Cantik Terlihat Jelek - Bab 105 Sherin Meninggal Di Kereta

Rumah yang pernah ditinggali Sherin.

Sekelilingnya terlihat berantakan, barang-barang yang hancur ada dimana-mana, pakaian, buku, kursi yang terbalik, dan lain-lain…

Tidak ada tempat untuk berdiri.

Dan pria yang biasanya anggun, saat ini malah sama sekali tidak menjaga penampilan, duduk di lantai sebelah sofa, dan melamun.

Di depan, adalah sebuah handphone yang terbanting hancur.

“Rekaman CCTV rumah sakit semalam, sudah didapatkan, dia memang pergi ke rumah sakit, dan mungkin juga sudah terdengar percakapan antara kamu dengan ayah Gabriel, jadi dia memutuskan untuk pergi.”

Seluruh rumah sunyi menakutkan, Dylan tidak tahu apakah mau melanjutkan perkataannya.

“Kita sudah memeriksa seluruh rekaman CCTV di stasiun pemberhentian untuk orang masuk dan keluar, tidak menemukan Nona Sherin turun dari kereta, kebetulan di dalam kereta itu juga tidak memasang CCTV….”

Selesai berkata, Dylan menarik napas dalam-dalam, dia tidak bisa menjelaskan bagian mana yang terjadi kesalahan.

Jelas rekaman menunjukkan, wanita itu memang menaiki kereta itu, tapi malah tidak ada orang yang melihat dia turun dari kereta, tapi yang jelas, ada orang yang melihatnya menangis di pintu kereta, dan bapak tua yang duduk di sebelahnya juga berbicara dengannya.

Namun, tidak nampak dia turun dari kereta.

Devan menurunkan kelopak matanya, matanya bertambah merah.

Tidak heran lagi kenapa semalam dia begitu ramah, tidak heran, dia ingin berhubungan intim dengannya?

Ternyata, saat itu, dia sudah memutuskan untuk pergi!

Saat bangun di pagi hari, ranjang tidak terdapat bayangan serta jejaknya lagi, Devan kira, dia pergi membeli sarapan, Devan menunggu amat lama di rumah, berpikir menunggunya pulang, dan mendiskusikan masalah Gabriel bersamanya.

Tapi malah tiba-tiba menerima telepon dari pak Hasan, mengatakan padanya, dia sudah mau pergi, di stasiun kereta api.

Dia bagai menggila langsung mengendarai mobil menuju stasiun kereta, tapi ujung-ujungnya tetap tidak bisa menemukannya.

Dia mengirim pesan teks ke Devan, dia berkata: “Devan, terima kasih, kamu telah memberi kenangan yang indah untukku, biarkan waktu kembali ke masa di mana kita tidak saling kenal, duniamu, tidak akan ada Sherin lagi.”

Tidak saling kenal? Hehe…. Dia mengatakannya dengan begitu mudah.

Rumah sakit

“Pa, kamu bilang Sherin menghilang di dalam kereta? Penyebabnya tidak jelas? Hehe….” Bagus sekali, tidak peduli apakah dia menghilang atau pergi, selama dia bisa menjauh dari Devan, itu tidak apa-apa, Gabriel tersenyum hingga air matanya keluar, cintanya betapa hina sehingga dia harus menggunakan cara seperti ini untuk mempertahankan seorang pria?

“Memangnya kenapa kalau dia pergi? Selama dia masih hidup, dia masih bisa kembali lagi.” Kedua tangan ayah Gabriel meraih punggung, berjalan mondar mandir dengan pelan, mulut terus bergumam, tapi wanita itu benar-benar di luar dugaannya, bahkan bisa memilih untuk pergi.

Gabriel terkejut, “Ayah, apa maksudmu?” Gabriel selalu merasa ayahnya seperti sedang melakukan sesuatu secara diam-diam, tapi Ayah Gabriel tidak menyebutkan, dia juga tidak memiliki keberanian untuk menanyakannya.

“Kamu lihat, kamu menjadi seperti ini adalah karena dia, tapi tetap tidak bisa menyaingi orang yang hanya pergi.” Ayah Gabriel dengan angkuh menatap Gabriel, matanya terkandung senyuman licik.

Gabriel menggertakkan gigi dengan ganas, Devan ini, membuat dirinya menjadi seperti ini, semalam dia hanya melihatnya sekilas, lalu langsung pergi.

“TOK, TOK…” Pintu kamar pasien berbunyi dua kali, kemudian di dorong buka. Lalu, ada seorang wanita berjalan masuk.

Gabriel awalnya berbaring terlentang, saat melihat jelas orang yang datang, dia langsung bangkit duduk hanya dalam waktu sekejap, rasa sakit di luka membuat butir keringat di dahinya mengalir.

Namun, dia malah tidak mempedulikannya, jari menunjuk wanita yang ada di depannya, bergelora hingga suaranya pun gemetaran, “Pa, bukankah kamu bilang dia menghilang? Kenapa dia….kenapa bisa ada di sini?” selesai bertanya, dia menoleh ke ayahnya.

Ayah Gabriel yang menghadapi ekspresi Gabriel, seperti tidak terlihat dan tidak terdengar, sebaliknya wajah malah tersenyum berseri, hanya terlihat dia melangkah maju, mengelilingi wanita itu sebanyak dua putaran, dan kemudian, dia mengangguk dengan puas.

“Ehm, sangat tepat waktu.”

Bibir wanita itu sedikit pucat, membalikkan kepala, menatap Ayah Gabriel, “Terima kasih sudah menyelamatkan adikku, membantuku mengurus orang tuaku dengan baik, jika ada kesempatan di kehidupan selanjutnya, aku akan membalas jasa budimu.” Nada suaranya sedikit kasar, tidak seperti suara Sherin yang begitu halus, Gabriel mengerutkan kening.

Percakapan mereka berdua, semakin membuatnya tidak paham, apakah Sherin mempunyai adik, dia tidak tahu, tapi dia tahu kedua orang tuanya sudah meninggal, saat ini, kenapa muncul kata ‘orang tua’? Dia mengalihkan pandangan pada ayahnya, bertanya dengan mendesak “Pa, apa yang sebenarnya terjadi?”

Ayah Gabriel memutar kepala melihatnya, tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba, tawanya berhenti, berhadapan dengan Gabriel, jari malah menunjuk wanita di belakangnya, perlahan-lahan berkata: “Katakan, kalau membiarkan Devan melihat wanita itu meninggal di depan mata sendiri, maka, apakah akan total menghentikan perasaan di hatinya?”

Satunya mengira sudah meninggal, satunya lagi mengira bisa melupakannya? Meskipun kedepannya masih ada kesempatan untuk bertemu, juga tidak bisa menyaingi keadaan yang sudah berubah.

Gabriel sekarang semakin bingung, “sebelumnya papa mengatakan Sherin telah pergi, saat ini, dia malah muncul di kamar pasien, dan mengatakan bahwa wanita ini akan meninggal?”

Ayah Gabriel tidak menjawabnya, hanya saja, menegakkan badan, mengeluarkan surat dari saku jas, menyodorkannya ke wanita yang ada di depan, “lakukan sesuai apa yang tertulis di dalam surat ini, kamu jangan khawatir, adikmu, dan kedua orang tuamu, aku sudah mengatur segala kehidupan mereka kedepannya.”

Wanita itu menerima surat itu, membuka dan melihat-lihat, tidak mengatakan apapun, mengangguk, berbalik badan dan pergi.

Sore hari, tetap di dalam rumah Devan.

“Devan….” Dylan membuka pintu, berkata dengan terengah-engah, ekspresinya terlihat sangat berat.

Devan sedang merokok, tetap duduk di tempat semula, melihat Dylan masuk, berkata tanpa ada ekpresi apapun: “Apa?”

“Nona Sherin, Sudah…sudah ditemukan.”

Devan segera berdiri, melemparkan putung rokok ke asbak yang ada di samping, mengambil jas yang ada di sebelah dan melangkah keluar, “Di mana? Ayo..….”

Berjalan dua langkah, melihat Dylan berdiri di tempat asal, bernada rendah dan meliriknya sekilas, “apa maksudnya?”

“Dia, dia sudah meninggal.” Dylan menundukkan kepala, dengan sulit mengeluarkan kata-kata itu.

Tangan Devan terkulai, jas di lengannya jatuh ke lantai, maju ke depan, menarik kerah baju Dylan, kekuatan itu, jika sedikit diperketat lagi, Dylan rasa dirinya bisa tercekik mati.

Wajahnya suram menakutkan, "kamu katakan sekali lagi."

Dylan sudah bertahun-tahun mengenalnya, pertama kali melihatnya seperti ini, tersentak secara tidak terkendali.

“Di toilet kereta api itu……ditemukan, memotong urat nadi...… untuk bunuh diri.” Dylan dicekiknya hingga agak kesusahan untuk berbicara.

Namun, ini pun bisa menjelaskan, mengapa, hanya terlihat Sherin naik ke kereta, tapi tidak terlihat dia keluar.

Novel Terkait

Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu