Cantik Terlihat Jelek - Bab 481 Meninggal Di Rumah Bima

"Weni, kami sedang berada di depan rumah kamu, bukannya hari ini adalah hari Minggu? Kamu kemana?"

"Aku.. aku diluar, ada sedikit urusan, nanti baru bisa pulang"

Sambil mengendong Kiki yang sedang bermain, Weni menatap ke kakek dan neneknya.

Ekspresinyapun menjadi dingin.

Weni mengendong Kiki dan masuk ke dalam taksi.

Berpikir tentang manusiawi.

Weni juga berpikir harus bagaimana menjelaskan kepada Vema.

Terjadi masalah yang begitu besar, tetapi Weni tidak memberi tahu mereka.

Weni bukan tidak ingin memberi tahu mereka, dia hanya ingin diam sebentar, karena pemikirannya terlalu kacau.

Setelah mengetahahui pemikiran Weni, Bima juga berjanji tidak akan memberi tahu orang lain, sejak pulang, Bima pergi ke rumah Weni membantu dia menjaga Kiki setiap hari.

Tetapi, berjumpa dengan Bima, Weni akan teringat dengan fakta kelahiran Kiki yang menyebabkan semua ini.

Weni tidak bisa menahan, dia juga merasa sangat bersalah, sehingga dia pun mencari alasan dan meminta Bima pergi.

Melihat Weni berpegangan tangan dengan seorang anak, beberapa wanita melamun sejenak, ditambah melihat wajahnya yang kelihatan capek, beberapa orang itu pun merasa gugup.

Mimi meletakkan buah yang dia pegang dan menghampiri Weni, "Apa yang terjadi? Kenapa menjadi begitu?"

Vema juga menghampiri Weni, "Baru-baru ini, kamu tidak membalas pesan teks kami di grup juga, ditelpon juga tidak berkata banyak, Hutu pulang ke kampungnya, aku dan Mimi pergi liburan, kami mengira kamu juga pergi liburan, apa yang terjadi?"

Kiki menundukkan kepalanya dan tidak berbicara.

"Anak ini adalah anak siapa? Anak saudaramu?" Hutu berjongkok dan mencubit pipi Kiki, "Anak ini sangat cantik, bahkan, mirip..... dengan kamu?"

Satu kata "mirip" membuat tangan Hutu tegang di setengah udara, dia menatap ke Weni sambil menelan air liurnya, "Jangan jangan...."

"Mama" Kiki bersembunyi di belakang Weni.

Kata 'Mama' membuat semua orang melihat ke Weni dengan ekspresi yang sangat kaget.

Setelah dua jam.

Empat wanita menangis bersama di dalam ruang tamu.

"Kamu benar-benar sangat jahat, masalah sebesar ini saja kalian tidak memberi tahu kami, apakah kamu masih menganggap kami itu teman?"

Sambil berkata, Vema memeluk Weni dan menepuk bagian belakangnya.

"Weni, Kamu tidak memberi tahu kami masalah kamu melahirkan Kiki, masalah orang tuamu juga, kamu tidak berkata, kami masih pergi liburan dan memposting di sosial media setiap hari, kami bahkan mengejek kamu di grup......"

Mimi juga menangis dengan sedih.

Meskipun tidak bisa merasakan perasaan Weni sekarang, tetapi asal manusia yang memiliki hati nurani pun bisa mengetahui siapa yang mengalami masalah seperti ini pasti akan merasa sakit hati.

Sementara Hutu hanya terus menangis, dia tidak tahu harus bagaimana menghibur Weni.

Weni menarik nafas, dia memeluk kakinya dan meletakkan kepalanya di antara sikunya, mungkin karena rasa sakit hati dan kesedihan yang dia rasakan sudah mencapai puncak tertinggi.

Dalam belasan hari ini, Weni seperti mayat berjalan, kalau bukan karena Kiki, tidak membunuh diri pun dia akan mati kelaparan.

Malahan Weni sudah merasa lebih tenang setelah melihat teman-temannya menangis.

Weni duduk dengan tegak sebelum berkata, "Maaf, aku bukan sengaja tidak memberi tahu kalian, melahirkan Kiki itu merupakan sebuah insiden, aku tidak tahu harus bagaimana menjelaskan kepada kalian, masalah orang tua aku meninggal, aku ingin sendiri diam sebentar, jadi, maaf"

"Jangan berkata seperti itu, kami hanya merasa sakit hati berpikir bagaimana kamu melewati semua ini"

Tiga orang itu sibuk menghibur Weni.

Pertemanan yang asli itu bisa senyum bersama kamu ketika kamu sedang senang, kemudian bisa menemani di sisi kamu pada saat kamu kesusahan.

Yang membuat Weni menghela sebuah nafas lega adalah, tidak ada yang bertanya ayah Kiki itu siapa.

Di dalam hati, Weni sangat berterima kasih atas pengertian teman-temannya.

Pada saat itu, mereka mendengar suara ketukan pintu.

Mimi pergi membuka pintu, kemudian bertanya kepada orang yang mengetuk pintu, "Kalian adalah siapa? Apakah ada masalah apa?"

"Oh, salam kenal, kami datang melihat rumah, kami mendengar rumah ini mau dijual kan?"

Weni merasa tubuhnya menjadi tegang, dia menoleh ke arah pintu dan melihat dua orang yang memakai seragam, secara perlahan dia pun mengerti.

Kakek dan nenek sekarang hanya mengenal uang!

Weni berkata kepada dirinya dalam hati : "Weni, mulai hari ini, mereka bukan keluarga kamu lagi!"

Weni ingin marah dan mengusir mereka keluar.

Tetapi dia sama sekali tidak memiliki tenaga.

Ketika dia baru saja berdiri, penglihatannya langsung menjadi hitam dan tidak sadar diri.

Pada saat sadar kembali, Weni sudah berada di dalam sebuah kamar yang dia pernah mengenal.

Setelah melihat sekeliling, Weni langsung duduk, ini adalah kamar Bima.

Meskipun dulu dia hanya pernah tinggal satu malam di sini, Weni tetap bisa mengingat kamar ini dengan jelas karena kamar ini adalah kamar Bima.

Contohnya foto masa muda yang dipajang di atas meja buku, kemudian lampu yang berada di lemari tempat tidur.

Tetapi, mengapa dia bisa di sini?

Pintu pun terbuka.

Bayangan tubuh Bima yang besar pun menjadi semakin jelas.

"Bukannya kamu berkata kamu bisa menjaga dirimu dengan baik?"

Weni menjilat bibirnya, berpikir tentang kata-kata kejam yang dia ucapkan kepada Bima waktu mereka berpisah kemarin, "Bima, tolong jauhi aku, yang paling aku nyesal di kehidupan ini adalah mengenal kamu!"

Kadang Weni merasa dirinya benar-benar sangat lucu, padahal dia sangat takut dan waspada di depan Bima, tetapi kalau waktu berkata kata-kata kejam, dia sama sekali tidak memikirkan perasaan Bima.

Weni turun dari tempat tidur, dia tidak ingin berkata banyak dengan Bima.

Pada saat itu, pintu terbuka lagi dan ibu Bima masuk ke dalam ruangan sambil memegang tangan Kiki.

"Mama"

Weni menarik nafas, dia menatap ke ibu Bima kemudian Bima secara refleks.

"Tinggal saja di sini, kesehatan kamu ini harus dirawat dengan baik, sekarang masih muda sehingga kamu tidak merasa, tunggu tua nanti, kamu akan merasa sangat kesusahan"

Nada suara ibu Bima sangat tenang, tetapi tatapan dia berisi perasaan sakit hati yang jelas.

Sementara hati Weni malah merasa sangat kacau, hidung dia terasa sangat masam, orang yang tidak berhubungan dengan dia begitu peduli kepadanya, tetapi kakek dan nenek dia sendiri malah memaksa dia menaiki jalan sengsara.

Weni berusaha berdiri, "Tante, sebenarnya saya dan Bima sudah berpisah dari dulu" Sambil berkata, Weni memegang tangan Kiki, "Jadi, kami tidak cocok tinggal di sini, terima kasih atas kebaikan anda"

Weni tidak ingin menemani Bima akting lagi, dia tidak memiliki tenaga dan suasana hati itu lagi.

Ibu Bima berjongkok di depan Kikia dan berkata dengan ekspresi sama sekali tidak kaget.

Tetapi kata-kata Ibu Bima selanjutnya sama sekali di luar dugaan Weni.

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu