Cantik Terlihat Jelek - Bab 253 Penyakit Jiwa

“Suya berkata, setelah ayah dan ibuku bercerai, hanya adik laki-lakiku yang diajak pergi, ini benar tidak sih?"

Gary mengangguk, "spesifik nya aku kurang tahu, tetapi aku dengar Suya pernah mengatakan hal yang serupa, seharusnya benar."

"Kalau begitu dia tidak mau aku lagi, kenapa aku harus pergi menemuinya?" Mikasa menjawab dengan sedikit kesal, tidak peduli terjadi hal apa pun, sebagai seorang ibu dapat meninggalkan anaknya sendiri, Mikasa tidak memiliki alasan untuk memaafkannya dalam hal ini.

Gary menariknya, "Istriku, kata dokter, kalau kamu ingin mengembalikan ingatanmu, kamu harus banyak menjalin hubungan dengan orang-orang dekatmu dulu."

Mikasa berbalik melihat Gary, menyipitkan matanya, "sebagai suamiku, memangnya hubungan kita ini tidak cukup dekat?"

Melihat respon Mikasa, beberapa waktu kemudian Gary menyadari kalau Mikasa tidak akan dapat menerima hal ini.

Lalu ada orang yang menelepon, setelah dilihat adalah Clover, Gary mengangkat telepon tersebut, "Hallo, Clover, ya... oke, tunggu ya."

Lalu Gary memberikan HP nya kepada Mikasa, "Clover ingin bicara dengan kamu?”

Clover cari Mikasa? Mikasa sedikit terkejut, mengambil HP yang diberikan Gary, "Hallo..."

"Kakak ipar, aku melihat video kakak yang menyelamatkan orang kemarin, benar-benar hebat."

Mikasa tidak berbicara, mendadak merasa sedikit malu, "Sebenarnya, hanya membantu sedikit saja sih." Perkataan ini benar-benar sangat rendah hati, dalam kondisi tersebut, membantu orang adalah hal yang wajar.

"Dua orang anak-anak melihat video kakak, ribut terus ingin bertemu dengan kakak, kalau ada waktu datang ke rumah sekalian main ya."

Mikasa terdiam, menatap Gary, "Kalau begitu, sore nanti aku ke sana deh."

"Oh begitu? Boleh, kalau begitu aku tidak pergi kerja hari ini, kamu di mana nanti aku jemput ya."

Gary langsung mengambil HP yang dipegang Mikasa, "Aku yang akan antar dia."

Setelah mengantar Mikasa ke rumah Clover, Gary langsung berangkat ke kantor.

"Bibi, bibi hebat sekali, bisa ajarkan aku? Aku juga ingin belajar..." Momo menatap Mikasa seperti sedang memuja kehebatannya.

Simon dengan merendahkannya melihat Momo, "berjalan 3 langkah saja, sudah menangis dan melompat-lompat, mau belajar bela diri apa, kamu demam ya."

Momo berdiri, dengan kedua tangan di pinggang, "Simon, kamu menganggap remehku ya."

"Menganggap remeh? ayo...ayo...ayo..., kamu jelaskan ke aku, bagaimana sebenarnya menganggap remeh itu?" Selesai berbicara, Ia mendekati Mikasa, "Bibi, belajar seperti itu butuh waktu berapa lama?"

Mikasa mencoba memikirkannya, "Ya, aku sejak 5 tahun sudah belajar dengan ayah, ayahku berkata kalau aku berbakat, karena biasanya sabuk level 6 biasanya didapat di umur 30 tahun lebih, aku saat itu umur 20 tahun sudah mendapatkannya, ayahku berkata ini sangat jarang."

Simon mengangguk, dan terdiam, lalu melihat Mikasa dari atah hingga bawah, dan berkata: "Bibi hanya membutuhkan waktu belasan tahun, sepertinya aku dapat melakukannya sebelum aku dewasa."

Ia langsung berdiri, berjalan menuju kamar dengan ekspresi wajah yang menunjukkan kalau Ia sedang berpikir keras.

Dalam beberapa waktu, Setelah Mikasa mendengar perkataan Simon, Mikasa tidak merespon sama sekali, dan malah terdiam.

Momo membuka mulutnya berkata, "Bibi, maksud kakakku itu, kamu kelihatannya tidak begitu pintar tetapi bisa mencapai kemampuan ini di umur 20 tahun, sedangkan Ia pasti bisa lebih cepat dari bibi." Setelah berbicara Ia langsung berlari sambil berteriak: "Kak, ajak aku belajar bersama dong?"

Mikasa mengernyitkan dahi, menunjuk dua anak itu, benar-benar merasa lucu. Tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa.

Clover memberikan Mikasa buah dan makanan camilan, diletakkannya di atas meja teh, tepat di depannya, "Kakak ipar, dua anak-anak itu tidak mengerti, bercanda kok, kamu jangan pedulikan mereka."

Mikasa menggelengkan kepalanya, air mata kecemburuannya mengucur, "Clover, aku iri padamu, dua anak seperti ini, sudah besar, lucu sekali."

Clover berdiri dan duduk di sebelah Mikasa, memegang tangannya, "Kakak ipar, sebenarnya hari ini aku datang memanggil adalah untuk masalah ini."

Mikasa sebenarnya sudah dapat menebak sedikit banyak, Clover begini sibuknya, tidak mungkin kan hanya karena dua anak-anak yang penasaran ini memanggilku kesini.

"Kamu juga tahu, orang tuaku sudah tidak ada, jadi, masalah kakakku, hanya aku yang bisa mengatakannya."

Mikasa mengangguk, tetapi tidak berkata sedikit pun, dan hanya menunggu Clover lanjut berbicara.

"Ya, aku sudah dapat melihatnya, kakakku benar-benar menyukaimu, dan umur kalian juga tidak muda lagi, dapat mempertimbangkan untuk memiliki anak."

Mikasa menghela nafas panjag, melihat Clover, "Clover, kita... sebenarnya, belum pernah melakukannya."

Setelah mengatakannya, terasa sedikit kikuk lalu Mikasa menundukkan kepala.

Clover yang sedang memegang secangkir teh, terkejut, "Apa? Ini... Kenapa? Kalian, sudah menikah kan?"

"Gary berkata, ingatanku sekarang masih belum kembali, dia tidak ingin aku di dalam kebingungan ini tiba-tiba bersama dengannya."

Clover tiba-tiba menyadari, "Oh, rupanya seperti ini, tidak disangka, kakakku benar-benar perhatian ya..."

Selanjutnya, Clover tidak mengungkit topik ini lagi denganku.

Setelah makan malam, Gary datang menjemputnya, Ia ingin membuka pembicaraan: "Gary, kalau tidak, coba pergi lihat mereka?"

Walaupun Clover tidak menekannya, tapi, Mikasa sangat mengerti, dengan menghindar tidak akan dapat menyelesaikan masalah, jadi mau tidak mau harus dihadapi."

Gary terkejut, "Apa yang dikatakan kakakku padamu?"

Mikasa menggelengkan kepala, "Tidak mengatakan apa-apa, aku hanya saja melihat kedua adik kecilmu ini sangat lucu, aku ingin memiliki anak, tetapi begitu teringat mengenai ingatanku ini, aku jadi tidak ingin untuk membuang waktu lebih banyak lagi."

Mendengar perkataan Mikasa, Gary merasa senang dan juga khawatir, kalau ingatan Mikasa pulih, jika Mikasa mengetahui Ia sedang menipunya, Mikasa akan memilih apa?

"Masalah di internet, aku sudah meminta Dono menyelesaikannya, kamu jangan khawatir lagi."

Mikasa mengangguk, "Oke deh."

Keesokan harinya

Saat mobil berhenti di depan pintu rumah sakit jiwa, Mikasa dengan wajah bodohnya, "Ini adalah..."

"Ibu kamu, mentalnya adalah sedikit masalah."

Mikasa hanya menelan ludah, Ia membasahi bibirnya yang kering, dalam waktu sekejap, Ia tidak dapat menerima hal ini, "Ya, ada apa yang terjadi?"

Gary menggelengkan kepalanya, "Hal spesifiknya aku tidak mengerti, kita masuk dulu untuk melihat."

Ibu yang ada di ingatan Mikasa, walaupun Ia tahu tidak muda lagi, tetapi masih mengambang. Sedangkan wanita yang ada di depannya ini, sangat pucat dan kurus, tatapannya kosong, dan di mulutnya terlihat air liur yang menetes.

"Saat masuk rumah sakit, kondisi nya dia seperti apa?"

Mikasa bertanya, suara sedikit bergemetar.

Suster cukup ragu-ragu, lalu menjawab: "Aku dengar perkataan orang lain, anaknya sekarang tidak ada."

Mikasa mengernyitkan dahinya, "Anak... tidak ada?"

Lalu adik laki-lakinya...?

"Bukan adikmu." Gary sepertinya mengetahui apa yang dipikirkannya.

"Bagaimana kamu tahu."

"Penyebab kamu kehilangan ingatan, ada sebagian kecil disebabkan oleh adikmu, jadi adikmu sekarang sehat-sehat saja, kamu tidak perlu mengkhawatirkannya!"

Mikasa melihat suster, "Sus, apakah kamu ada kesalahan, aku... Ibuku umurnya tidak muda, anak...."

Berdasarkan ingatannya, saat Ia berusia 21 tahun, ibu dan adik laki-laki nya masih hidup bersamanya, saat itu kira-kira ibunya berusia 40 tahun an.

"Dia, sepertinya....sepertinya.... diperkosa..."

Novel Terkait

Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu