Cantik Terlihat Jelek - Bab 663 Aderlan Curiga

Ibu Ram mendengar demikian, melihat mereka berdua, dalam sekejap, dalam sekejap wajahnya menjadi sangat bahagia, menepuk kuat pundak Rambo.

"Dasar kamu anak ini, semalam masih berani membohongi mamamu, membuatku terkejut sekali, ehn, Mimi, kamu sibuk bekerja, maka ikut kemauanmu saja, kamu pilih tanggalnya."

Tampaknya Mimi lupa dengan keberadaan Ibu Ram , begitu dia berkata seperti itu, dia baru menyadari keseriusan masalah ini.

Dengan tidak beralasan memutarkan kepalanya, melihat Rambo dan meminta pertolongan.

"Hari pernikahan, besok kamu pergi tanya managermu sebentar, aku juga mengatur bagianku disini, kita baru kerja, pekerjaan kita harus diselesaikan dulu, kalau tidak, tidak mungkin setelah menikah langsung bekerja lagi bukan?"

Rambo sambil berkata, lalu mengangkat tangan Mimi yang terluka, meniupnya dengan pelan, "Setelah menikah, juga harus bulan madu dulu, benar kan?"

Mimi langsung menelan air ludahnya.

Menundukkan kepalanya, berpura-pura malu dan berkata: "Menurut padamu saja."

"Tidak apa-apa, bahan pernikahan, mama persiapkan dulu, kalian hanya perlu memilih hari, kalau sudah pilih beritahu aku, aku akan memesan hotel, upacara pernikahan, mobil pernikahan lainnya, harus cepat dipesan....."

Ibu Ram tidak berhenti berbicara tentang pernikahan.

Mimi dan Rambo memegang erat tangan sesama, melihat Ibu Ram , wajah mereka tersenyum.

Gambaran yang hangat seperti ini, Aderlan dan asistennya seperti orang yang berlebihan.

Bangkit, berjalan keluar, beberapa orang seperti tidak menyadari, tidak peduli.

Ibu Ram sudah senang sekali sampai lupa ada apa, Rambo tidak ingin mempedulika Aderlan, kalau Mimi tidak berani peduli.

Aderlan keluar dari kamar pasien, memutar kepalanya melihat pintu yang sudah tertutup, keningnya berkerut, berjalan beberapa langkah, lalu tiba-tiba berhenti, berkata kepada asistennya:

"Cari orang periksa sebentar 3 tahun lalu tanggal 23 September malam, wanita didalam itu ada dimana, sedang apa, semakin detail semakin bagus."

Tanggal 23 September, ulang tahun Verna.

Tanggal 23 September, pertama kalinya mereka bersama.

Bibir asisten terbuka, tapi pada akhirnya tertutup lagi, ada beberapa hal dia tau, kalau banyak berkata pasti akan disalahkan.

Setelah keluar dari rumah sakit, naik ke mobil, setelah mobil berjalan beberapa saat, Aderlan berpikir-pikir, lalu menelepon Wenra lagi.

"Presdir Xu , proyek ini, menurutku lebih baik diserahkan untuk pengganggaran yang tadi saja."

Jarinya sedang mengetuk kursi kulit mobilnya, "Seorang karyawan yang sangat berusaha demi perusahaan, seharusnya aku memberi orang baru ini kesempatan, hanya saja, Presdir Xu , harusnya tidak akan ada perubahan apapun lagi bukan? Contohnya si karyawan izin atau semacamnya?"

Terhadap hasil seperti ini, jelas sekali Wenra sedikit terkejut, terdiam sebentar, lalu menjawab,

"Tidak akan, tenang saja presdir Aderlan, hal yang sudah kujanjikan, meskipun hujan pisau, aku juga akan menyelesaikannya."

Bibir Aderlan terangkat, "Baguslah kalau begitu!"

Setelah memutuskan panggilan itu, melihat keluar jendela, kekhawatiran yang tidak bisa Aderlan katakan, Rozi adalah Mimi? Dia tidak berani membayangkannya.....

Didalam kamar pasien

"Apa? Aku bertanggung jawab sepenuhnya? Oh, baik, baik......tenang saja Presdir Xu , aku akan berusaha semampuku."

Setelahnya, Mimi memutuskan panggilan itu.

Menundukkan kepala melihat selimut dan terdiam, sudah lewat beberapa saat informasi yang baru dia dengar, Aderlan membiarkan dia orang baru ini, orang yang tidak ada pengalaman sekalipun, untuk bertanggung jawab atas proyek besar itu.

Kenapa?

Dia berpikir sejenak, mengangkat kepala melihat Rambo, "Menurutmu.....apakah dia mengetahui sesuatu?"

Rambo meneguk air setengah gelas itu, lalu dengan santai berkata: "Kalau tau ya tau saja, apakah dia bisa memakanmu dengan hidup-hidup?"

Setelahnya, menarik kursi duduk di hadapan Mimi, dengan serius berkata: "Beberapa tahun lalu, aku sudah menyarankanmu, beritahu semuanya kepadanya, kamu tidak mau, saat itu, kita masih sangat muda, pemikiran masih impulsif, juga terlalu kekanakan."

Rambo berhenti sebentar, duduk tegak, lalu lanjut berkata: "Tapi, sekarang kita juga sudah dewasa, aku malah mendukungmu memberitahunya, meskipun tidak ada kelanjutan apapun, putus asa juga sebuah hal yang bagus."

Mimi mengerutkan keningnya, kalau begitu penghindarannya selama bertahun-tahun ini untuk apa?

"Tidak setuju? Kalau begitu kamu biarkan saja? Kalau, dia sudah lama melupakanmu? Rumor-rumor tidak baiknya itu, kamu bukannya tidak mendengarnya."

Melupakannya?

Satu kata ini, membuat jantung Mimi tertarik.

Meskipun sudah melihat Aderlan ada hubungan intim dengan wanita lain, dia tetap tidak merubah hatinya.

Melupakannya? Mimi menggeleng.

"Dimana mama angkat, bagaimana? Sepertinya dia menganggapnya benaran." Mimi melilitkan rambutnya dengan jari, berputar bolak balik, mengalihkan pembicaraan.

Rambo berdiri, membantu Mimi berbaring di tempat tidur, "Sudahlah, mamaku itu, nanti aku saja yang jelaskan, cepat tidur!"

Perkataan masih belum selesai, terdengar lagi suara pintu terbuka.

Cempluk berlari masuk, "Mimi, apa kamu baik-baik saja? Tadi aku ingin ikut, kakak....... kakakku tidak membolehkanku datang rumah sakit, tadi sudah pulang kerumah, aku diam-diam keluar."

Cempluk memakai gaun tidur berwarna merah, kakinya memakai sandal bergambar panda, dengan nafas tersenggal, wajahnya sedkit merah.

Mimi baru saja berbaring, melihat Cempluk kemari, langsung duduk kembali, "Sudah semalam ini, kenapa kamu datang kemari? Aku sudah tidak apa-apa, apa kakakmu tidak memberitahumu?"

Sambil berkata, memutar kepalanya melihat Rambo, "Rambo, ini teman kerjaku, cepat tuangkan segelas air."

"Halo, aku kakaknya, kamu Cempluk bukan? Aku pernah mendengar Mimi membicarakanmu."

Rambo menuangkan segelas air, menyodorkannya untuk Cempluk .

Cempluk masih tetap dengan nafas terseggal, kedua tangannya digosok, menutupi wajahnya, menelan liurnya, lalu menjulurkan tangan menerima gelas yang disodorkan Rambo, "Terimakasih......terimakasih ya!"

Suaranya sedikit tersenggal, wajahnya sedikit merah.

Rambo mengerutkan kening, dengan sangat natural menjulurkan tangan memegang keningnya, "Kamu ini sedang demam? Tidak kok.......jadi kenapa wajahmu merah sekali."

Setelah sekian lama, memikirkan gambaran ini lagi, Mimi sedang berpikir, mungkin saja ini semua adalah takdir.

Kalau tidak, Rambo yang selalu anti dengan wanita, kenapa bisa tiba-tiba begitu ramah terhadap Cempluk yang baru dia temui pertama kali?

Dia juga percaya dengan takdir lagi.

Bagaimana juga, kalau dia tidak kenal Aderlan, maka tidak akan ada kejadian hari ini.

Kalau hari ini tidak ada masalah ini, Rambo pun tidak mungkin kenal dengan Cempluk .

Maka, banyak sekali masalah di belakang nantinya, atau mungkin, tidak akan terjadi.

Tapi, dunia ini tidak ada mungkin!

Cempluk jelas sekali terkejut dengan perbuatan Rambo yang intim.

Berdiam di tempatnya, membeku sambil melihat Rambo.

Mimi berdiri, menarik Rambo, "Aku bilang kamu ini ada penyakit akibat pekerjalaan ya? Lihat kamu sudah menakutinya!"

Novel Terkait

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu