Cantik Terlihat Jelek - Bab 516 Tangan Di Pinggang

Tiba di pintu, dia melihat Agus dari kejauhan, dia bersandar pada pilar di koridor dan menatap lurus ke depan, sepertinya sedang memikirkan sesuatu.

Banyak gadis yang menunjuk padanya, menjerit dengan penuh semangat, ingin melangkah maju mendekatinya dan mengobrol dengannya.

Dia mengabaikan semua ini, dan wajahnya selalu tenang dan dingin.

“Itu, Nini bersuasana hati buruk, kamu mencarinya ada urusan apa?”

Dia mendekatinya, menatap Agus dan bertanya.

Agus menegakkan tubuhnya, melihatnya keluar, tidak tahu apakah mata Hutu kabur, dia melihat wajah Agus memerah.

“Beberapa hari yang lalu, Nini memintaku mencarikan buku ini, sudah ada tandatangan di atas, kamu membantuku memberikan padanya.”

Hutu baru teringat sebelum pergi ke kota A, Nini pernah berjanji padanya, dan terjadi begitu banyak masalah akhirnya dia juga lupa.

Begitu melihat Agus menyerahkan buku itu, dia menarik nafas dan merasa sangat senang, “Terima kasih!”

Selesai berkata, dia menggulurkan kedua tangannya menerima buku itu.

“Ada apa dengan tanganmu?” Hutu tertegun, dia baru teringat tangannya terluka, menarik kembali dan berkata, “Tidak apa-apa.”

Hatinya agak terkejut, Agus begitu mengkhawatirkannya.

Menundukkan kepala, melihat buku itu, dia berpikir dan memutuskan untuk memberitahunya, “Aku yang meminta Nini mencarikan buku ini, aku mendengar sudah habis di pasaran, benar-benar sangat berterimakasih padamu!”

Agus bersandar di pilar, alisnya terangkat, “Kamu yang menginginkannya? Kamu pernah membacanya?”

Hutu mengangguk, “Tentu ada, aku masih ingat tokoh-tokoh di dalam, kadang-kadang kalau tidak ada kerjaan, aku akan melihat ulang, aku…..”

Saat ini, suara bel berdering, memotong perkataan Hutu, dia menggaruk kepala dan agak segan.

Sudut mulut Agus terangkat, dan tiba-tiba mengulurkan tangannya mengambil buku dari tangan Hutu, “Setelah pulang sekolah malam ini, aku menunggumu di luar sekolah!”

Hutu bingung, “Untuk, untuk apa?”

“Kalau kamu yang mau, maka kamu harus traktir aku makan dulu.” Selesai berkata, tidak menunggu Hutu menolak, dia berbelok dan langsung pergi.

Hingga masuk ke dalam kelas, duduk di kursi, Hutu masih merasa bingung.

Agus memintanya traktir makan, ini...... apa yang terjadi?

Dia ingin memutar kepala bertanya pada Nini, baru menemukan tempat duduknya tidak ada sosok bayangannya.

“Nini tadi bilang dirinya kurang sehat, sudah meminta izin.” Teman barisan belakang melihat keraguannya, lalu berkata.

Minta izin? Kurang sehat?

Hutu menarik nafas, kalau membicarakan sikap manja, dia benar-benar mengagumi Nini.

Hal-hal yang terjadi dalam seharian ini, membuat Hutu yang memang pusing melakukan berbagai soal ujian, menjadi semakin pusing.

Dengan tidak mudah dia bertahan hingga pulang sekolah.

Baru saja keluar, dia langsung melihat Agus mengendarai sebuah mobil sport putih, berhenti di depan gerbang sekolah.

Dia memang lumayan menarik perhatian dan sekarang berada di sana, membuat pintu gerbang sekolah yang tadinya lebar, menjadi sempit karena banyak gadis yang menunggu di sana.

Hutu menyangka dia hanya bercanda, tidak menyangka dia benar melakukannya, dia segera bersembunyi ke samping, mengeluarkan ponsel dan menelepon Nini, namun tidak terhubung, dia mengerutkan kening.

Dia berpikir dan menelepon Raven, berdering dua kali, langsung terhubung, “Keluar dari gerbang sekolah, dan melangkah maju 30 meter.”

“Paman, bisakah kamu masuk menjemputku? Aku..... Aku ketemu sedikit masalah.” Dibandingkan dengan membuat semua orang menebak hubungan diantara dia dan pamannya, masuk ke mobil Agus malah lebih menakutkan.

Agus juga lulus dari sekolah mereka, dia memiliki banyak penggemar, pengaruhnya lumayan kuat.

Dalam telepon terdiam sejenak, kemudian terdengar, “Ya.”

“Wah, tampan sekali!”

“Hari apa hari ini, para pria tampan keluar semua?”

"Siapa ini? Aku tidak pernah melihat....."

Usia enam belas atau tujuh belas merupakan usia anak remaja mulai jatuh cinta, jadi begitu Raven muncul, juga menarik perhatian banyak orang.

Hutu melihat dari kejauhan ketika dia datang dari kerumunan, ke mana pun dia pergi, secara otomatis dibagi menjadi dua barisan, dia bagaikan aktor, berjalan dengan bangga ke arahnya, begitu mulia, namun juga membuatnya merasa begitu jauh.

“Paman!” Dia bersembunyi di sudut dan memanggilnya dengan lembut.

Pada saat ini, dia telah melepaskan rambutnya, membelah rambutnya yang panjang ke kedua sisi, menutupi wajahnya, menundukkan kepala dan berjalan menuju ke arah Raven.

Karena dia menundukkan kepalanya, dia tidak bisa melihat ekspresi Raven, hanya merasa kakinya yang panjang perlahan-lahan mendekatinya, dan kemudian sebuah tangan memegang di bagian pinggangnya.

Hutu bagaikan kesetrum listrik, hatinya berdebar kencang pada saat ini.

Tanpa sadar dia ingin mengangkat kepalanya, tetapi ditekan oleh sepasang tangan besar, “Jangan mengangkat kepala.”

Dengan begini, di bawah lindungan Raven, Hutu masuk ke dalam mobil.

Saat pintu ditutup, dia terengah-engah, bukan karena dia telah melarikan diri dari Agus, tetapi karena tangan di pinggangnya.

Mobil melaju, setelah keluar dari area sekolah, Raven berkata, “Apa yang terjadi?”

Hutu menggigit bibirnya dan menjelaskan masalah Agus padanya.

Kemudian, mobilnya tiba-tiba berhenti di pinggir jalan, Raven memutar kepala dan menatapnya.

"Sudah SMA kelas tiga, kamu masih bertenaga menghabiskan waktumu dalam masalah-masalah seperti ini?”

Tatapannya sangat menakutkan, Hutu baru saja menghela napas lega, dan sekarang dia menjadi tegang lagi,

“Paman, aku tidak, aku.....”

“Sudahlah, jangan begitu lagi, kalau tidak, jangan salahkan aku memberitahu Ayah dan ibumu.” Dia memotong perkataan Hutu, wajahnya terlihat sangat jelek.

Hutu mengedipkan matanya, menundukkan kepala, merasa sangat sedih dan kesal, jadi dia juga malas menjelaskannya.

Karena kejadian ini, sepanjang jalan kembali ke rumah, Hutu sama sekali tidak berbicara dengan Raven, setelah tiba di rumah, dia langsung bergegas masuk ke kamar.

Selesai mandi, dia terkejut melihat Raven berdiri di luar toilet, “Paman.....”

“Keluar dan ganti obat!”

Hutu menghela nafas.

“Karena kamu memanggilku paman, begitu aku tahu, aku harus memperhatikanmu.”

Ketika sedang mengoleskan obat, Raven tiba-tiba mengatakan ini.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu