Cantik Terlihat Jelek - Bab 30 Dunia Berbeda, Penilaian Berbeda

Bab 30 Dunia Berbeda, Penilaian Berbeda

Dimulai dengan membeli baju Simon terlebih dahulu.

Ini adalah untuk pertama kalinya Sherin menemani Simon membeli baju.

Kulit Simon sudah putih ditambah mukanya juga tampan, sama sekali tidak perlu mencoba baju satu per satu lagi, dia memang dari sananya sudah bermodal menjadi model.

Dan anak ini, sepertinya juga tidak terlalu gemar membeli baju, setelah sepintas melihat seluruh baju di sana, jarinya dengan cepat menunjuk-nunjuk dengan acuh tak acuh sambil berkata: “Yang ini, ini, yang itu…… dengan kecepatan express sekali sudah memilih setumpuk baju, kemudian dengan satu lambaian tangan semua baju pun dibungkus.”

Gayanya itu membuat pelayan yang ada di sana pun melotot, Simon sudah disanjung-sanjung terus sampai seakan-akan sudah mau melayang ke langit, kata-kata baik dan enak didengar itu pun sudah diucapkan berulang kali.

“Pak Devan, gaya dan muka pangeranmu ini sungguh mendapat warisan dari dirimu yah.” penanggung jawab plaza itu mengangkat untuk membaiki Devan.

Devan yang sedang terus menerus membuka halaman majalah di tangannya itu mendengar perkataan penanngung-jawab ini, matanya pun menjadi sedikit suram, dengan suara kecil menjawab: “Lebih banyak mirip ibunya!”

Orang-orang pun menjadi terdiam.

 Hati Sherin pun berbunga-bunga rasanya…… serasa yang disanjung tadi itu adalah dirinya. Sepanjang jalan perhatiannya hanya tertuju pada Simon seorang, jadi tidak memperhatikan apa yang dilakukan Devan, sudah membeli apa.

Hingga…..

“Ini, Pak Devan jadi total semua belanjaannya 132,398,980 rupiah, langsung cash yah?”

Saat mendengar sederetan angka itu senyuman Sherin sedetik yang lalu pun menjadi terhenti dan terpaku.

Dia seakan tersentak berdiri, dengan lantang berkata “sebentar, sebentar.”

Semua orang pun dikejutkan oleh suara dan tindakannya.

Devan menoleh, sama dia juga tidak mengerti akan wanita itu.

Hanya melihat Sherin menyoroti belasan kantong belanjaan di lantai, menghirup nafas dalam-dalam, dan berjalan ke depan lalu jongkok di hadapan Simon yang kemudian memegang tangan Simon sambil berkata “Simon, kamu tidak boleh seperti ini.” Raut wajahnya yang serius ini, mengingatkan Simon akan raut wajahnya yang dulu itu saat dia melakukan kesalahan di pagi hari itu.

Tanpa sadar dia pun terus menerus menundukkan kepala.

Sherin menghelakan nafas, lalu berkata: “Kita tidak perlu membahas dulu, ayahmu dengan susah payah mencari uang, bagaimana pun kayanya, kamu juga tidak boleh berfoya-foya seperti ini. Sekarang ini, masa kamu masih masa pertumbuhan, baju tahun ini tahun depan pasti tidak bisa pakai lagi, kamu boleh beli tapi beli sebanyak ini, apa kamu pikir kamu bisa memakainya semua?”

Usai berbicara, wanita itu menunjuk 3-4 kantong belanjaan di lantai itu, dengan raut wajah yang sama tidak enak dilihat berkata: “Ini kamu lihat, di sini ada belasan set pakaian, apa kamu bisa memakai semuanya?” Dia secara acak mengambil satu baju dari kantong belanjaan di sampingnya, melihat-lihat harga di labelnya, langsung seakan mau pingsan seketika, apa baju ini dijahit degan emas? Baju sweater kecil seperti ini aja mau 10 juta lebih……

“Setiap kali datang, papa juga tidak berkata apa-apa.” Simon yang mengerti bahwa Sherin tidak senang, tapi masih saja dengan suara kecil ini bergumam.

Mendengar ini, Sherin menoleh melihat Devan, dua pasang mata itu saling melihat, Devan batuk kecil dan berkata, “Gpp, asal dia suka saja.”

Sherin merasa sungguh dibuat kesal sekali oleh ayah anak ini.

Iya benar, sebagai orang luar mereka mau bagaimana menghabiskan uang, memang itu urusan mereka, tapi Simon adalah putranya, membimbing konsep yang benar untuk anak itu, dia sendiri merasa ini adalah berkewajibannya.

Menghabiskan uang dengan cara seperti ini…. itu bukan lagi membeli baju, jelas-jelas membuang-buang uang!

“Kalau kamu merasa perkataan mama ada benarnya, maka sana kamu sendiri pilih beberapa set baju yang benar-benar kamu sukai dan membeli itu saja. Kalau kamu merasa perkataan mama tidak benar, maka mama besok-besok juga tidak akan mengatakan hal ini lagi ke kamu.”

Walau nada bicaranya itu terdengar seperti sedang berdiskusi, tapi dari matanya terlihat ketegasan.

Simon melihat wanita itu sejenak, kemudian melihat lagi Devan sejenak, dan melihat bahwa laki-laki itu tidak merespon apapun, dia pun melepaskan diri dari tangan Sherin, lalu berjalan berputar di antara kantong-kantong belanjaan itu, lalu menunjuk 5 kantong belanjaan dan berkata “Kalau begitu, beberapa set ini saja dulu!” Mengangkat kepalanya dengan gelisah memandangi Sherin dan bertanya “Mama, boleh tidak?”

Sebenarnya dari kecil Simon tidak punya konsep sama sekali tentang uang. Devan karena selalu merasa berhutang padanya, jadi terhadap uang yang Simon gunakan tidak pernah perhitungan, hingga sesaat sebelum ini, dia tidak pernah memikirkan apakah caranya ini benar atau salah.

Juga tidak ada seorang pun yang memberitahunya tentang hal ini.

Raut wajah Sherin terlihat jelas sudah lebih lega, dan menarik anak itu ke dalam pelukannya sambil berkata “Simon kita memang sangat dewasa.”

Hanya saja, orang-orang yang berada di sana, saat itu seakan terpaku di sana.

Mulai menebak-nebak status Sherin di dalam hati.

Simon memanggil wanita ini mama……tapi dilihat dari penampilannya, sangat jelas bukan satu level dengan Devan, tapi dia bisa seganas itu dengan Simon, Devan juga diam saja seakan mengiyakan saja!

Ini, kondisi apa ini?

Pandangan mata Devan terpaku memandangi satu tempat, terjun ke pemikiran mendalamnya,  cara wanita ini, jangan kan Simon termasuk dirinya pun tidak pernah sungguh-sungguh memikirkan ini, dia juga sama dibesarkan dengan harta berlimpah jadi terhadap uang, jangan kan Simon, dia juga tidak pernah ada konsep. Pada dasarnya asal mau keluar uang, mau beli, tidak pernah mempertimbangkan lagi.

Langsung saja, pandangan matanya melihat wanita itu pun lebih mendalam lagi.

Setelah sesaat, ia pun sadar kembali, meletakkan majalah di tangannya, berdiri dan berkata “Sudah selesai belanjanya? Kalau sudah,ayo cabut.”

Dari awal sampai akhir terhadap cara Sherin itu, dia tidak mengatakan apapun, tidak berkata bagus juga tidak mengatakan tidak bagus.

Dylan pun dengan sungguh-sungguh memandangi Sherin sejenak.

Wanita ini menarik!

“Mama, lain kali aku tidak akan membeli sebanyak itu lagi, kamu jangan tidak senang lagi yah, okay?” Setelah keluar dari toko baju anak-anak itu, Simon yang terus melihat Sherin mengerutkan dahi pun mengeluarkan suara untuk membujuknya.

Sherin mengelus-elus kepala Simon, hatinya sangat senang dan tenang.

Pandangan matanya berhenti pada bayangan pundak belakang Devan di depannya, sebenarnya dia juga merasa sangat kaget, ternyata dia tidak menghalangi caranya.

Bagaimana pun di mata orang-orang kaya, tindakannya itu tadi sebenarnya adalah suatu hal yang sangat memalukan.

Berpikir sejenak, wanita itu menundukkan kepala dan berkata kepada Simon: “Simon, mama bukannya tidak senang, mama tidak memperbolehkanmu membeli, juga bukan karena bermaksud tidak seharusnya membeli. Papamu memang kaya, kondisi kalian memang bisa menikmati hidup yang lebih baik, tapi mama hanya mau kamu tahu bahwa kamu beruntung terlahir dengan ayah yang kaya, kalian mengeluarkan uang menikmati kehidupan yang lebih baik, itu adalah balasan dari jerih payah ayahmu. Tapi menikmati bukan berarti berfoya-foya, mengerti kan?”

Sherin tidak ingin berkata banyak teori-teori besar lagi, juga tidak ingin menanamkan ke Simon tentang mau membantu orang-orang susah, kasih yang besar itu.

Bagaimana pun uang ini dicari oleh Devan, ini semua karena dia telah bersusah payah jadi juga sudah seharusnya menikmatinya.

Dia mengatakan ini semua, dia hanya ingin Simon tahu bahwa uang yang perlu dikeluarkan, boleh dikeluarkan, tapi yang tidak perlu, yah jangan keluar, dan bukan bertindak seenaknya saja.

Ditambah lagi, dia mengerti bahwa sederetan angka itu selangit di matanya, tapi di mata mereka itu hanya lah sebuah bilangan kecil.

Contohnya saja, dia begitu kaget, namun ayah anak itu biasa-biasa saja.

Orang yang berbeda dunia, terhadap penilaian juga bisa sama sekali tidak sama. Tapi dia tidak pernah benci dengan orang kaya, itu lazim saja siapa juga yang mencari uang bukan untuk supaya bisa menikmati kehidupan yang lebih baik seh?

Tapi, wanita itu ingin membuat putranya mengerti makna antara menikmati dan berfoya-foya itu tidak sama.

Sampai di toko baju pria, kali ini Sherin hanya terus menemani Simon di tempat istirahat saja, tidak berpikir sama sekali untuk ikut campur dalam hal membeli baju Devan. Dia mengurusi Simon, ini karena itu adalah tugas dan kewajibannya.

Terhadap Devan, dia merasa dia sendiri tidak berwenang untuk banyak bertanya, kalau pun dia mengosongkan toko ini pun, dia tidak akan ada komen.

Tapi, yang di luar dugaan adalah Devan hanya secara acak mengambil 2 set lalu meminta orang untuk membungkus, dan memanggil mereka untuk pergi.

“Papamu, setiap kali hanya membeli sedikit itu?” Sherin bersuara kecil bertanya ke Simon.

Simon memuncungkan mulut, memberi kode ke Sherin untuk menunduk, kemudian menjinjit membisikan di telinga wanita itu: “Dia setiap kali membeli lebih banyak dariku. Mama, apa papaku takut denganmu yah?”

Sherin terdiam, Devan takut dirinya? Bercanda kah ini?


Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu