Cantik Terlihat Jelek - Bab 292 Semuanya Mau

Apa yang dia inginkan? Mata Gary berkedip, dan dia menggenggam tangannya Mikasa. Dia berkata dengan suara rendah, "maksudmu, apa saja boleh?"

Mikasa menatapnya. "Kamu terlalu banyak berpikir, aku akan memberimu dua pilihan, kamu sekarang pergi tidur atau aku akan tidur di tempat Suya sana."

Dan Gary sudah sampai pada pemikiran negatif seperti itu. Bagaimana mungkin Mikasa tidak mengerti apa yang dipikirkan lelaki itu saat ini? Dia benar-benar terkejut dengan kendali nafsu pria itu.

Gary cemberut, tangannya yang besar terentang, bagian belakang kepala Mikasa ditekan mendekati kepalanya sendiri, tanpa ada pertahanan saat itu, dia mencium Mikasa dan membuat seluruh tubuhnya menjadi panas, wajahnya juga berangsur-angsur merah, sambil mencoba mengambil napas dan mencoba menghindarinya.

Dia mengulurkan tangannya untuk mendorong pergi Gary. Suara pria yang terdengar serak itu berbisik di telinganya. "Istriku, aku merindukanmu, baik secara fisik maupun mental."

Mikasa menarik nafas dan mencoba bangkit darinya, tetapi dia malah ditekan dan posisinya sangat menggoda.

"Apakah kamu ingin tetap berbaring di tempat tidur sepanjang hidupmu? Dokter bilang enam bulan? Kamu lihat sekarang, baru berapa hari ? Suaranya Mikasa terdengar menyalahkan,dengan napas yang sedikit panas bercampur dengan aroma pasta gigi yang manis, menerpa wajahnya, tenggorokan lelaki itu, terlihat jakunnya, bergulir beberapa kali.

"Kita sudah berpisah selama satu bulan lebih..." Suara yang masih terdengar magnetis dan merengek, bulu matanya yang panjang berkedip, pada saat ini, Mikasa merasa pria yang di depannya tidak lagi seperti pria yang gagah dan berani yang dia kenal selama ini, juga bukan lelaki yang gagah seperti dewa, malah seperti anak kecil yang baru tumbuh dewasa.

Mikasa ingin memarahinya, tetapi tidak tega, terpaksa harus menanggung temperamennya dan mencoba membujuk, "Tunggu sampai kamu sembuh... kita bisa lakukan itu nanti."

Pria itu menggelengkan kepala. "Masih harus tunggu enam bulan lagi."

"Kalau kamu jaga baik-baik, mungkin dalam waktu 3 bulan sudah bisa lebih sehat, mungkin,......kita sudah bisa melakukan itu."

Pria itu menggelengkan kepala. "Masih harus tunggu tiga bulan lagi."

Terlihat kemarahan di wajahnya Mikasa. "Gary, kamu jangan terlalu memaksa ya. Percaya tidak, aku sekarang bisa bikin kamu cacat?"

Tangan besar yang melingkar di pinggang Mikasa mengendur, lelaki itu berbisik dengan suara rendah: "istriku, maukah kamu memelukku sambil tidur."

Malam itu dilalui dengan aman, untungnya Gary bisa tidur dengan tenang, walau gaya tidur sebelum tertidur sama seperti setelah tidur.

Mikasa terbangun, hanya kepalanya saja yang tidak berada di badan Gary.

Mikasa melepaskan kaki pria itu dengan lembut, tetapi pada saat mendongak melihat kearah Gary, pria itu tersenyum dengan wajah menggoda.

“Kamu ... kenapa terbangun?” Mikasa sambil menyesuaikan posisi tidurnya, pipinya memerah.

Gary menatapnya dan meraih dagunya. "Suya mengetuk pintu beberapa kali. Sebaiknya kamu keluar dan melihat sebentar?"

Ketika Mikasa bangkit dan melompat dari tempat tidur, pria itu memandangnya dengan cemas dan mengangkat alisnya.

Membuka pintu, Suya bersandar di pintu kamar mereka dan melihat Mikasa keluar. Dia memandangnya dengan jijik. "Tidak tahan ya? Padahal pinggangnya masih terluka.”

"Pergi dari sini ..." Mikasa memotongnya, "ada urusan apa?"

Suya berdiri tegak dan menyerahkan sebuah kertas merah yang berada di tangannya. "Ini adalah proses pernikahan besok. Setelah kamu melihatnya, tolong menghafalnya."

Mikasa melongo dan membuka kertas merah, terlihat penuh dengan tulisan berwarna perak .

Yah, dia tidak pernah menyangka pernikahan bisa begitu ribet urusannya.

Hanya saja...

"Kamu yang menikah, kenapa aku yang harus menghafalnya?"

Jari-jari ramping Suya menyentuh bagian perut nya, dan nadanya serius: "Sekarang, aku tidak boleh terlalu lelah."

Mendengar omong kosongnya dan memandangnya dengan sinis, "Baru sadar kamu dan Gary adalah kerabat, kalian sama, sama-sama tak tahu malu."

Setelah itu, Suya tidak membalasnya. Ketika Mikasa masih bingung, sambil mengelus dagunya sendiri sambil membelakangi Suya.

"Istriku, kamu berbicara buruk tentang aku."

Suara pria itu terdengar dari belakang.

"Aku ..." Dia mengusap keningnya sendiri, berbalik dan melihat Gary sudah berdiri tegak, mengenakan jas dan dasi, Mikasa mengerutkan kening. "Apa yang akan kamu lakukan?"

Lelaki itu meraih pinggangnya, mengambil kertas merah dari tangannya dengan satu tangan, melihat kearah Suya sekilas, lalu berkata, "Sekarang belum terlambat untuk menyesalinya."

Melihat Gary, Mikasa mengerti maksudnya Gary,dan menatap Suya.

"Suya, Gary benar. Kamu masih punya waktu 10 jam lebih untuk memikirkannya."

Pada saat ini, Suya seperti telah kemasukkan sebuah pancake besar di dalam mulutnya, dan dengan samar dia menjawab, "Kalian, urus urusan kalian sendiri dengan baik-baik saja. Jangan terlalu terburu-buru mengambil keputusan,supaya hasilnya tidak mengecewakan."

Mulutnya beracun, tetapi Mikasa tahu bahwa Suya hanya mencoba memberi kelegaan pada hati mereka.

Setelah sarapan, Gary mengatakan ada pertemuan di perusahaan dan dia harus hadir.

Kebetulan Suya akan menikah keluar dari rumah ini besok, dan mobil untuk pernikahan akan menjemputnya dari rumah keluarga Su, jadi mereka sekalian mengantar Mikasa kembali.

"Aku tidak peduli. Kamu jangan meninggalkanku. Aku tetap harus pergi ke tempatmu besok malam."

Mikasa menatap Gary.

Gary menatap kedepan, suaranya dingin, "Besok malam malam pertamamu, jika kamu tetap masih ingin kesini, silahkan saja."

"Kamu hanya ingin mendominasi Mikasa saja, aku katakan padamu, apa yang kamu bisa berikan pada Mikasa, aku juga bisa memberikan kepadanya." Wanita itu cemberut dan terlihat mencibir.

Gary mencibir dan memandang Suya. "Benarkah begitu? Aku khawatir ada beberapa hal yang kuberikan padanya,tapi kamu tidak akan bisa memberikannya.

"Apa?"

"Menurut kamu?"

Aku melihat dua orang ini makin lama makin konyol, menarik napas, mendorong pintu dan menahan Suya. "Ada apa denganmu? Dua hari ini kalian berdua selalu berdebat kalau ketemu."

"Apakah kamu membelanya?" Suya mengangkat alisnya.

Mikasa hanya bisa menghela napas dan mendesah. "Cepat masuk, besok pagi aku akan secepatnya datang dan menemanimu."

Setelah mengantar Suya pergi, Mikasa bersikeras mengikuti Gary ke perusahaan.

Mobil akhirnya berhenti di lantai satu. Setelah mobil berhenti, Mikasa melihat sekeliling seperti pencuri.

Tangannya diipegang erat, dan Mikasa ingin mendorongnya menjauh, tapi takut menyakitinya. "Gary, lepaskan."

Pria itu acuh tak acuh.

Pada saat ini, jam sibuk kantor dan banyak orang telah melihatnya.

"Karyawan kamu melihat kita."

Memegang tangan lengannya, dia bahkan lebih mengencangkannya. "Kita tidak salah kok. Buat apa takut dilihat orang?" aku gandeng tangan istriku, siapa yang berani komplain? "

Dia sengaja menambahkan tekanan pada kata “istri”.

Untuk sesaat, seluruh lobby menjadi heboh.

Mikasa tahu betul temperamennya Gary, sekalian saja dia menegakkan punggungnya dan meraih lengan Gary dan berjalan menuju lift. "Kalau kamu sudah selesai rapat, kamu harus langsung pulang bersamaku," kata dokter, "kamu tidak bisa duduk terlalu lama sekarang."

Gary berbalik dan mencium keningnya. "Yah, aku nurut kata istri."

" Mikasa." Tiba-tiba, seseorang berteriak memanggilnya.

Mikasa melihat orang di depannya, dan terkejut.

Novel Terkait

My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu