Cantik Terlihat Jelek - Bab 19 Pertama Kali

Bab 19 Pertama Kali

“Hari ini aku akan cuti satu hari, kamu tolong renungkan baik-baik.”

Melihat sorotan mata yang merasa sangat bersalah Simon itu membuat Sherin tidak sampai hati, tapi, hal ini bukan masalah kecil, dia harus memberi anak ini pelajaran.

Setelah meminta izin ke mbok Lili, Sherin pun pergi keluar dari rumah itu.

Hanya saja, beberapa tahun ini karena ibunya sakit, dia tidak ada teman, tidak ada sanak saudara, maka kejadian seperti ini terjadi, baru membuatnya sadar bahwa dia tidak ada teman untuk ngobrol, apalagi orang untuk berbagi keluh kesah.

Terakhir, dia meminta pak Hasan untuk mengantarnya ke stasiun kereta, dari daerah Ciput ke daerah Wol, duduk kereta hanya perlu waktu satu jam lebih.

Dia pergi ke makam ibunya.

Di sana adalah pemakaman elit daerah Wol, ini adalah salah satu balasan yang diterimanya saat dia melahirkan Simon. Setelah membiayai ibunya berobat dan mebayar keperluan hidup sehari-hari mereka beberapa tahun ini, uang tersisa hanya berapa puluh juta saja, dan semua uang itu ia gunakan untuk membeli makan ibunya. Karena dari lubuk hati terdalamnya, dia tidak ingin lagi menggunakan uang imbalan itu, bahkan dia tidak sudi dengan uang itu.

Duduk di batu nisan ibunya, dia menangis lama sekali.

Bertahun-tahun ini, demi ibunya yang sakit itu dia tidak pernah menangis di hadapannya, selain hari itu saat ibunya meninggal, ini adalah yang pertama kali.

Walaupun zaman sekarang ini tidak terlalu mempersoalkan masalah keperawanan lagi, tapi dia sangat menjunjung tinggi hal ini sampai mendarah daging.

Berpikir sampai di sini, hatinya bertambah sesak lagi.

Walau dia tidak pernah berpikiran untuk mencari laki-laki, tapi dia juga tidak pernah berpikiran untuk memberikan “pertama kalinya” ke seorang laki-laki yang tidak ia cintai.

Tapi, Simon adalah anaknya, tujuan utamanya juga demi kebaikan dirinya, maka terjadi kejadian seperti ini dia juga tidak bisa menyalahkan anak itu, juga tidak bisa memukulnya dan memarahinya, tapi perasaan yang sangat sedih ini juga nyata keberadaannya.


Ningga Group


Di dalam kantor CEO, Dylan menghelakan nafas yang panjang karena dilempari dengan dokumen-dokumen yang berserakan di lantai tersebut. 

“CEO kita ini dibuat marah oleh apalagi? Kemarin bukan seharusnya sangat menikmati momen itu walau waktunya sangat singkat? tapi kenapa kok malah terlihat sepertinya malah menyalahkan diri sendiri?” ujar Dylan yang menertawakan Devan sambil membungkukkan badannya memunguti dokumen di lantai.

Tadi pagi seharusnya ada suatu hal yang penting yang harus dikerjakannya, tapi sekretarisnya bersih keras memanggilnya untuk masuk ke kantor segera.

“Kamu tolong cari tahu, semalam di pesta, siapa yang Simon temui?”  ujar Devan sambil menundukkan kepala dengan jari jemari kedua tangan yang saling berselingan satu sama lain itu, walaupun agak sedikit kabur apa yang terjadi semalam, tapi waktu itu, semua itu tidak bisa direkayasa, dan satu per satu terbayang olehnya lagi.

Kenyataan memberitahunya bahwa itu adalah yang pertama kalinya untuk wanita itu, walaupun tidak pecah dan berdarah, tapi, zaman sekarang ini, tidak pecah dan berdarah juga menjadi normal karena kegiatan olahraga para wanita lebih banyak.

Walaupun dia tidak terlalu menganggap hal ini, tapi dia mengerti jelas, wanita itu tidak sama dengan wanita di luar sana yang sembarangan itu, dan semua yang terjadi semalam, sangat jelas bahwa semua ini adalah hasil kemauan dari anaknya.

Sebagai seorang ayah, dia sudah seharusnya menanggung tanggung jawab.

Hatinya pertama kali merasakan perasaan tidak berdaya.

“Kamu tolong pergi buka cek 100 juta, cek tunai.” ujar Devan. Dylan mengerutkan dahi semakin mendengar dia pun semakin bingung, tapi, sangat jelas bahwa kondisi laki-laki itu saat ini, tidak cocok kalau dia banyak bertanya.

“Nenek, mamaku belum kembali yah?” tanya Simon. Sherin tidak ada seharian membuat Simon yang sangat menyukai pemrograman ini pun menjadi tidak tertarik terhadap hal ini, sebentar duduk di kamar melamun, sebentar duduk di ruang tamu melamun…….

Mbok Lili menganggukkan kepala dan menjawab “Belum.”

“Dia apa bisa tidak pulang lagi yah?” ujar Simon yang merasa bersalah dan yang lebih banyak lagi adalah gelisah, sebenarnya dia hari ini seharian merasa menyesal, dia juga merasakan bahwa dirinya benar mungkin sudah membuat masalah, saat mama pergi, dia sungguh sedih.

“Tidak pulang?” jawab si mbok, walaupun dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi semalam, tapi pagi tadi Devan pergi ke kantor dengan raut wajah kusut.

Sherin juga memecahkan rekor untuk meminta cuti.

Si Mbok pun menerka pasti telah terjadi sesuatu di antara mereka.

Berpikir sejenak, dia menggelengkan kepala “Seharusnya tidak mungkin.”

Malamnya, Simon agak sedikit tidak nafsu untuk makan, kemudian kembali ke kamar, menolak si mbok yang mau memandikannya, sendirian duduk di samping ranjang, menunggu kepulangan Sherin.

Mbok Lili tidak tega melihatnya, kemudian menelpon Devan.

“Kemana dia?” tanya Devan

“Tidak tahu, dia hari ini cuti seharian, katanya ada urusan, pak Hasan bilang dia pergi ke stasiun kereta.” jawab si mbok.

Devan sudah jelas tahu alasan dia cuti, dahinya sedikit mengerut, memejamkan mata, lalu memuka matanya dan menjawab “Tidak perlu dipedulikan anak itu, kalau dia mau menunggu yah biarkan lah dia menunggu.”

Berbuat kesalahan besar seperti ini, dia juga seharusnya harus menanggung resikonya.

Saat itu, Dylan yang membawa USB dari luar sana kebetulan mendorong pintu dan masuk, raut wajahnya tidak terlalu enak dilihat.

“Semalam…. tidak terjadi apa-apa dengan dirimu kan?”

Devan mengangkat kepala dan melihatnya, mengambil USB itu dan menancapkannya ke komputernya. Dia melihat satu per satu gerakan di layar itu, membuat dahinya mengerut semakin dalam, lalu mencabut USB itu, dan menghempaskannya ke lantai dengan sekuat tenaga, kemudian melepaskan jaketnya dengan penat dan tidak tenang, menghelakan nafas yang berat dan berkata “Pergi cari siapa laki-laki itu, mau bagaimana menyelesaikannya terserah kamu.”

Tidak bisa melakukan apapun terhadap anak sendiri, setidaknya perlu mencari seseorang untuk mengeluarkan emosi ini.

Dylan pun mengerutkan dahi, mengigit bibirnya, raut wajahnya seperti mau mengatakan sesuatu tapi juga tidak membuka mulut hanya memandangi Devan, karena, dia merasa mungkin dia sendiri juga bertanggung jawab atas hal ini.

Devan melihatnya sejenak dan bertanya “Bagaimana menurutmu?”

Dylan menelan ludahnya dan bertanya “apa dia itu pengasuh itu?” perasaannya memberitahunya hal ini berkaitan dengan Simon, jadi pasti adalah pengasuh itu, tidak perlu curiga lagi.

Devan tidak menjawab, tapi dia juga tidak melihat keanehan pada Dylan.

“Oh my God…..” ujar Dylan sambil menghelakan nafas panjang.

Dia membungkukkan badannya, memungut USB di lantai itu, berpikir berulang kali, tapi tetap memberanikan diri untuk mengatakan dengan perlahan-lahan: “Kemarin, anakmu bertanya kepadaku, dia bilang kalau seorang wanita menyukai seorang laki-laki, tapi laki-laki itu tidak menyukai wanita itu, lalu dia bertanya kepadaku, mau bagaimana?” 

Devan mengangkat kepala dan melototinya, dari sorotan matanya terlintas pandangan curiga.

“Aku bilang naik… ranjang…  baru bisa bersatu.” ujar Dylan dengan cepat sambil memejamkan matanya, lalu tidak berani membuka matanya untuk melihat ekspresi Devan, jujur, ketika itu sungguh tidak terpikir olehnya apa tujuan anak cilik itu.

Masalah ini menjadi seperti ini, dia sebenarnya tidak bisa melarikan diri untuk bertangung jawab.

Tapi…..

“Anakmu bilang seorang wanita menyukai seorang laki-laki?” ujar Dylan tiba-tiba, melihat Devan lalu lanjut berkata: “Apa mungkin yang dimaksudnya, pengasuh itu benar-benar menyukaimu?”

Devan melototinya, tapi tidak menjawab apapun lagi, dia merasa, wanita itu tidak tertarik pada dirinya, hanya saja Simon yang seharusnya berpikir seperti itu.

Berpikir sampai di sini, hatinya menjadi tiba-tiba sedikit lelah dan tidak tenang.

“Aku rasa semua sudah terjadi, kamu sekarang lebih baik menenangkan pengasuh itu dulu, siapa tahu bisa saja dia berencana menggunakan ini untuk memerasmu, saat itu hal ini pun akan menjadi repot. Oh iya…. benar, kamu tadi menyuruhku untuk membuka cek tunai 100 juta….” ujar Dylan sambil mengerutkan dahi dan lanjut berkata “apa kamu berencana menggunakan 100 juta itu untuk membereskan pengasuh itu?”

Devan tak bersuara seakan mengiyakan hal itu, memang, dia berencana seperti itu, selain uang, dia tidak bisa membayar ganti-rugi ke Sherin dengan hal lainnya.

“Menurutku kamu lebih baik jangan memberinya uang, seharusnya dia adalah orang yang mempunyai harga diri yang tinggi, kamu seperti ini memberinya uang, malah bisa ada kemungkinan membuat masalah ini menjadi semakin kacau.” analisa Dylan.

Devan mengeluarkan suara “Hmph”, harga diri yang tinggi? Kenapa bisa memilih menjadi pengasuh?

Tapi, dia pun mengambil cek di atas mejanya itu dan menyimpannya di salah satu sisi laci mejanya.

“Gimana rasanya?” tanya Dylan yang seakan kembali ke watak aslinya yang jahil itu setelah melihat Devan sudah tenang kembali.

Devan mengelus-elus dahi di antara kedua alisnya itu, raut wajahnya berubah menjadi dingin “Simon menaruh sebungkus penuh obat itu, kamu rasa apa bisa ada perasaan lagi?

Dylan mengerutkan dahi, mengangguk dan berkata “Aduh, sayang kalau begitu.” berhenti sejenak, dia melangkah beberapa langkah ke depan meja Devan, membungkukkan setengah badan, melototinya dan berkata “Devan,kalau aku tidak salah ingat, kemarin, adalah yang pertama kali untukmu sejak Simon ada, betul tidak?”

Suara hati Devan seakan terdengar oleh Dylan, raut wajahnya sekejap menjadi suram, meliriknya sejenak dan berkata “Jaga yang baik mulutmu.”

“Ini kamu tenang saja, aku pasti tidak akan mebuat Gabriel tahu soal ini, bagaimana pun, dia juga sudah menunggumu berapa tahun, belum makan sampai ke mulut, malah sudah didahului oleh pengasuh itu, siapa pun pasti tidak akan bisa menerima hal ini.” koreksi dan tambah Dylan.

Devan melemparkan dokumen yang ada di tangannya ke muka Dylan dan berkata “Aku sudah terjatuh, kamu masih mau menimpukkan tangga lagi. Bisa mati yah kalau tidak begitu?

Saat ini, mbok Lili menelponnya lagi.

“Bos, Sherin sudah pulang, tapi dia bilang dia mau bertemu dengan kamu.” ujar si Mbok.

Novel Terkait

The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
3 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu