.

Dia duduk di kursi, lama-lama dia merasa mengantuk dan tertidur.

“Sherin…..” terdengar suara seorang laki-laki yang membangunkan dirinya dari alam mimpi.

Dia mengusap matanya untuk melihat jelas orang itu, lau tersentak berdiri, “dokter… Andrew…, kamu.. kamu kok bisa di sini? tanya Sherin bingung karena dia tidak menyangka bisa bertemu dengan orang yang dikenalnya di tempat itu.

Saat itu juga Andrew yang tidak belum menjawab langsung memeluk Sherin, dan berkata “ketika ibumu meninggal, aku sedang dinas keluar kota, setelah aku kembali, aku tidak menemukan kamu lagi, handphone-mu juga tidak bisa dihubungi lagi karena nomernya sudah dinon-aktifkan, aku pikir tidak akan pernah bertemu dirimu lagi.” jelas Andrew yang mendapat kabar bahwa Sherin bekerja di rumah keluarga Devan, makanya mencoba mencarinya di daerah ini, tidak disangka dia bisa bertemu dengan pujaan hatinya lagi.

Karena penyakit ibunya lah, mereka mengenal satu sama lain. Berteman selama 4-5 tahun ini, di mata Andrew Sherin adalah sosok wanita yang sangat sederhana tapi memiliki hati tercantik.

Teringat olehnya pertama kali bertemu dengan wanita ini, saat dia sedang mejalankan tugas cek rutin terhadap pasien rawat inap, saat itu tidak jelas kenapa alasannya, Sherin dimarahin dan dimaki oleh ibunya dengan kata-kata kasar dan menyakitkan, walau demikian Sherin bukannya marah malah terseyum dan menasehati ibunya marah bisa merusak badan.

Mulai saat itu lah Andrew menaruh perhatian terhadap wanita sederhana ini.

Setelahnya dia juga pernah melihat Sherin nangis sembunyi-sembunyi, setelah menghapus air matanya, ia membacakan cerita humor ke pasien-pasien kanker stadium akhir, selain itu dia yang sebenarnya sudah sangat lelah, tapi masih membantu memijat nenek yang sekamar dengan ibunya itu. Selama ini, dia sendiri yang merawat ibunya, tidak ada teman atau keluarga satu pun yang membantunya, meski begitu dia tidak pernah mengeluh…….

Terlalu banyak yang membuatnya seakan-akan bersinar di mata Andrew, seolah-olah dia telah menemukan sebuah harta karun.

Sayangnya wanita ini terlalu bersikap biasa saja terhadapnya, membuat perasaannya semakin tidak bisa berhenti. 

Dulu karena ibu Sherin tidak menyetujui, maka meraka berdua jarang memiliki kesempatan berbicara.

Setelah tidak ada penghalang lagi di antara mereka, Sherin menghilang tanpa kabar. Selama kepergian Sherin, hati Andrew terasa bersedih dan hampa, membuatnya sadar betapa ia menyukai wanita sederhana ini.

Sherin yang dipeluk oleh Andrew pun merasa malu. Setelah dia ke sini, dia mengganti nomor handphone-nya karena dia tidak mau berhubungan dengan orang-orang di kehidupan lampaunya, dan juga tidak terpikir olehnya mau menghubungi salah seorang dari mereka.

Andrew Ronald, tinggi badan 182cm, berkemeja warna putih krem, bercelana jeans muda, raut wajah tidak gahar seperti Devan, terlihat lebih jauh lebih muda, seperti aktor korea yang berwajah baby-face, dan bisa membuat orang merasa dia adalah seorang laki-laki yang romantis.

Dia adalah dokter ibu Sherin, karena penyakit ibunya yang perlu menjalani pengobatan, dan perlu sering rawat inap, membuat mereka kenal satu sama lain dan berteman.

Tapi, bagi Sherin hubungannya dengan Andrew hanya sebatas teman biasa, yang hanya bisa diajak berbasa-basi. Makanya, sikap Andrew yang hangat tadi, membuatnya sulit untuk menerimanya.

“Aku…..” ucap Sherin yang tidak tahu harus darimana menjelaskan semuanya pun mengigit bibir bawahnya dan menundukkan kepala karena dia benar-benar kesulitan untuk menjawab.

Novel Terkait

Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu