Cantik Terlihat Jelek - Bab 7 Malu

Bab 7 Malu

“Tidak apa-apa, kalau kamu tidak ingin mengatakannya sekarang, ya tidak usah katakan dulu, tapi kamu tidak boleh memutuskan kontak dengan diriku lagi, dengar tidak?” ujar Andrew yang melepaskan pelukkannya lalu mengelus kepala Sherin beberapa kali, dia sangat memanjakannya, Dahi laki-laki itu mengerut ketika menyoroti rambut Sherin yang diikat menggulung di belakang dan penampilannya, namun ia tidak banyak bertanya lagi.

Sherin menganggukkan kepala, tidak berani memandangi matanya, laki-laki di hadapannya ini selalu terasa sangat bisa memikirkan orang lain.

Hanya saja, terhadap hubungan mereka, sepertinya laki-laki ini menanggapinya terlalu berlebihan?

“Kring….” dering handphone Andrew berbunyi.

Hanya mendengar dia menjawab “Pa, aku sedang ada urusan sekarang jadi tidak bisa pergi……. benar…. terserah papa.”

Seusai menutup telpon itu, mukanya terlihat dingin, namun raut wajahnya berubah menjadi luar biasa hangat kembali, saat ia membalikkan badannya ke arah Sherin, “Sini beri aku nomor handphone barumu.” ujar Andrew yang langsung mengambil handphone Sherin dari tangannya dan menelpon lansung nomor HP-nya sendiri, ia pun merasa lega dan mengembalikannya ke Sherin setelah mendengar dering HP-nya.

“Kamu mau duduk sebentar?” tanya Sherin menawarkan laki-laki itu duduk di sampingnya  karena merasa bahwa Andrew belum ingin pergi, muka laki-laki ini terlalu mempesona, ditambah badannya yang tinggi, membuatnya terlalu mencolok jika terus berdiri di lobby itu.

Hanya saja saat Sherin bersentuhan kembali dengan kursi, ia yang merasa dingin tiba-tiba merasa kehangatan yang seakan mebeludak keluar dari tubuh bagian bawahnya.

 “Ah….” serunya kecil-kecil, mengigit bibir bawahnya dan mengerutkan dahi.

Tidak perlu dilihat lagi, dia sudah tahu bahwa dia haid, dan celananya pasti sudah ternoda karena itu. Setelah ia melahirkan Simon, tanda nyeri perut sebelum haid menghilang, membuatnya tidak merasakan tanda-tanda apapun setiap kali datang bulan. Selama ini tanggal-tanggal sekarang ini, dia bisa siap siaga, namun akhir-akhir ini karena Simon pikirannya menjadi terbagi, jadi….

“Ada apa?” tanya Andrew dengan gelisah dan langsung berdiri dari tempat duduknya lalu jongkok dihadapannya karena melihat raut wajah Sherin yang berubah.

Sherin memandangi Andrew, mengerutkan dahi, dengan nada halus menjawab “Aku haid, dan…… sepertinya celanaku sudah tembus.”

Untuk pertama kalinya dia mengatakan hal seperti ini di depan laki-laki, apalagi dengan hubungan seperti ini, muka Sherin langsung memerah.

Namun Andrew yang sempat terkejut itu sengaja mengeluarkan suara batuk, kemudian membongkokan setengah badan, tepat bertatapan dengan muka Sherin berkata dengan lembut: “kamu tunggu aku di sini, aku segera kembali, tunggu aku.”

Belum sempat Sherin menjawab, dia sudah pergi ke arah pintu…..

Melihat bayangan pundak laki-laki itu, Sherin termenung sejenak, tangannya memegang mukanya. Dulu sewaktu masih sekolah, karena kecantikkannya banyak orang yang menyukainya, mengejarnya, baik terhadap dirinya, saat itu dia tidak merasa aneh.

Tapi, setelah dia menghiasi diri seperti sekarang ini, lawan jenis yang menaruh perhatian kepadanya, Andrew, orang terbilang hebat ini, adalah orang yang pertama.

Dia menelan air ludah, suasana hatinya sangat kacau.

Tiba-tiba, suara bisik-bisik di dalam lobby itu menjadi diam, keheningan yang luar biasa, lalu terdengar suara langkah kaki dengan kecepatan yang berbeda berjalan.

Hanya terlihat, beberapa laki-laki yang bersetelan jas dan sepatu kulit berbaris berjalan keluar, seorang laki-laki yang mengenakan jas berwarna coklat menarik pandangan setiap orang, gagah, tampan, badannya tinggi tegap dan ramping, benar-benar laki-laki yang sempurna!

Sherin merasakan pandangan laki-laki itu memandanginya dan segera menundukkan kepala, menunggu dia datang menghampirinya.

“Itu pengasuh di rumahmu!” ujar Dylan yang juga melihat Sherin.

“Sana kamu pergi lihat, kenapa dia datang ke sini?” jawab Devan.

Supaya tidak terlalu mencolok, Dylan perlahan-lahan meninggalkan barisan itu dan berjalan ke arah Sherin, ia melihatnya pengasuh itu menganggukkan kepala padanya. Sherin lalu mengambil obat yang dibawanya dari tasnya dan memberikan obat itu ke Dylan, lalu berkata “Mbok Lili pesan, ini untuk bos.”

Sherin menudukkan kepala dan tidak memperdulikan Dylan lagi seusai memberitahunya.

Ketika Devan berjalan melintasi Sherin, dia merasakan bahwa laki-laki itu sedang memandanginya, tapi dia tidak ingin memperdulikannya, dia masih merasa sakit hati karena semalam Devan meremehkan dia.

Hanya saja……

“Kamu masih belum pergi?”  sangat diluar dugaan, laki-laki itu membuka mulut menyapanya.

Sherin mengerutkan dahinya, berpikir sejenak, dan menjawab dengan jujur: “aku…. sedang menunggu orang.”

Berpikir lagi sejenak, lalu melihat jam di handphone-nya, kemudian berkata: “Simon sedang tidur, aku akan pulang segera.”

“Siapa yang mengizinkanmu menggunakan jam kerja untuk kepentingan pribadi?” tanya Devan yang kemudian berjalan menghampiri pengasuh itu, melihat kepala Sherin masih tertunduk dan tidak memperdulikan dirinya, hati laki-laki ini pun sedikit marah. Kemudian dia menggunakan map dokumen yang ada di tangannya menaikkan dagu Sherin untuk membuatnya mengangkat kepalanya, dengan tidak langsung memaksanya untuk melihatnya.

Sikap Devan sangat tidak biasa ini membuat orang-orang di sekeliling menjadi kaget, siapa wanita ini? penampilan biasa-biasa seperti itu? tapi bisa membuat laki-laki yang dingin ini besikap demikian, pekerja yang berada di dekat Sherin memberitahunya “Ayo segara berdiri, sudah melihat bos bisa-bisanya masih duduk seperti itu, tidak pantas.”

“Shyur” darah Sherin seakan-akan dengan kecepatan tinggi naik ke kepalanya, berdiri? kalau saja dia bisa berdiri, apa mungkin dia masih tidak berdiri?

Melihat Sherin yang tetap saja terdiam, orang-orang di sekeliling mulai berbisik-bisik memperbincangkan hal ini, orang itu Devan loh? Atasan-atasan yang menemui laki-laki ini pun harus hormat padanya, dan kalau diamati wanita ini juga hanya buruh biasa, tapi berani-beraninya seperti itu.

Devan tidak berbicara sama sekali, hanya melototi Sherin, seolah-olah mencoba untuk mengerti tindakan Sherin.

Tangan Sherin menyingkirkan map dokumen itu dari dagunya, sedikit tidak senang dengan perlakuan tersebut.  Dia memang bekerja di rumahnya, tapi laki-laki ini bertindak seolah-olah dia itu seperti raja saja?

Dan narsisnya terlalu berlebihan.

Kalau saja bukan karena Simon, dia tidak akan mau bekerja di rumah itu.

Sambil berpikir sepeti itu, Sherin memandang ke tempat lain, sama sekali tidak menghiraukan segerombol orang di hadapannya.

Sebenarnya Sherin juga tahu kalau sikapnya ini bisa membuat Devan marah. Tapi di dunia ini selain Simon, tidak ada seorang pun yang perlu dia khawatirkan lagi, satu-satunya yang ia miliki hanyalah nyawanya, tidak ada hal yang perlu ditakuti, lagian dia bagaimana bisa menjelaskan semua ini di hadapan begitu banyak orang?

Secara tidak langsung Sherin yang menunjukkan penolakan dan kekesalan ini, membuat Devan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sendiri.

“Sherin…” panggil Andrew

Tidak pernah terpikir olehnya suara orang ini bisa terdengar begitu merdu, saat ini, suara lembut dan merdu itu membuatnya lega dan nyaman seketika, dia segera menoleh melihat ke arah sumber suara tersebut, raut wajahnya pun langsung dipenuhi dengan senyuman.

Terlihat Andrew berjalan dengan membawa kemeja kotak-kotak hitam putih di pundak kirinya dan kantong plastik hitam di tangan kanannya, melewati gerombolan orang dan menghampirinya.

“Andrew!” sapa Sherin sambil menegakkan kepalanya, hanya nama ini yang terucap dari mulutnya saat itu, perlahan ini semua membuatnya lega.

‘Ayo, gantungkan kemeja ini di pundakmu.” ujar Andrew yang juga tidak menghiraukan keberadaan orang-orang di sekitar dan membantu Sherin menggantukkan kemeja itu ke pundaknya, dan berbisik di telinga Sherin: “kamu sekarang boleh berdiri, aku bawa kamu jalan ke toilet.”

Suara yang lembut dan hembusan nafas yang hangat di telinga Sherin itu membuat wajah merah Sherin yang baru saja pudar memerah lagi.

Dan semua ini benar-benar menusuk mata Devan yang dari tadi melihat gerak-gerik mereka.

Sherin berdiri dan memegang tangan Andrew, ia tidak berani melihat orang-orang di sekelilingnya, berpikir sejenak dan mebalikkan badannya lalu menganggukkan kepalanya ke Devan tanpa mengucap satu kata pun, kemudian berjalan ke sisi lain lobby itu.

Tangannya langsung menarik-narik kemeja itu dan merasa lega ketika menemukan bahwa kemeja itu panjang hingga lututnya.

Devan marah bukan kepalang, seumur hidupnya belum pernah satu orang pun tidak menghiraukannya dan memperlakukkannya seperti ini, apalagi di depan umum seperti ini.

Langsung saja, raut wajah Devan terlihat tidak senang dan marah, mengenggam map dokumen di tangannya, dan sangat terpukul…..

Novel Terkait

Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu