Cantik Terlihat Jelek - Bab 672 Aderlan Cemburu

Rambo datang cepat sekali, memakai baju tidur, sandal kapas, saat melihatnya, keningnya berkerut, tidak mengatakan apapun, langsung melepaskan baju tidurnya dan memakaikannya untuk Mimi.

"Cewek cantik, kamu tengah malam begini, pakaianmu begitu tipis, untuk apa datang ke tempat ini? Kamu harusnya tidak akan bilang, kalau kamu datang mencariku bukan?"

Sambil mengatakannya, lalu membantu Mimi berdiri.

Mimi memutar matanya, menurunkan baju tidurnya sendiri, memberikannya untuk Rambo, "Kamu saja yang pakai baju, aku jogging, kamu bawa jalan di depan, malam nanti, pergi ke rumahmu nginap semalam, bisa tidak?"

Dia mengatakan dengan singkat.

Mungkin karena lingkungannya saat tumbuh dari kecil tidak sama, dia tidak sama seperti wanita yang seusianya begitu malu-malu.

Dia tidak peduli bagaimana orang mengatakannya di belakangnya, dia hanya memberitahu dirinya sendiri, asal dia berbuat benar maka tidak perlu takut.

Jadi, meskipun dia sering menginap di rumah Rambo, para tetangga itu sudah lama menggunakan tatapan aneh melihatnya, dia juga tidak peduli.

Rambo berdecih dingin, melihat baju tidur di tangannya, tertawa pahit sebentar, lalu tidak melepaskannya lagi, langsung menggantungkannya di lengannya, "Ayo, kakak temani kamu lari bersama!"

Mimi tertawa sebentar, Rambo selalu mengerti dia.

Mereka berdua tatapan sebentar, lalu berlari bersama ke arah jalan kecil di sebelah.

Di bawah sinar bulan, bayangan mereka berdua tertarik menjadi bayangan panjang, terkadang bersatu, terkadang menyilang.

"Presdir Aderlan, ini.....apakah sudah boleh pulang?"

Asisten memutar kepalanya, menghadap mata Aderlan yang dingin, saat ini, dia sungguh ingin menggigit lidahnya sampai putus, sudah tidak ada masalah, untuk apa mengurus urusan orang lain?

Kali ini, curiga, mau mencuri telur tidak jadi malah menghilangkan beras lagi.

Hanya saja, reaksi presdir Aderlan, malah membuatnya terkejut.

"Ikuti mereka, ikut yang jauh."

"Mimi, jangan balikkan kepala!"

Setelah mereka berdua berlari kecil di sebuah jalan, tiba-tiba Rambo berkata.

Sambil berkata, juga menggandeng tangan Mimi.

Mereka berdua sudah bersama selama bertahun-tahun, kontak batin sekecil ini masih ada.

Mimi menolehkan kepalanya melihat Rambo, tertawa tipis berkata, "Kamu lanjut katakan."

"Dari suara mesin mobil di belakang, ini adalah sebuah mobil mewah, dari ceritamu tadi, orang ini, harusnya Aderlan."

Rambo bekerja di bidang penelitian mesin peralatan medis, jadi, dia sangat peka terhadap suara, Mimi tidak curiga dengan perkataan Rambo.

Bibirnya terangkat sedikit, hati yang dingin karena ini saat ini menjadi menghangat.

"Ckckck, aku sudah tau di hatimu selalu masih ada dia, hanya saja, masalah Tuman ini, Aderlan benar, kamu lebih baik jangan ikut campur, masalah seperti besi beton berubah menjadi kawat besi, tidak mungkin seorang mandor kecil sepertinya bisa menyelesaikannya."

Langkah Mimi melambat, ekspresi wajahnya juga menjadi suram.

"Sehebat apapun dia, juga tidak mungkin bisa melakukan apa saja di proyek kerja sebesar itu, ini jelas-jelas ada yang mengutak-atik dibelakang, menarik Tuman sebagai pelindung."

Benar!

Poin ini, setelah perkataan Aderlan itu, dia sedikit mengerti.

Memikirkan ini, tentunya dia sedikit khawatir.

Tapi, dia tidak ingin mempengaruhi Rambo, tersenyum dan mengalihkan pembicaraan.

"Rambo, kamu saja tidak mengatakan kepadaku, rumahmu ini mau dibongkar, jadi aku tadi datang tidak mengenali kalau ini adalah sekitaran rumahmu."

Tiba-tiba Rambo menghentikan langkahnya, melepaskan tangan Mimi, menyentuh pelan wajahnya, "Ehn, sudah hangat, kalau begitu jalan-jalan saja!"

"Rumah ini adalah rumah nenek moyang papaku, rumah lama, papa mamaku sedikit tidak tega untuk membongkarnya, terus menyogok dengan pemerintah, aku melihatmu sibuk, juga tidak ada kesempatan memberitahumu."

Mimi bekerja di bidang ini, sebelumnya pernah mendengar kalau rumah ini akan dijual dengan harga mahal, dana pembongkaran juga sangat mengesankan.

"Sogokan ini, tampaknya tidak guna, dana pembongkaran minta lebih banyak saja!"

Mimi bercanda.

Rambo melihatnya, Mimi jarang tertawa, tapi malah menanggapi dengan kalimat: Saat tersenyum, seluruh jenis pesona terpaparkan.

Awalnya hatinya sedikit berat, karena ini dalam sekejap menjadi lebih nyaman,

"Ehn, kalau begitu, mau tidak mempertimbangkan kembali, aku ini selanjutnya adalah generasi kedua asli."

Bercandaannya membuat senyuman Mimi sedikit kaku.

"Lihatlah kamu sampai ketakutan seperti itu! Kamu sungguh mengira kalau aku tidak bisa tidak menikahimu? Kuberitahu padamu, aku, mungkin sudah mau pacaran."

Nada bicara yang tinggi, mata yang bersinar, Rambo yang seperti itu, Mimi tidak pernah melihatnya.

Dia juga tau kalau Rambo tidak berbohong.

Memikirkan ini, langkahnya menjadi tersendat, setelahnya dengan wajah penuh harapan melihat Rambo, "Siapa? Siapa orang itu, apa aku mengenalnya? Bawa keluar untuk aku lihat."

Rambo mengulurkan tangannya, menggandeng tangannya lagi, "Tenang, tunggu semuanya sudah pasti, aku baru beritahu padamu."

Mereka berdua sebentar jalan sebentar berhenti, membicarakan topik serius.

Tapi di mata orang lain menjadi mengobrol dengan santai dan lucu.

Asisten yang mengikuti di belakang, hanya merasa kalau keningnya sedikit berkeringat, ini benar tidak apa-apa, apa sedang mencari masalah?

"Presdir Aderlan, jalan di depan sedikit sempit, kalau tidak, kita putar balik?"

Tenggorokan Aderlan bergulir beberapa kali dengan cepat, wajahnya sehitam tinta, dia mengira,kalau dirinya tidak mempedulikan penipu itu.

Tapi, saat ini, malah hanya merasakan kepenatan yang sulit dijelaskan, ada semacam impulsif ingin menonjok orang lain.

"Sebenarnya, dia mungkin tidak akan terlalu peduli, kamu tidak perlu berbuat seperti ini."

Ucap Mimi.

Rambo mengetuk keningnya pelan, "Hanya begini saja sudah tidak tega? Nona, kamu sudah menderita sebanyak apa karenanya, kalau dia benar-benar mencintaimu, tidak akan karena kesalahpahaman sekecil ini, dengan mudah mengatakan untuk melepaskan, kalau benar-benar melepaskan, orang seperti ini, aku tidak setuju kamu menikah dengannya."

Benar-benar mencintainya? Mimi tidak menjawab.

Terhadap Aderlan yang di hadapi Mimi, dia tidak percaya diri.

Pria yang bisa menjebloskannya ke dalam penjara, dia tidak berani berharap.

Saat berbicara, sudah sampai di rumah Rambo, disekitarnya ada banyak bangunan yang dibongkar berserakan, tampak sedikit berantakan.

"Cepat masuk, diluar dingin."

Rambo membuka pintu, menyuruh Mimi masuk.

Saat pintu tertutup, Mimi baru menghela nafas lega, punggungnya bersandar di belakang, setelah beberapa saat, baru berdiri.

Tiba-tiba, terdengar suara yang sangat keras dari luar.

"Ada apa? Apakah mobil sudah menabrak dinding?"

Tanya Mimi.

Rambo mengerutkan kening, meskipun disini sudah dibongkar tapi juga daerah kota lama, lampu jalanan dan lainnya masih belum dibongkar.

Meskipun sedikit kacau, tapi juga tidak sampai bisa menyebabkan tabrakan mobil.

Maka, hanya ada satu kemungkinan, mobil sudah dihancurkan oleh orang lain.

Novel Terkait

Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu