Cantik Terlihat Jelek - Bab 29 Shopping

Bab 29 Shopping

Tapi, orang yang di sampingnya itu pun mengangkat dahinya, sambil memegang mulutnya berkata: “Aduh.. kamu lihat aku ini, hal seperti ini saja tidak terpikir olehku. Kalau begitu mulai naik dari 1/3 dulu saja. Wanita itu dulu pernah kerja di rumah Devan mengasuh Simon, anak itu juga menyukainya, jadi karena hal ini juga aku memberinya gaji yang lebih besar.”

Manager itu terus menerus menganggukkan kepala, dan merasa lebih salut lagi terhadap adik sepupunya ini yang lembut, lapang dada dan baik hati ini, pantas saja bisa mendapat laki-laki seperti Devan itu.

Mau berhenti tapi batal, walau hatinya sedikit tidak nyaman, tapi terpikir olehnya sikap Gabriel tadi, dan juga pak Lupus, hatinya pun mengambil satu keputusan, ke depannya jangan terlalu banyak berinteraksi dengan mereka.

Hari Sabtu, pagi-pagi sekali Sherin sudah bangun tidur, karena hari ini dia sudah berjanji untuk menemani Simon.

“Mama, kita kurang lebih 2menit lagi baru sampai ke sana menjemputmu, kamu siap-siap yah.”

Bunyi pesan wechat, Sherin membukanya. Ternyata itu dari Simon, dia tersenyum, dan membalas pesan itu, “Baik, segera siap.”

Melihat mobil mewah yang berhenti tidak jauh dari depan lorong itu, perasaannya pun tiba-tiba jauh membaik.

“Simon.”, sapanya sambil membuka pintu mobil bagian belakang itu, lalu masuk dan duduk.

Dari gaya bicara yang bersuka cita ini, terdengar bahwa dia senang.

Hanya saja…..

Kenapa Devan bisa ada di dalam mobil? dan sama-sama duduk di bagian belakang lagi, di antara mereka, hanya dibatasi oleh Simon.

“De…van.” dengan kaku dia mengangguk-anggukkan kepala.

Devan memainkan alisnya “Em”, dengan nada dingin menjawab.

Terhadap orang yang bermulut emas seperti laki-laki ini, Sherin sunguh tidak bisa berkata banyak, dipikir-pikir untung saja Simon dalam hal ini tidak mirip dengannya.

“Mama, pada awalnya aku pikir aku mau berdua saja dengan dirimu, tapi, tapi papaku bilang dia tidak ada kerjaan, aku pun kasihan melihatnya, jadi yah hanya bisa membawa dia pergi bersama.” Simon menjelaskan ke Sherin setelah dia sudah terduduk dengan baik.

Dylan yang berada di depan mengemudi, tangannya yang memegang stir mobil itu pun tersentak, Devan tidak ada kerjaan?

Benar, dia memang tidak ada kerjaan, jelas-jelas sudah diberitahu bahwa hari ini kantor akan ada satu projek pembelian yang mau dilansir, dia pagi-pagi sekali sudah menelponnya dan mengatakan hari ini mau menemani Simon pergi berbelanja.

Dia pikir kasih ayahnya sudah membludak.

Saat ini baru lah dia mencibirkan mulutnya, ternyata yang utama itu bukan menemani berbelanja tapi ada siapanya!

Pastilah Sherin tidak percaya dengan gombalan Simon itu, bagaimana mungkin seorang CEO bisa tidak ada kerjaan?

Dia pun menunjuk-nunjuk dahi anak itu sambil berkata “Kamua yah….. papamu itu orang yang sangat sibuk. Kalau kamu mau kemana main, kamu kasih tahu mama saja. Selanjutnya, kamu jangan menempeli papamu terus, mengerti tidak?”

“Ow, maksud mama, mama tidak mau bertemu dengan papaku?”

Devan pun menutup buku yang ada di tangannya, lalu pandangannya pun lurus mengarah ke Sherin.

Dasar anak nakal! Apa wanita itu bermaksud seperti itu? Baik lah, mungkin dia hanya bermaksud sedikit sekali saja…..

Bagaimana pun, pergi shopping dengan orang yang terkenal seperti ini, jika tidak ada tekanan itu aneh sekali rasanya.

“Kenapa? Sherin kamu ada pandangan terhadapku?” Setelah kejadian malam itu, laki-laki ini terus memanggilnya dengan panggilan Sherin.

“Tidak, bisa pergi bersama dirimu, itu… itu adalah keberuntungan karena benih kelakuan baikku yang sudah kupupuk berkali-kali di kehidupan masa-masa lampauku.” Sherin baru sadar bahwa akhir-akhir ini dia sudah mulai bisa berbohong dengan sangat leluasa.

Tapi, sorotan mata orang itu, apa dia bisa leluasa?

“Kalau begitu, bagus….” Jawaban wanita itu membuat ujung bibir Devan pun melengkung, sepertinya dia sangat puas dengan jawabannya, padangan matanya pun kembali ke buku di tangannya.

Terhadap muka tebal ini, Sherin merasa dirinya melihatnya sekali lagi.

“Simon, apa kamu sudah kepikiran mau pergi kemana?” Demi menurunkan kekakuan dalam mobil itu, Sherin mencari sebuah topik perbincangan dengan Simon. “Pergi membeli baju untuk diriku, papa, dan kamu, okay tidak?” Simon yang tanpa berpikir sama sekali pun menjawab.

“Membeli baju?” Sherin secara reflex memeluk erat dirinya seakan ketakutan, “Aku tidak perlu beli deh, aku menemani kamu saja.” Bercanda yah, bersama dengan ayah anak itu membeli baju? Orang gajinya sedikit seperti itu.

Akhirnya, Dylan memberhentikan mobilnya di depan salah satu plaza.

“Dylan, rasanya di sini tidak boleh parkir deh?” Sherin yang berbaik hati mengingatkan.

Dylan menoleh dan melihat Sherin lalu tersenyum “Sherin, di depan plaza sendiri tidak apa-apa.”

Kalau kata orang perkaatan Sherin tadi itu boros kata-kata, lalu Sherin pun menelan ludahnya.

Turun mobil, melihat pemandangan di hadapannya, wanita itu pun tercengang tapi pada akhirnya juga tidak berkata apapun.

Matanya dipenuhi dengan kejutan.

Plaza ini, terletak di pinggiran laut daerah Ciput, tingginya kurang lebih 4 lantai, tapi lebarnya tidak kelihatan dimana ujungnya. Bentuknya sangat berdimensi, design-nya sangat menonjol, nilai kesenian terlihat di setiap sudutnya, hanya dari melihat logo merk-merk yang top terpampang itu saja, Sherin sudah tahu bahwa tempat ini bukan lah tempat berbelanja untuk kalangan seperti dirinya.

Ia pun tidak bisa menahan diri untuk menunduk, melihat pakaian yang melilit di tubuhnya itu, membuatnya langsung saja merasa miskin sekali, tapi untungnya dia juga tidak berharap apa-apa lagi, ini membuatnya jadi tenang kembali.

“Mama, kamu sedang melihat apa? Ayo jalan... “Simon melihat Sherin melamun lalu menarik tangannya untuk berjalan.

“Simon, papamu benar-benar kaya yah!” Mendengar gaya bicara Dylan itu seakan kekayaan yang sedikit ini mungkin hanya lah sepotong batu dari gunung kekayaan keluarga Devan.

Simon memiringkan kepalanya untuk melihat Sherin “Mama, ada apa? Ada tidak perasaan suka ke papaku?”

Sherin sungguh bangga dengan sikap Simon yang teguh itu dan berkata “Jangan sembarangan berbicara lagi, aku mamamu ini, tidak pernah berpikir untuk menikah karena uang, hari esok kalau memang aku menikah, aku juga mau menikah dengan orang yang bisa berdampingan seumur hidup, walau dalam keadaan miskin ataupun kaya, dalam keadaan sakit sampai maut memisahkan.” Dan bukan seperti ayahnya yang setelah ibunya divonis mengidap kanker tidak lama tiba-tiba menghilang begitu saja, apalagi tidak memberinya suatu alasan, dalam hatinya menambahkan.

Badan Devan yang berjalan di depan itu ada sedikit tersentak.

“Wah, tidak disangka pengasuh muda ini.” Dylan dan Devan jalan berdampingan, tentu saja mendengar perkataan Sherin itu, hanya saja kata “pengasuh muda” ini baru saja keluar dia pun sudah dipelototi Devan, kemudian buru-buru meralat “Sherin…… benar-benar masih polos!”

Usai mengatakan itu, matanya melirik ke ujung atas seakan mencemooh orang yang pundaknya di depannya itu, jelas-jelas baru-baru ini dia sendiri masih memanggilya seperti itu, sungguh keterlaluan, pemikirannya berubah begitu cepatnya bahkan melebihi para wanita.

“Selamat datang, Pak!” baru saja mereka sampai ke pintu itu, langsung saja datang segerombolan orang berpakaian seragam itu dan membungkukkan pinggangnya memberi hormat.

Gaya hormat ini membuat Sherin bisa dibilang menarik Simon dengan cepat menerobos masuk pintu itu.

Lagian, bukannya katanya hanya mau membeli baju?

Apa perlu sampai segitunya?

“Mama, kamu mau pegangan denganku karena di sini pintu keluarnya banyak. Jangan sampai hilang.” Simon setelah mengatakan ini pun mengenggam tangan Sherin erat-erat.

Sherin menundukkan kepala melihatnya, matanya dipenuhi dengan perasaan senang.

Saat ini, dia sungguh berterima kasih terhadap ibunya yang membawa Simon ke dunia ini.

“Papa, kamu gandeng tanganku, okay?” Simon tiba-tiba berkata.

Devan berhenti melangkah, menoleh ke belakang sejenak, lalu mengulurkan tangannya dan berpegangan tangan.

Kemudian, di dalam plaza itu terlihat lah lukisan yang aneh.

Seorang laki-laki yang bermuka tampan bukan kepalang berpegangan tangan dengan seorang anak kecil yang cantik luar biasa, dan tangan anak kecil itu pun berpengangan tangan dengan seorang wanita yang penampilan dan berwajah yang sangat tidak menarik mata.

Laki-laki itu tersenyum ke anak itu dan anak itu tersenyum ke wanita itu.

Setelah beberapa tahun kemudian, ketika mereka bertiga menjadi sama-sama mencolok, saat terlihat lagi bergandengan di tempat ini, mereka pun bisa selalu terbayang akan kejadian hari ini, kenangan yang  hangat dan manis.

Novel Terkait

His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu