Cantik Terlihat Jelek - Bab 496 Bagaimana bisa ia bunuh diri?

Weni mencari suatu tempat untuk berteduh, ia mengambil HP nya, membuka applikasi untuk memanggil taxi, tetapi setelah menunggu sekian lama, tidak ada supir taxi yang menerima panggilannya.

Bima sudah setengah perjalanan saat Suya menelepon kemari, karena hujan turun dengan sangat deras, ia menghentikan mobilnya kesamping sebentar, kemudian baru menerima telepon.

“Bima, aku sudah tidak apa-apa, Eren baru saja pulang, kamu tidak perlu kemari lagi.”

Mendengar kalimat ini, Bima menelan ludah dan dadanya terlihat naik-turun menghela nafas lega.

“Baiklah, bagaimana bisa pingsan?” Bima bertanya dengan suara rendahnya.

“Mungkin karena akhir-akhir ini sering lembur, darah rendah, tidak apa-apa, aku akan memperhatikannya. Hujan begini deras ditambah lagi dengan angin kencang, kamu tidak perlu datang kemari lagi, hati-hati dalam perjalanan pulang!”

Kemudian terdengar suara gemerisik yang datang dari ujung telepon, tidak lama kemudian,

“Bima, sudah merepotkanmu, Moe sebelumnya menelepon kepadaku tetapi aku tidak melihatnya, karenanya dia langsung meneleponmu.”

Terdengar suara Eren di telepon.

Bima menganggukkan kepala, kemudian tiba-tiba teringat akan sesuatu, raut mukanya langsung menegang.

“Tidak apa-apa, baiklah kalau begitu.”

Setelah menutup telepon, Bima segera menelepon Weni sambil memutar balik arah mobil.

Tetapi berdering sekian lama pun tidak ada orang yang menerima.

Disatu sisi, Weni sebenarnya bukanlah tidak ingin mengangkat telepon, tetapi, dia saat ini sedang berdiri dipinggir jalan sambil menjulurkan tangannya memberhentikan taxi. Tetapi suara angin dan hujan disekitarnya terlalu keras, perhatiannya juga tertuju pada mobil yang berlalu lalang, karena itu, ia tidak menyadari teleponnya berdering.

Kedua tangan Weni sudah kehabisan tenaga karena telah mengangkat tangannya sekian lama, tetapi tidak ada satupun mobil yang berniat untuk berhenti.

Kehilangan harapan, Weni membuang payung yang berada ditangannya, duduk diatas pot bunga disamping jalan sambil memeluk kedua lututnya, menangis tidak ada gunanya.

Karena itu, sesampainya Bima ditempat itu, Bima dari jauh sudah dapat melihat bayangannya yang berada disamping jalanan. Bima menarik nafas dalam, suatu rasa tidak nyaman yang tidak bisa diungkapkan.

“Weni!”

Bima menghentikan mobilnya tepat didepan Weni, turun dari mobil, dihujani oleh air hujan berjalan kearah Weni.

Mendengar suara ini, Weni mengira dirinya sedang berhalusinasi, menangis dengan lebih sedih lagi. Hingga ia merasakan tidak ada air hujan yang jatuh diatas tubuhnya lagi, seketika ia terdiam kemudian mendongakkan kepalanya melihat keatas, disaat ia melihat Bima, ia tercengang dan tidak memberikan respon apapun.

“Kamu…… kenapa kamu kembali lagi?” Suara Weni karena dingin, karena takut, karena sedih, bergetar hingga tidak terdengar jelas.

“Hujan turun begini derasnya, ditambah lagi dengan angin keras, tidak bisakah kamu mencari tempat untuk berteduh sebentar? Menghentikan mobil seperti ini sangat berbahaya tidakkah kamu tahu?”

Bima tidak menjawab pertanyaannya, kebalikannya dengan emosi memarahinya.

“Kamu juga tahu hujan deras dan angin topan?” Dengan suara hidung, pertanyaan didalam otak tidak melalui proses pemikiran langsung keluar dari mulutnya?

Bima tercengang sejenak, melihat kesekelilingnya, kemudian bersandar sambil menarik Weni berdiri dari posisinya, “Naik mobil!”

Bima sengaja mengabaikan keluhan yang berada didalam kata-katanya, sebenarnya, disaat itu, Bima sangat menyalahkan dirinya, ditambah juga rasa sayang yang tidak bisa diabaikannya.

Weni dalam sekali hentakan melepaskan genggaman tangan Bima, berjalan kedepan.

“Maaf!” Suara yang sangat pelan berasal dari belakang tubuh Weni itu masuk kedalam telinga Weni, seketika tubuh Weni bergetar, langkah kakinya terhenti sejenak kemudian berjalan lebih cepat lagi.

Saat mereka berdua kembali kerumah, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam.

Weni langsung naik keatas mandi air hangat, baru saja keluar dari kamar mandi, langsung mendengar suara ketokan di pintu kamarnya, ia menjulurkan tangan untuk membuka pintu.

Bima mengenakan jubah tidurnya berdiri didepan pintu, salah satu tangannya memegang sebuah mangkok,

“Ada apa?”

“Minum the jahe ini.”

Weni melihat Bima sejenak, menutup bibirnya kemudian menerima teh jahe itu, mendongakkan kepala meminumnya hingga habis.

Memutar balik badannya dan masuk kedalam kamar.

Terbaring diatas ranjang tidak bisa tertidur, memikirkan hal-hal yang terjadi diantaranya dan Bima dalam dua hari terakhir ini, hatinya merasakan gelisah yang tidak terungkapkan.

Hingga pukul 2 tengah malam baru bisa tertidur, tiba-tiba belum sampai ia tertidur lelap, terdengar dering teleponnya berbunyi, membuatnya terbangun kembali.

Weni melihat siapa yang meneleponnya, Mimi, ia terbangun dan terduduk, alisnya sedikit mengerut kemudian mengangkat teleponnya.

“Halo, Mimi.”

“Weni, terjadi sesuatu kepada Hutu, saat ini ia berada diruang gawat darurat sedang kritis, kamu cepatlah kemari.”

Tangan Weni seketika bergetar, Hp yang berada ditangannya terjatuh keatas selimut, otaknya yang kehilangan focus kembali sedikit demi sedikit, dengan segera ia melompat turun dari Kasur.

“Apa yang terjadi? Bagaimana bisa kritis?”

“Kamu segera kemari terlebih dahulu baru kita bicarakan nanti disini, aku menelepon Vema tetapi tidak ada orang yang mengangkatnya, aku benar-benar sangat kebingungan dan panik karenanya aku meneleponmu.” Setelah berbicara, suara tangisan Mimi mulai terdengar.

Weni segera mengambil tasnya, tidak lagi mengganti baju tidurnya ia langsung keluar dari kamar. Beruntung hari ini Kiki tidur dengan bibi.

Baru saja ia berencana untuk turun, ia teringat diwaktu ini kira-kira tidak ada taxi yang bisa dipanggil.

Berpikir sejenak, ia membalik badannya, kemudian pergi ke kamar seberang dan mengetuk pintu kamar Bima.

Tidak disangkanya, baru saja mengetuk dua kali, pintu langsung terbuka dari dalam, melihat Weni, Bima terlihat sedikit kaget,

“Apa yang kamu lakukan?” alis mata Bima sedikit berkerut.

“Mimi meneleponku, katanya terjadi sesuatu kepada Hutu, saat ini sedang kritis, aku…… aku tidak bisa menyetir mobil, bisakah…… bisakah kamu mengantarkanku kesana, aku……”

Karena terburu-buru, ia tidak dapat memikirkan kata-kata untuk diucapkan lagi.

Bima sedikit tercengang, kemudian memutar balik badannya untuk mengambil kunci mobil, tidak banyak bertanya ia segera turun kelantai bawah, Weni mengikutinya dari belakang.

Saat keduanya telah sampai dirumah sakit

Didepan ruang operasi hanya ada Mmi seorang diri, melihat mereka berdua yang datang bersama dan masih mengenakan baju tidur, Mimi agak sedikit terkejut.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana bisa ia menjadi kritis?”

Weni melihat pintu ruang operasi yang terHutup, menanyakan penjelasan kepada Mimi.

Mimi memegang alisnya sambil menundukkan kepala, kedua tangannya kemudian bersatu dan menutup mukanya, setelah itu ia membuang nafas panjang baru menjawabnya,

“Aku kemarin malam tidur dirumahnya, tengah malam saat terbangun, aku menyadari dia tidak berada diranjang, akupun terbangun dan melihatnya terbaring dilantai ruang tamu……”

Setelah mengatakannya, Mimi tiba-tiba terdiam sejenak, ia dengan berat menelan air liurnya kemudian menarik nafas dengan hidungnya baru kemudian melanjutkan:

“Aku memanggilnya tetapi tidak ada jawaban, saat aku berjalan kearahnya, aku baru mengetahui, ia memotong urat nadinya.”

“Menurutmu ia benar-benar bodoh tidak, masalah apa yang sampai membuatnya kehabisan akal hingga memutuskan untuk memutuskan urat nadinya bunuh diri……”

Weni kehilangan kekuatan membuatnya mundur selangkah setelah mendengar perkataan Mimi, Bima yang berdiri disampingnya dengan segera menjulurkan tangan menopangnya.

Tidak tahu apa karena kemarin malam terguyur hujan, atau karena tidak dapat tidur nyenyak, kepalanya terasa sakit seakan-akan mau meledak, ia bersandar ke tembok, setelah beberapa saat kemudian baru mulai membaik.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu