Cantik Terlihat Jelek - Bab 561 Ada Maksud Tersembunyi Dibalik Kata-Kata Nenek

Beberapa tahun yang lalu, setiap kali ibu berkata untuk pergi kerumah nenek, ia langsung terkejut dan bersembunyi, lama-kelamaan, ibu tidak lagi memaksanya.

Setelah mengetahui pengalaman hidupnya.

Ia juga seketika mengerti apa alasan nenek memperlakukannya seperti itu, mengapa?

Karena, ia pasti merasa dirinya sendiri yang membunuh ibunya.

“Ia mungkin tidak dapat bertahan lama.” Ibu seakan-akan mengetahui dirinya akan menolak, menggenggam tangannya erat-erat, bingkai matany dipenuhi dengan air mata.

Ayah meletakkan sumpitnya, melihat ke Hutu dan tidak berkata apapun.

“ Tutu …… mari pergi untuk menjenguknya? Nenekmu sudah menelepon beberapa kali.” Suara ibu terdengar sedikit terbata-bata dengan isak.

Diingat-ingat selama ini kebaikannya kepada dirinya.

Hutu menganggukkan kepalanya, tidak dapat menolak.

Ibu Ningga memiliki seorang kakak perempuan dan dua orang adik laki-laki, nenek sekarang tinggal bersama dengan paman yang paling kecil.

Keadaan keluarga Hu meskipun tidak sebanding dengan keluarga Ningga, keluarga besar dengaan bisnis besar, juga masih terhitung kaya.

Ayahnya Sako Ningga dalam beberapa tahun ini, meskipun agak sedikit terserah dengan ibu, tetapi terhadap keluarga Hu , telah memberikan tidak sedikit bantuan.

Mereka berangkat bersama-sama, baru saja keluar dari pintu rumah, langsung melihat Shang Ningga disamping mobil yang melihat mereka keluar, langsung menyambut dan menerima tas dari tangan Ibu Ningga , “Bu.”

Melihat Hutu yang juga naik kemobil, dari belakang ia menarik-narik tangannya, “Kamu juga pergi?”

Hutu menganggukkan kepalanya, kemudian melihat Shang yang mengerut alisnya beberapa kali.

Beberapa kali ia dipukul saat itu, Shang Ningga juga selalu ada disana, demi menahan nenek ia pun tidak sedikit menerima pukulan-pukulan itu.

Ayah menahan tangan ibu untuk naik ke mobil, menurunkan kaca mobil dan melihat kearah Shang Ningga, “Melamun apa, semua naik kedalam mobil.”

“Ayah, nenek terhadap Tutu ……”

“Tenang saja, ia tidak dapat memukulnya lagi.” Ayah memotong perkataan Shang.

Setelah kata-kata itu keluar, ibu langsung terisak.

Apa arti dari semua ini sudah sangat jelas terlihat.

Setengah perjalanan, Hutu menerima pesan dari Raven, “Sedang apa?”

Sejak menjalin hubungan secara resmi, ini adalah pertama kalinya Raven terlebih dahulu mengirim pesan kepadanya, Hutu melihatnya beberapa kali hingga pada akhirnya menetapkan ia tidak salah melihat.

Rasa takut didalam hatinya perlahan-lahan memudar.

“Pergi menjenguk nenek.”

Ia mulanya ingin menceritakan rasa pahit dihatinya, mengetik setumpuk kalimat, kemudian dipikir-pikir lagi, kembali menghapus semua itu, batas pertahanannya, ia tidak ingin Raven mengetahui terlalu banyak tentang hal itu.

Hanya saja, tidak disangka, Raven seakan-akan mengetahui semua itu.

“Aku berada didekatmu, jika ada masalah, telepon kepadaku, aku akan datang menjemputmu.”

Dalam hati terdalam Hutu terdapat sedikit perasaan yang tidak dapat diungkapkan.

“Baiklah, terima kasih paman muda.”

“En.”

“Sedang mengirim pesan dengan siapa?” Shang Ningga menggeser kepalanya melihat kearahnya, Hutu seketika membalik HPnya keatas kakinya, melihat kearahnya, “Nini.”

Setelah menjawab, ia menaruh kembali HP nya kedalam tas, dengaan hati was-was menolehkan kepalanya kearah luar jendela, hatinya terasa lebih lega karena perkataan Raven tadi.

Rumah paman muda terletak dipinggiran kota Ciput, nenek menyukai tempat dengan udara bersih, paman muda yang sangat berbakti langsung meminta orang untuk membangunkan sebuah vila disisi gunung.

Kemudian takut ia sendirian akan merasa kesepian, iapun membawa sekeluarganya dari yang besar hingga yang kecil semuanya pindah dan tinggal bersama dengan nenek.

Mungkin mengetahui bahwa mereka akan datang, paman muda sudah berdiri didepan pintu vila sejak pagi menunggu mereka, melihat mobil mereka yang berjalan kearah kemari, langsung sibuk untuk menyambut mereka.

Saat masih kecil, banyak saudara yang berkata tidak peduli rupa maupun sifat, ia sangat mirip dengan paman muda.

Hanya dia yang tahu, sama sekali tidak mirip.

paman muda adalah tipe berpendidikan dan lemah lembut, karakter yang tidak terburu-buru dan tidak lambat juga.

Sedangkan dia hanya permukaan saja terlihat lemah lembut, didalamnya masih ada kenakalan, karakternya juga lebih tidak sabaran, hanya saja beberapa tahun ini berada dikeluarga Ningga, ia harus menahannya.

Melihatnya turun dari mobil, terlihat jelas paman muda terkejut dan terdiam, kemudian mulutnya terbuka, “ Tutu , kamu datang kemari, nenekmu pasti senang sekali.”

Alis Hutu sedikit mengerut, sekujur tubuhnya bergetar secara tidak sadar.

Senang? Senang memarahinya? Atau senang memukulnya?

Tetapi, hari ini, karena ia telah memutuskan untuk datang, tentu saja sudah menyiapkan diri.

Pukul maupun amarah juga ok, ia tidak akan menyalahkannya, bagaimanapun juga sudah berumur……

“paman muda apa kabar.” Setelah mengatur kembali emosinya, ia memberi salam dengan manis.

Meskipun didalam kepala terselibat berbagai macam cara bertemu kembali dengan nenek, tetapi, disaat ia melihat wajah seseorang yang berubah karena kehilangan berat badan hingga seperti ini, ia masih tetap saja terkejut.

Dalam ingatannya, nenek sangatlah kuat, terhadap Ibu Ningga , terhadap kedua pamannya, cara bicaranya selalu jelas, jika ada kalimat yang tidak benar, pasti akan langsung emosi.

Bahkan terkadang juga meluapkan emosinya kepada Sako.

Dalam hal ini, ia merasa ayahnya benar-benar cukup baik, paling tidak, ia tidak pernah melihat ayahnya langsung memberikan perlawanan kepada nenek.

Tidak peduli seberapa jahatnya, bagaimana marahnya, bagaimana ia meluapkan emosinya, ia selalu hanya menganggukkan kepalanya menanggapi.

Tetapi disaat ini, dia mana ada kekuatan untuk menunjukkan kekuatannya?

“Ibu……”

Ibu Ningga berjalan hingga samping ranjang, menarik tangan nenek dan menempelkannya disamping wajahnya.

Nenek membuka matanya, saat melihat Hutu . Ia terlihat sedikit bersemangat, “Ini……ini adalah Tutu kan?”

Ini adalah pertama kalinya dalam ingat Hutu , nenek memanggil namanya dengan nada selembut itu.

Ia menarik nafas dan maju beberapa langkah kedepan, “Ne…… nenek.”

Ingatan itu terlalu kuat, meskipun dia yang disaat ini berusaha sekuat tenaga untuk menetralkan suasana hatinya, tetapi suaranya yang keluar masih tidak tertahankan terdengar sedikit bergetar.

Nenek berusaha untuk mendudukan tubuhnya, paman muda dan ibu saling bertatapan sebentar, kemudian bersatu untuk memapah nenek menegakkan tubuhnya, menambahkan beberapa bantal dibelakang tubuhnya sebagai sandaran.

“Kemari, Tutu kemarilah.” Nenek melambaikan tangan kearahnya.

Hutu tanpa disadarinya langsung mundur beberapa langkah, ia merasa jika ia maju, nenek pasti langsung memberinya tamparan.

Gerakannya ini, terlihat jelas membuat nenek sedikit sedih, mata keruhnya terlihat kehilangan semangat lagi, tangan yang terangkat diudara itu terdiam beberapa saat, tidak lama kemudian baru perlahan-lahan diletakkannya diatas selimut.

Ibu menarik Hutu kedepan beberapa langkah, “Anak ini, nenek hanya ingin berbicara beberapa kata denganmu, apa yang kamu takutkan.”

Hutu melihat ke arah ibunya sekila, bola mata ibu dipenuhi dengan air mata, sorotan matanya membawa sedikit rasa memohon.

Ia menutup matanya beberapa saat kemudian menarik nafas dalam-dalam dan berjalan maju dua langkah, berdiri tegap disamping badan nenek, “Nenek, kamu harus menjaga kesehatan.”

Nenek menjulurkan tangannya, mungkin ingin menarik tangannya, berpikir kembali kemudian meletakkan kembali tangannya, menunjuk kursi yang disamping, “Maukah Tutu temani nenek duduk?”

Hutu menganggukkan kepalanya, hatinya sedikit tersentuh, ia benar-benar tidak menyangka akan ada hari dimana ia masih bisa berhadapan dengan nenek seperti ini. Satu ruangan dengan hening.

Nenek melihatnya, sudut matanya yang diawal hanya menitikkan sedikit airmata, diakhir menjadi sebuah garis yang panjang.

Ibu Ningga mengambil tissue dan menghapuskannya, juga membuatnya berdiri ditengah-tengah mereka.

“Tutu benar-benar mirip dengan, ibu.”

Nenek tiba-tiba mengutarakan kalimat ini.

“Bu…… kamu…… apa yang kamu bicarakan? Ia tidak mirip denganku, masih bisa mirip dengan siapa lagi?” Sorotan mata Ibu Ningga terlihat panik dan langsung menjawabnya.

Hutu tidak berkata apa-apa, hanya melengkungkan bibirnya tersenyum.

Ia mengerti arti dibalik kata-kata sang nenek.

“Tutu membenci nenek kah?”

Saat ini, keadaan ini, meskipun membencinya pun, siapa yang benar-benar dapat menjawabnya dengan jujur?

Hutu menggelengkan kepalanya, “Tidak.”

Air mata disepasang bola mata nenek mengalir kebawah, menjulurkan tangannya dan kali ini, menggenggam kedua tangan Hutu , “Nenek meminta maaf kepadamu, selama ini mencurahkan kebencian hati nenek kepadamu, sebenarnya apa salahmu? Yang bersalah adalah aku, yang bersalah adalah ibumu, kami adalah pembunuh yang sebenarnya, kami yang telah melukai ibu dan ayahmu, aku memang pantas masuk kedalam neraka……”

Kata-kata yang diucapkan nenek sama sekali tidak dimengerti oleh Hutu .

Novel Terkait

Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu