Cantik Terlihat Jelek - Bab 23 Kebencian

Bab 23 Kebencian

Sewaktu perjalanan mengantar Sherin pulang, Simon yang mungkin sudah lelah karena menangis itu, sebelum sampai rumah Sherin pun sudah tertidur.

Dengan perlahan dia membaringkan anak itu di kursi belakang, lalu melepaskan jaketnya untuk menyelimuti badan anak itu.

Setelah berpikir-pikir, dia pun berkata: “Tolong kendarai mobilnya agak pelan yah, dia di belakang tidur.” Berhenti sejenak dan lanjut berkata “Terus AC jangan terlalu besar, kalau tidak bisa ada perbedaan suhu yang drastis saat turun mobil nanti, dan bisa membuatnya mudah terserang flu.”

Ketika sampai, Devan memberhentikan mobilnya di tempat yang sama, membelokkan badannya dan melihat Sherin, padangan Sherin saat ini semua berada pada diri Simon, penuh kasih sayang dan kelembutan. Saat pandangan matanya tertuju pada pakaian Simon yang tipis itu, dia pun memanjangkan tangannya, lalu memberikan Sherin jaketnya yang diletakkan di samping kursi pengemudi itu dan berkata “Selimuti dia dengan ini saja.” Setelah mengatakan itu, dia pun membalikkannya kepala lagi dan tidak berbicara lagi.

Sherin menerima dan menyelemuti Simon dengan jaket itu, menoleh dan menatap dari belakang punggung laki-laki itu, setelah sesaat baru lah berhenti menatapnya, lalu mengambil jaketnya sendiri dan memakainya.

Saat turun dari mobil, dia berdiri di samping jalan. Devan kembali menyalakan mobil, berpikir sejenak lalu membuka kaca mobil dan berkata “Kamu masuk dulu.”

Sherin terdiam sejenak, baru sadar dan mengerti maksud laki-laki itu, menganggukkan kepala kepadanya dan membalikkan badan berjalan menuju arah rumahnya.

Berjalan masuk ke lorong, kemudian masuk ke rumah kontrakannya, menyalakan lampu, dia lalu membalikkan badannya untuk melihat ke arah depan lorong itu.

Mobil itu langsung pergi.

Sebenarnya laki-laki itu hatinya juga tidak jahat, wanita itu menyimpulkan dalam hatinya.

Setelah mobil pergi tidak berapa jauh.

Devan memukul-mukul bagian belakang kursi di sampingnya, dan berkata: “Jangan berpura-pura lagi, orangnya sudah pergi.”

Bayangan hitam kecil di kursi belakang itu pun menggerakkan badan bagian bawahnya, lalu duduk. Dia sebenarnya berpikir untuk memberikan waktu untuk mereka berdua, tapi siapa tahu dari awal sampai akhir mereka berdua juga tidak terlalu berbincang. Berpikir sampai di sini, anak itu pun memuncungkan mulutnya ke Devan.

“Papa, kamu sebenarnya merasa mama gimana seh?”

Pandangan Devan melihat ke depan, tidak melirik ke samping sedikit pun, namun di benaknya muncul dan terlintas sederetan bayangan.

Dia melengkungkan bibirnya dan membuka mulut: “Sudah tua, jelek lagi, juga tidak menarik.”

Simon melototi Devan sejenak, dengan nada yang tidak senang berkata: “Papa yang sudah tua, makanya penglihatanmu juga sudah tidak bagus lagi.” Bagaimana pun dia melihat wanita itu terasa nyaman-nyaman saja.

Usai mengatakan itu, dia pun baring kembali.

Saat ini, di satu kamar di rumah Devan.

Gabriel melihat jam tangannya di tangannya, dengan nada dingin bertanya: “Apa kamu tahu ke mana Devan pergi?”

Pembantu yang terus berdiri di pintu itu menjawab dengan ketakutan: “Sebelum jam 8 Devan sudah membawa Simon pergi.” Dan langsung menundukkan kepalanya setelah menjawab dan tidak berani melihat Gabriel.

Sudah malam seperti ini masih membawa Simon pergi. Gabriel mengerutkan dahi, ujung mulutnya agak sedikit cemberut ke bawah, berdiri, lalu menutup pintu kamar itu, mengeluarkan dan memberikan setumpuk uang ke pembantu dihadapannya.

“Ayo bilang.” ujarnya.

Mulanya pembantu itu memandanginya dengan sorotan mata yang dalam, dengan tak sabaran ia pun memasukkan uang tersebut ke dalam lengan bajunya, baru lah menjawab: “Mendengar pembicaraan Simon dan mbok Lili, dia mau pergi mencari mamanya.”

Gabriel dengan kecepatan tinggi seakan tersentak melompat dari ranjang, mama?

“Apa dia sudah tidak kerja lagi di sini?” tanya Gabriel.

Pembantu itu menganggukkan kepala.

“Kenapa?” tanyanya lagi. Dia sempat mendengar bahwa sebelumnya untuk tetap bisa mengasuh Simon, pengasuh itu hampir saja kehilangan nyawa, kenapa bisa tiba-tiba tidak kerja lagi.

Pembantu itu menggeleng-gelengkan kepalanya, kali ini, walau Gabriel sudah mencoba menggunakan cara apapun juga, dia tetap saja tidak mau membuka mulut.

Tentang hal itu, Devan sudah pernah berpesan bahwa kalau sampai orang luar tahu, mereka tidak hanya akan kehilangan pekerjaan begitu simple saja.

Walaupun dia tidak mengatakannya, tapi hati Gabriel tahu jelas, pasti telah terjadi sesuatu. 

Simon ini terus mengganggu saja, teringat olehnya akan malam hari di hari pertunangan mereka yang dirusak Simon, darah di kepalanya menyembur menjadi satu, kepalanya pun terasa sakit.

“Kamu keluar dulu.” ujar Gabriel. Setelah pembantu itu pergi, dia pun menelpon seseorang.“Dimana kamu?” tanyanya.

“Adikku yang manis ada apa? sudah rindu dengan diriku yah?” jawab orang yang ditelpon itu, suara yang kerap didengar olehnya ini seolah bersamaan masuk ke dalam telinganya, membuatnya merasa mual, sampai-sampai dalam hatinya ingin sekali muntah.

“Kamu tolong aku cek, Devan baru saja pergi kemana? dengan siapa?”

Laki-laki di telpon itu, terdiam sejenak dan menjawab “Aku juga sudah tahu, kamu pasti demi Devan.”

“Kamu mau bantu atau tidak?” ujar Gabriel dengan nada tidak sabaran. Kalau saja masalah ini tidak terlalu pribadi, dia tidak akan menelpon laki-laki ini.

“Bantu donk, tunggu aku, 10 menit lagi aku akan beri kamu jawaban.”

Kemudian di telpon terdengar bunyi tut..tut..tut..

Memang kalau menunggu waktu memang bisa terasa berlalu sangat pelan. Gabriel terus mondar-mandir di dalam kamar itu. Melihat foto berdua Devan dan Simon di atas kepala ranjang membuatnya menjulurkan tangannya dan menelungkupkan bingkai foto itu dengan kuat di atas meja.

Kalau saja tahu sekarang anak kecil ini bisa menganggu rencana-rencananya, dulu dia pasti tidak akan mengiyakan hal itu.

Tingting...

Bunyi pesan wechat yang masuk.

Gabriel membuka pesan tersebut. Setelah melihat beberapa foto itu, dia marah dan membantingkan handphone-nya ke atas ranjang.

Selanjutnya, dering yang akrab itu berbunyi, melihat layar itu, perasaan dingin dari matanya pun bertambah kuat lagi. 

“Mau apa lagi?”

“Yah... adikku ini habis manis sepah, dibuang deh.” Suara tawa haha itu membuat kulit kepala Gabriel seakan mati rasa.

“Kamu mau bilang apa, ayo cepat bilang, kalau tidak ada, aku tutup telponnya.”

“Kamu jangan mengeluarkan amarahmu ke aku. Kalau kamu berani, sana keluarkan ke adik iparku? Tapi, kalau aku lihat cara dia memandangi wanita itu, takutnya dia sudah tertarik dengan wanita itu..... Gabriel, kalau memang tidak bisa mendapatkan hatinya, aku sarankan menyerahlah sedini mungkin.”

Gabriel menggenggam selimut, mengigitnya di mulut, mencabik-cabik dengan kuat, wanita itu takut dia tidak bisa menahan diri untuk berteriak.

Layar handphone-nya masih terhenti pada pesan wechat itu.

Dari beberapa foto di depan itu bisa terlihat dengan jelas.

Foto pertama adalah Simon dan Devan duduk di dalam mobil, wanita itu berdiri di samping jalan.

Foto kedua adalah wanita itu naik ke mobil.

Foto ketiga mereka bertiga pergi ke restoran masakan Hongkong.

Foto keempat, satu jam setelahnya mereka bertiga keluar dari restoran itu, Simon di tengah, Devan dan wanita itu di sampingnya.

Walaupun ini hanya foto dari dari cctv di jalan, tapi tetap saja bisa terlihat bahwa sepertinya ada senyuman di wajah wanita itu.

Tangannya perlahan mengenggam erat.

Berapa tahun ini, di luar sana dia selalu mencegah wanita-wanita yang mungkin bisa berhubungan dengan Devan, tapi tidak terpikir olehnya, malah kebobolan seorang wanita yang sangat tidak menarik pandangan orang ini.

Terpikir olehnya, sejak bertunangan walau hanya sesekali bermalam di rumah Devan, dia juga tetap saja diatur untuk tidur di kamar untuk tamu ini.

Bahkan tidak bisa masuk ke kamar Devan.

Semakin berpikir, dia semakin emosi. Kebencian di matanya terhadap Simon dan juga pengasuh yang pantas mati itu pun bertambah.

Novel Terkait

Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu