Cantik Terlihat Jelek - Bab 286 Kekejamannya

Suya tertawa dingin hehe, “kalau aku tidak menikah, bukannya itu malah sesuai keinginannya? Ia benci aku, menghancurkan seluruh hidupnya, jadi, menggugurkan anakku, kalau aku tak menikah juga dengannya, anakku, bukannya matinya sangat sia-sia?”

“Suya, kamu dengarkan aku, anakmu sudah tiada, kamu masih muda, masih bisa punya anak lagi, kamu lihat sekarang banyak sekali orang muda, diluar dugaan hamil, bukannya juga menggugurkan? Tapi kalau kamu menikah dengan Eren, bukan cuma seluruh hidupnya yang kamu hancurkan, juga hidupmu sendiri, pernahkan kamu terpikir?”

Melihat kalau kata-katanya sendiri tidak mampu menggerakkan Suya, Mikasa panik parah di sebelahnya.

“Kalau tidak, kita lapor polisi? Bagaimana menurutmu?”

“Tidak mau!” jawaban Suya terlontar amat cepat, sangat jelas, dalam kesadarannya, sama sekali tak pernah berpikir untuk melapor ke polisi.

Itu menjelaskan, “Suya, kamu masih suka dia, benar?” karena suka, makanya tidak rela memasukkannya ke penjara, karena suka, meskipun Eren melakukan hal-hal yang melukainya, ia juga masih bersikeras menikahinya.

Tubuh Suya merosot ke bawah, “Mikasa, aku agak lelah, aku tidur dulu sebentar.”

Ia tidak menjawab, berarti mengiyakan tanpa suara, pengakuan ini, membuat Mikasa sangat takut, Suya ini mirip sekali dengannya di beberapa aspek, hanya saja, pada saat ini, ia benar-benar berharap, Suya berbeda dengannya, berharap Suya bisa sedikit sentimen.

Saat ini, pintu terbuka, Mamanya Suya membawa seorang wanita paruh baya masuk ke ruangan.

“Mama Angkat.”

“Orang yang aku undang, untuk merawat Suya。”

Mikasa mengangguk, menoleh dan melihat Suya, “kalau begitu, Mama Angkat, aku keluar dulu beli sesuatu, Suya ditemani dulu ya, nanti aku kembali.”

Selesai bicara, ia mengambil telepon genggam dan dompet kemudian bersiap keluar.

“Mika.” Suya bertolak pinggang, melihat

Mikasa, menggelengkan kepala.

Mikasa membalas dengan senyuman, berbalik badan, pergi.

Di rumah sakit, Mikasa jalan dengan sangat terburu-buru, malah tiba-tiba langkah kakinya terhenti, berbalik badan, ia mengusap-usap matanya, apa ia salah liat orang? Orang yang menyuapi wanita itu makan, adik laki-lakinya yang suka berfoya-foya itu?

Ia berjalan 2 langkah lagi mendekat, memang tidak salah.

Seketika, ia menutup mulutnya, berjalan melangkah ke hadapan 2 orang itu.

“Levi?”

Mendengarnya, perempuan itu berdiri, menyilangkan kedua tangannya di depan tubuhnya, wajahnya malu.

Levi mengangkat bubur yang ada di genggamannya, mendongak melihat ke Mikasa, “kenapa kamu bisa ada di sini?”

Mikasa mengerutkankan alis, melihat plastik bening di tangan Levi, ada buku resep dan beberapa kotak obat, “ada apa?” ini bagian ginekolog rumah sakit, pastinya bukan Levi yang bisa cek kesehatan di sini, kalau begitu, hanya bisa wanita di hadapannya.

“Di, dia hamil.” suara Levi sangat kecil.

Mikasa mengangkat tangannya, kelima jarinya agak mengepal, menunduk, melihat Levi, “anakmu?”

Perempuan itu berbalik badan, melihat Levi, Levi yang ditatap perempuan itu, buru-buru menunduk, “a, anakku.”

“Siapa dia?” suara perempuan itu sangat halus dan lemah, tapi Mikasa malah menyadari dengan jelas kalau badan Levi gemetar, mengerutkan alis, ini si Levi, kenapa rasanya agak takut dengan perempuan ini?

“Kakakku, kakak kandungku, benar, tidak bohong.” Levi selesai bicara kalimat ini, malah tak berani melihat mata perempuan itu, menunduk hingar-bingar.

Kata-katanya, membuat Mikasa merasa agak kacau.

Mikasa melihat perempuan di hadapannya, entah rasanya pernah bertemu di mana gitu, tiba-tiba ia teringat sesuatu, menatap perempuan itu terus, “kamu……apa kita satu perusahaan? Perempuan yang menabrak tiang, benar kan?”

Setelah perempuan itu tahu Mikasa kakak perempuannya, suaranya dengan sangat manis berkata, “benar, kakak.”

Mikasa menutup mata, membukanya lagi, meloncat, memukul kepala Levi “kamu coba jelaskan kenapa kamu bisa melakukan hal tidak senonoh ini? Baru berapa lama, sudah menghamili orang?”

Dipukul Mikasa di hadapan banyak orang, Levi merasa sangat tidak dihargai, mengelus kepalanya, “ya kamu juga bisa sebaik apa sih? Baru berapa lama, menikah lalu cerai, punya hak apa kamu nasehatin aku? Ditambah lagi, berpakaian seperti ini, datang ke rumah sakit, kamu tak mungkin hamil kan?”

Mikasa terdiam sejenak, menelan ludahnya, jarinya menunjuk Levi“aku sekarang tak ada waktu untuk ngobrol denganmu, nanti baru cari dan buat perhitungan denganmu lagi.”kemudian ia mengeluarkan selembar kertas dari tasnya, menulis nomor telepon dan dijejalkan ke tangan perempuan itu.

“Kalau ia berani mengganggumu, telepon aku, aku hukum dia.”

Berbalik badan, ia menepuk bahu Levi, “karena kamu mampu menghamili, cari cara untuk bertanggung jawab ya.”

Selesai bicara, ia dengan cepat berjalan ke pintu keluar.

Perempuan itu melihat Mikasa yang pergi dengan buru-buru, mengayunkan nomor telepon di tangannya, “ternyata, ia kakak kandungmu? Pekerjaan waktu itu, benar-benar kakak iparmu yang kasih?”

Levi mengangguk, “sungguh, aku tak bohong padamu.”

“Baiklah, ambil nomor antrian sana, setelah anak ini digugurkan, hubungan diantara kita juga anggap saja sudah tersapu bersih.” wajah perempuan itu sudah tak kelihatan malu-malu dan pendiam seperti tadi, di matanya tegas dan bertekad.

“Jangan, kita rawat anak ini ya? Aku janji aku nanti tak akan melakukan hal-hal tidak benar lagi, coba deh, kamu bisa untuk berlutut dan memohon orang demi aku, artinya kamu cinta aku, kenapa tidak bisa melahirkan anak ini untukku?” suaranya semakin ke akhir, semakin kecil.

Perempuan itu mengambil nafas, berdiri, melihat Levi, dengan wajah yang polos dan bercahaya ia berkata: “berlutut dan memohon orang, aku bersedia, tidak melahirkan anak ini, juga aku bersedia, kamu keberatan?”

Pikiran Levi sekejap melayang, segera setelahnya menggelengkan kepala, “aku tak berani untuk keberatan, tapi, pemikiranku, kamu pukul aku marahin aku, semuanya boleh, asalkan kamu bersedia menjaga bayinya, apapun yang kamu suruh, aku akan bersedia, bagaimana?”

Mendengarnya, ujung bibir perempuan itu naik, memberi sinyal ke Levi untuk menunduk, setelahnya, berbisik di telinga Levi, “bagaimana? Bersedia juga?”

Melihat raut wajah Levi yang berubah, perempuan itu berkata.

Levi melihat perempuan di hadapannya, ekspresinya, wajahnya, kelihatannya masih selembut dan selemah dulu, tapi, hatinya, malah tidak terbayang seberapa galaknya.

Sebenarnya, sejak pertama kali bertemu wanita ini, hatinya sudah tergerak olehnya, tapi, semakin mengenal, Levi menyadari, ia sendiri semakin tak bisa melihat isi hatinya, perlahan, ia bahkan mulai agak takut dengannya, kata-katanya, ia sendiri tak berani tak mendengar, saat membangkang membuatnya tidak bersedia dikontrol wanita, jadi, ia mulai menjauhinya, pura-pura kesal dengannya.

Namun, saat mendengar ia berlutut demi dirinya sendiri, ia menyadari kalau ia sayang sepenuhnya, pada saat itu juga ia memahami, ternyata, pria tidak benar-benar takut seorang wanita, melainkan karena mampu menggetarkan perasaan, tulus, takut kehilangan, baru akan peduli, baru akan sepenuh hati mendengarkan perempuan itu, ia juga mengerti, wanita ini tak berpikir, ada naik turunnya, malahan, ia yang lembut di luar namun keras di dalamnya, fleksibel.

Levi mengambil nafas, menganggukkan kepala dengan kencang, “bersedia.”

Perempuan itu jinjit, mencium pipi Levi, “kalau begitu, telepon kakak perempuanmu?”

Novel Terkait

The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu