Cantik Terlihat Jelek - Bab 289 Gary Meninggal

Saat ini, bunyi pintu “ceklek”, dibuka.

Orang yang masuk, membuat Suya dan Mikasa semua kaget.

“Gary?”

Suya berkata, “kenapa kamu bisa tahu tempat ini?” sambil bicara, ia menarik Mikasa, memberi kode lewat matanya.

Mikasa segera berbalik badan, saat menengok lagi, senyuman di wajahnya sudah hilang.

Di tangan Gary ada sebuket bunga segar, melihat Suya, ia meraba-raba bibirnya, “jangan terlalu sedih, kamu masih muda, nanti bisa punya anak lagi.”

Memang faktanya, Gary hebat sekali di dunia bisnis, tapi, saat berinteraksi dengan orang, EQ nya rendah.

Mikasa mengambil nafas, mendekat, menerima buket bunga segar, meletakkannya di kursi, malah tidak melihat Gary lagi.

Suya melihat mereka berdua seperti ini, menyipitkan matanya “Gary, kamu datang, nyetir mobil?”

Gary mengangguk, “ada, diparkir di bawah.”

“Kalau begitu, kebetulan, aku mau keluar rumah sakit, antar kami sebentar.”

Mikasa terdiam sejenak, mengernyitkam alisnya, tentu ia paham, tujuan Suya, ia mencubit sedikit pinggangnya, sebagai gantinya Suya memutar matanya pada Mikasa.

Karena identitas Suya spesial, ia bahkan tak perlu mengurus prosedur keluar rumah sakitnya sendiri, langsung beberes sebentar, pergi saja.

Mikasa membukakan pintu untuk Suya, baru ia ingin duduk, tiba-tiba tidak tahu datang dari mana ada sebyah mobil, mobil itu seperti remnya tidak berguna lagi saja, dengan cepat mengarah ke mobil mereka.

Saat itu, Mikasa naik mobil, sudah tidak keburu.

Matanya melihat mau nabrak, orang itu dengan kencang menginjak, segera setelahnya, mobil menerjang ke arah Mikasa.

Kecepannya tinggi, membuat Mikasa tidak sempat bereaksi.

Di saat ia menutup mata, siap-siap tertabrak, tiba-tiba tubuhnya jatuh dilindungi seseorang, dadanya menempel pada mobil Gary, di belakangnya ada seseorang yang menggunakan tubuhnya untuk melindunginya.

Ia mencium wangi tubuh yang familiar itu, tubuhnya jadi kaku.

“hng……” terdengar suara erangan di telinga, tapi pria itu tidak bergerak, kedua lengannya terbuka, memastikannya terposisikan diantara dirinya dan mobil.

Ruang kosong itu sangat aman.

Terus sampai, mobil itu menerjang sampai kumpulan bunga di depan, menerobosnya, menabrak tembok luar rumah sakit, mendengar suara “gabruk”.

Di belakang ada orang yang berteriak, “sudah berhenti sudah berhenti.”

Segera setelahnya, ada orang lagi, berteriak, “da……darah……”

Mikasa di saat itu, teringat kembali adegan ayahnya meninggal waktu itu.

Ia berusaha sekuat tenaga menelan ludah, saat itu, orang yang menahan di belakang tubuhnya, tubuhnya sudah jauh darinya.

Ia perlahan menoleh, setelah ketakutannya pergi, wajahnya putih pucat.

Hanya saja, saat melihat Gary yang terkapar di lantai, ia menutup mulutnya, tangannya gemetar, perasaan dingin, seketika menyebar di tangan dan kakinya.

“Gary……” ia berlutut di samping tubuhnya, melihat di belakang punggungnya semua darah, baju putihnya, sudah tercat seperti bunga segarnya, dibawah sinar matahari senja, sangat mencolok.

Tangan Mikasa terulur di udara, malah perlahan tak mampu ia tutunkan, dimana-mana darah semua, ia bahkan tak tahu tangannya harus ditaruh dimana, supaya tidak menyakitinya.

“Gary……” ia memanggil lagi nama pria itu.

Saat ini, ada orang yang bicara di sebelah, “pintu mobil tadi sebelumnya menabrak sampai berubah bentuk, bagian tajam pintu mobilnya menusuk punggung pria itu, kalau lebih dalam lagi, bisa membelahnya jadi dua.”

“Benar, aku juga melihatnya, pria sejati ya, di situasi seperti ini, masih melindungi wanita itu, sama sekali tak bergerak.”

……

Mikasa tidak jelas melihat darah di punggungnya, ia menggigit bibirnya, baru bisa tidak pingsan.

Ia tak boleh pingsan, ia harus melihat kalau Gary tak apa, ia tak boleh pingsan……

“Gary……” tangisannya sudah tak bersuara.

Pria yang sesaat tidak bereaksi, matanya berkedip, Mikasa melihat mulutnya bergerak sedikit, hatinya senang, merangkak di lantai, ia mendengar Gary bicara padanya :“Istriku, aku salah.”

Air mata Mikasa deras sudah seperti membentuk sebuah garis, ia menggeleng cukup lama, tapi malah terisak-isak tak bisa bicara, saat itu, kesalahpahaman sial itu, tidak percaya, seperti jadi tidak signifikan, ia hanya ingin Gary terus hidup.

“Istriku, aku sungguh cinta padamu, aku salah……” suaranya dari lemah sampai akhirnya menghilang.

Hati Mikasa, seperti ikut berhenti, bibirnya, seketika kehilangan warna darah, matanya terlihat tak bernyawa.

Saat itu, ada sepasang tangan menggenggam sepasang pundaknya, “Mika, ia tidak mati, hanya pingsan.” suara Suya.

Mikasa perlahan menoleh, melihat Suya, mengangguk dengan kencang, “benar, ia tak mungkin mati.” ia belum memberi Gary pelajaran, ia belum memaafkan Gary, mana bisa ia mati begitu saja?

Di luar ruangan operasi

Mikasa bersender di sisi pintu, warna bibirnya tetap putih seperti sebelumnya, raut wajahnya buruk sekali.

Saat ini, Devan menghampiri.

“Helin hamil, kandungannya tak stabil, aku tidak memberitahunya.” kata-kata itu, Devan katakan kepada Suya, karena Mikasa yang saat ini, nyawanya seperti sedang tidak ditempat.

Beberapa orang itu kemudian menunggu lagi sangat lama.

Pintu ruang operasi terbuka, Mikasa sudah seperti melempar tubuhnya ke sana, “dokter, ba……bagaimana kondisinya?”

Dokter melepaskan maskernya, menggelengkan kepalanya

Segera setelahnya, ia belum sempat bicara, wanita di hadapannya, kakinya melemas, pingsan.

Saat Mikasa sadar lagi.

Sudah di ruang pasien.

Ia melihat ke sekeliling, tiba-tiba teringat sesuatu, lompat turun dari ranjang.

Langsung menerobos keluar.

Menggenggam suster yang pakai baju putih dan bertanya, “Gary mana? Bagaimana keadaannya Gary?”

Saat ini, ada orang menariknya dari.belakang.

Mikasa menoleh, melihat Suya, hatinya senang, “Suya, Gary mana?”

Suya bersama dengan Suma, sorot matanya memperhatikan Mikasa, bola matanya menggelap.

Suma adalah nama kakak kedua Suya.

“Ia meninggal.” Suma berkata dengan ambigu.

Suya panik, “Kakak Kedua.”

Melihat reaksi Mikasa, ia buru-buru berkata :“Mika, kamu jangan panik dulu.”

Mikasa melihat ke Suma, melihat ke Suya lago, terus menggerakkan kepalanya, “kalian menipuku, kalian pasti menipuku.”

Berbalik badan, ia menerobos ke meja suster, menarik suster orang, “Gary mana? Kalian tahu Gary dimana?”

Suya mengangkat kakinya, menginjak ujung kaki Suma dengan sangat kencang, “Kakak Kedua, kamu mau dunia hancur, ya?”

Selesai bicara, mendekat, menarik Mikasa, “Mika, aku bawa kamu lihat Gary, kamu jangan panik dulu.”

Mikasa terdiam sejenak, mengangguk dengan terburu-buru, “baik……aku tidak panik, tidak panik.”

Saat bicara, sudah berturut-turut menabrak 2 orang.

Suya melihat Mikasa yang sepertu itu, saat itu dalam hati ia menghela nafas penuh emosi, tidak peduli di kehidupan ini, ada kebencian sebesar apa, kemungkinan tidak bisa mengalahkan hidup dan mati.

Di hadapan kematian, kepercayaan yang tidak penting itu, dengan pengertian, seperti jadi tidak signifikan semua.

Beberapa orang mengitari koridor yang panjang, berputar dan berputar lagi.

“Mika, kamu harus persiapkan hatimu.” akhirnya, Suya berhenti di depan sebuah ruangan pasien, malah bicara begitu pada Mikasa.

Novel Terkait

Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu