Cantik Terlihat Jelek - Bab 22 Mendapat Pekerjaan

Bab 22 Mendapat Pekerjaan

Sherin ke resepsionis untuk mendaftarkan namanya.

Lalu petugas di sana membawanya ke ruang belakang.

“Make-up artist baru yah? ayo cepat ke sini.” sapa laki-laki yang seragamnya tercantum kata manager itu setelah mendengar laporan petugas resepsionis itu, lalu dia juga menyoroti Sherin dari atas ke bawah, di matanya terlihat ada sedikit sangsi.

“Kamu rias dia, maunya dirias supaya terlihat soft dan fresh!” pesan manager itu sambil menunjuk wanita di depannya yang berpakaian seksi itu. Setelah berpesan, dia pun memanggil orang di belakang untuk memberikan Sherin kotak peralatan make up.

Untuk pertama kalinya dia membantu orang lain make up, Sherin agak gugup, tapi untung saja, dulu di bawah tekanan dari ibunya, dia sudah berjerih-payah yang tidak sedikit di bidang make up ini.

Dengan gerakannya yang cepat dan terlatih itu, model yang memang sudah cantik memukau itu, setelah dirias olehnya pun langsung berubah penampilan.

Manager yang tadinya sedang iseng berbincang-bincang dengan orang di sampingnya, melihat model itu membalikkan badan, saat berhadapan dengannya, seakan tersentak berdiri, berjalan memutari model itu 2 keliling, sorotan matanya ada sedikit takjub, kemudian mengacungkan jempol ke Sherin, bersamaan dengan itu Sherin pun merasa lega, karena ini juga kepercayaan dirinya pun bertambah.

Mungkin, dia bukannya tidak ada keahlian apapun.

Setelahnya petugas di sampingnya berkata bahwa make-up artist yang sebelumnya itu karena dua hari kemarin putus dengan pacarnya, memotong urat nadinya, maka tidak bisa merias orang lagi.

Lalu waktu perlombaan kali ini pun mepet, sangat sulit untuk menemukan make-up artist yang bagus, makanya perusahaan baru mencoba-coba untuk mengumumkan hal ini di website.

 Kemudian, Sherin terus menerus meriasi beberapa model berdasarkan permintaan dari manager itu, setiap model dirias dengan gaya penampilan yang berbeda, manager sangat puas dengan hasilnya.

Hari itu juga setelah perlombaan selesai, manager itu pun langsung menandatangani kontrak kerja dengan Sherin.

Dan terus berusaha mencari tahu teknik rias Sherin ini berguru darimana?

Mengingat ibunya yang sudah tiada itu, Sherin menggeleng-gelengkan kepalanya, hanya menjawab belajar sendiri, dan tidak mau berkata banyak lagi.

Dari kantor pulang ke rumah sudah jam 8 malam, dan saat dia turun dari bus, tidak menyangka terlihat Simon di halte bus itu, mengerutkan dahi dan menyapa “Simon, sudah malam seperti ini kenapa kamu masih ke sini?”

Terlihat tidak jauh dari sana mobil yang ia kenali, Sherin menunjuk-nunjuk kepala Simon dan berkata “Pak Hasan sudah tua, kamu jangan terus merepotkan dia. Lagian ini sudah malam, kamu keluar seperti ini tidak aman. Ayo cepatan pulang.” Walaupun di mulutnya dia ngomel terhadap Simon, tapi saat melihat anak itu hatinya pun leleh seakan semuanya mencair.

Simon tidak menjelaskan apapun, hanya segera masuk ke dalam pelukannya “Mama, aku rindu kamu, dan aku juga khawatir akan dirimu makanya aku datang ke sini menjengukmu.” Setelah berkata, Simon tidak henti-hentinya mengelus-elus di badan Sherin.

Manjanya membuat hati Sherin menjadi lembut lalu membentangkan tangannya, memeluk anak itu.

“Oh ya, mama sudah dapat kerjaan, Sabtu ini mama temeni kamu, mau tidak?” tanya Sherin

“Benar? Kamu bodoh begitu, apa yang kamu bisa kerjakan?”  jawab Simon sambil menjolorkan kepalanya keluar dari pelukkan Sherin, walaupun wajahnya terlihat meremehkan, tapi di pandangan matanya tampak senyuman.

“Simon, kalau kamu bilang aku bodoh lagi, Sabtu aku tidak temeni kamu lagi deh.” ujar Sherin. Terus menerus diremehkan anak sendiri bahwa dia bodoh, juga membuat Sherin sangat tidak tahu harus berkata apa lagi.

Sambil mengucapkan itu, Sherin mengandeng Simon berjalan ke arah tempat mobil berhenti.

Yang di luar dugaan adalah yang duduk di tempat pengemudi itu ternyata Devan.

Teringat kejadian lalu. Setelah mukanya memerah, dia pun melototi laki-laki itu sejenak, hari itu dia sudah melihat muka laki-laki ini yang tebal  itu.

Kaca mobil terbuka, Devan melihat Simon dan menunjuk-nunjuk kursi belakang, yang maksudnya menyuruhnya untuk naik ke mobil.

Dan saat melihat Sherin, raut mukanya tak berekspresi.

Sherin awalnya mau menyapa laki-laki itu, tapi kata-kata itu sepertinya tertelan masuk kembali saat sampai di ujung mulutnya, benar-benar deh laki-laki ini……

“Papa, mama sudah mendapatkan pekerjaan, sudah kubilang kan mama pasti tidak bisa dibandingkan dengan wanita-wanita yang hanya terlihat cantik di luarnya saja.” ujar Simon sambil naik mobil. Mukanya dipenuhi dengan kebanggaan saat mengatakan itu ke Devan.

Sherin melirikkan bola matanya ke atas sedikit tidak senang, anaknya sangat berani berbohong, sebenarnya mirip siapa yah?

Jelas-jelas, beberapa menit lalu, masih meremehkan dia orang bodoh, dia bego.....

Tapi, di hati Sherin tetap saja terasa penuh kehangatan, memang ada orang yang semacam ini, terhadap orang yang disukainya, sendiri boleh mengomelinya, sendiri boleh merendahkannya, tapi tidak mengizinkan orang lain untuk berbuat tidak baik sedikit pun kepadanya.

Mesin mobil menyala, Sherin mundur beberapa langkah, dia melambai-lambaikan tangannya ke Simon.

“Mama, bisa tidak temeni aku makan sesuatu? Aku lapar, setelah kamu pergi, aku tidak begitu ada nafsu makan.” kata Simon, yang dilanjutkan dengan Devan menoleh dan melihatnya sebentar, mengangkat alisnya padahal sebelum pergi anak cilik yang mana seh yang menghabiskan setengah loyang kue?

Tapi, dia hanya melihat ke depan saja, tidak berkata apapun.

Sherin secara reflek melihat Devan yang duduk di bagian depan itu, melihatnya tidak merespon.

“Simon, kamu makan saja dengan papamu yah. Mama besok masih harus kerja!” jawab Sherin.

Simon hanya menjawabnya dengan kata “Oh”, dan mengangkat kepalanya melihat wanita itu sesaat, kemudian menundukkan kepala kembali, wajahnya yang kasihan itu, walau hanya melihatnya sebentar saja, mebuat mata Sherin memerah.

Menghirup nafas dalam-dalam, membuka pintu mobil, dan duduk masuk ke tempat duduk belakang mobil itu.

“Mama, kamu ini mau menemaniku pergi yah?” Simon senang sekali sampai-sampai tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Jari jemari Sherin yang langsing itu mengelus-elus rambutnya yang lembut itu, menariknya ke dalam pelukan sambil berkata “Besok-besok jangan seperti ini lagi yah, tahu tidak?”

Simon mengelus-elus dalam pelukkannya dan berkata “Mama, aku besok-besok akan baik-baik menuruti perkataanmu, masalah kamu tidur seranjang dengan papa kemarin itu, itu salahku. Kamu jangan marah lagi terhadapku yah ma?”

Heh!!!!!

Seketika muka Sherin pun memerah, dia sempat curiga apa anak ini sengaja? bukannya sudah meminta maaf berkali-kali? Kenapa, mau di saat seperti ini, apalagi di hadapan Devan mengungkit ini lagi?

Saat itu, suasana di dalam mobil yang memang sudah penat itu pun bertambah lagi dengan rasa malu.

Sherin mengigit bibirnya, seketika tidak tahu harus bagaimana menjawab Simon.

“Setelah menemani Simon makan, akan mengantar Sherin pulang lagi.” ujar Devan yang tidak bersuara dari tadi, tiba-tiba membuka mulutnya.

Sherin mendengar dia menyapanya seperti itu, hatinya pun merasa aneh, tapi untungnya tidak terlalu malu lagi, lalu menghelakan nafas.

Akhirnya mobil berhenti di depan satu restoran masakan Hongkong.

“Papa, kamu kok bisa tahu aku mau makan di sini?” kata Simon yang senang bukan kepalang dan begitu turun mobil Simon pun menarik tangan Devan.

Devan meliriknya sejenak, dan berkata “Hati-hati kamu nanti kekenyangan.”

Simon menjulur-julurkan lidahnya ke Devan, berbelok mengandeng tangan Sherin, mengangkat kepalanya untuk melihat ke atas untuk mengenalkan beberapa makanan lezat restoran ini ke Sherin.

Seharusnya Devan sudah menjadi pelanggan di sini, melihatnya yang baru saja melangkah masuk langsung disambut oleh orang yang berpenampilan seperti penanggung jawab di restoran ini, menganggukkan kepalanya dan membungkukan pinggangnya berkata: “Devan, hari ini kok bisa ada waktu mampir?”

Orang itu sambil menyapa, sambil mengiringi kita. Kita bertiga langsung naik ke lantai 2. Sherin melihat meja di restoran yang penuh itu, dia tidak juga aneh kenapa orang seperti Devan ini tidak perlu memesan terlebih dahulu juga bisa mendapatkan tempat, karena dunia laki-laki itu dan dirinya bukan satu golongan.

“Mama, kamu coba ini, lalu ini yah.” ujar Simon. Setelah makanan dihidangkan, Simon terus menerus mengambil makanan ini dan itu buat Sherin.

Malahan sendiri tidak terlalu makan.

“Simon, kenapa kamu tidak makan? Bukannya kamu bilang kamu lapar?” tanya Sherin setelah memasukkan kue matcha ke mulutnya.

Simon tidak menjawabnya tapi hanya mengambil tissue, berdiri dan memanjangkan tangannya untuk membantu Sherin mengusap bubuk matcha hijau yang melekat di ujung bibir Sherin.

“Mama, sebenarnya aku tadi mendengar bunyi perutmu, makanya baru membohongimu ke sini.” jawab Simon, lalu mata kecil anak itu memandangi Sherin dan menambahkan “Saat aku memelukmu, aku mendengar bunyi perutmu.”

Seketika itu Shein tersentuh, air matanya pun langsung berlinang.

Meletakkan sumpitnya, lalu memeluk Simon ke dalam pelukkannya “Simon….. terima kasih, kamu sungguh baik terhadap mama.” yang kemudian mengangkat kepalanya ke atas, tapi tetap saja air matanya tak tertahankan dan berlinang.

“Mama, aku sangat baik seperti ini, harusnya mama pasti tidak akan tidak mau aku, betul tidak?” tanya anak itu.

Sherin menganggukkan kepalanya.

“Di kemudian hari, kamu dan salah satu om bisa punya anak dan kamu masih tetap akan menyayangiku, betul tidak?” tanyanya lagi.

Kepiluan hati Sherin tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata lagi, dan suara tangisannya pun tidak tertahankan lagi.

“Simon….” ucap Sherin yang hanya menyebut nama anak itu, tapi kerongkongannya terasa kaki hingga tak bisa meneruskan perkataannya.

“Mama, mereka bilang ibuku tidak mau diriku, Simon tidak mempunyai ibu, Simon ingin mama menjadi ibuku, tapi, papa tidak suka mama, mama juga tidak suka papa, Simon tidak tahu bagaimana caranya supaya mama jangan tidak mau diriku……” ujarnya, berbicara sampai di sini Simon pun ikut menangis.

Devan menyicipi tehnya, membelokkan matanya melihat mereka berdua satu besar dan satu kecil itu yang sedang menangis.

Dahinya mengerut dalam menjadi satu, sepertinya selama ini dia terlalu tidak menganggap perasaan Simon terhadap wanita ini.

“Simon nurut yah, di kemudian hari, nona Gabriel akan menjadi ibumu, dia bisa menyayangimu sama seperti mama mengasihimu.” jawab Sherin sambil mendorong Simon keluar dari pelukkannya, lalu mengambil tissue dan mengusap air mata Simon yang membasahi mukanya.

 Tapi Simon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tak menjawab apapun.

Sherin pun memeluknya kembali ke dalam pelukkannya, memejamkan mata, tak berbicara.

“Sudah selesai makan belum? Kalau sudah, ayo jalan.” ujar Devan yang tiba-tiba menjadi gelisah dan tidak tenang karena melihat air mata wanita itu.


Novel Terkait

Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu