Cantik Terlihat Jelek - Bab 674 Biar Aku Lihat

Mimi tidak menjelaskan, juga tidak ingin menjelaskan.

Rambo melirik Aderlan, maju ke depan langsung menggandeng tangan Mimi, "Kalau tidak, aku pesan hotel dulu?"

Nada bicaranya sengaja dia naikkan, membawa sedikit kepameran.

"Karena malam ini kalian sudah membantuku, mana boleh kamu yang memesan hotel, aku akan mengurusnya." Presdir Aderlan, setelah mengatakannya dengan sombong, memutar badannya dan berpesan kepada asistennya.

Di sudut pandang yang tidak terlihat Aderlan, Rambo menarik lengan Mimi, menaikkan rahangnya.

Mungkin, dia juga bukan tidak peduli!

Saat pemikiran ini muncul, Mimi menarik nafas dalam.

Bibirnya terangkat.

Sedangkan saat ini, kebetulan Aderlan memutar kepalanya, melihat senyumannya itu, mengira kalau dia tersenyum pada Rambo, dalam sekejap hatinya menjadi kesal sekali.

Menghempaskan lengannya, dengan tidak senang memutar badannya, naik ke mobil.

Mimi bertatapan dengan Rambo, tidak berbicara, bersamaan jalan ke mobil.

Rambo menarik pintu mobil belakang, masih belum masuk ke dalam, Aderlan sudah langsung mengatakan, "Maaf, aku tidak menyukai bau badanmu, tolong duduk di depan."

Rambo mengerutkan keningnya, memiringkan kepala, mencium bau badannya, dia memakai baju tidur, kalau tidak salah ingat, semalam lusa mamanya baru saja menyucikan baju itu untuknya, bau?

Detik selanjutnya, dia langsung mengerti.

Mengangguk, mundur, membuka pintu bangku penumpang di depan.

Mimi juga tidak mempermasalahkannya, naik ke dalam mobil, langsung duduk di bangku belakang, "Jalan dulu! Sudah malam sekali, tidak baik."

Dia mengatakan kepada asisten yang membawa mobil.

Asisten melihat kaca spion, Aderlan mengangguk, dia baru menjalankan mesin.

Manusia, begitu nyaman, sudah santai, rasa sakit di tubuhnya, akan ikut datang juga.

Sebelumnya, karena sikap yang terlalu tegang, Mimi tidak merasakan punggung seberapa sakit, sekarang, begitu tubuhnya santai, dia baru saja tidak berhati-hati menyentuh sandaran kursi, langsung meringis kesakitan.

Aderlan meliriknya, menegakkan badannya.

Lalu sambil berkata dan mendekat sedikit ke arahnya, "Apakah sakit sekali?"

Suaranya, jelas sekali sedikit gugup.

Mimi terdiam, awalnya ingin mengatakan tidak sakit, malah hati kecilnya beraksi, mengangguk kuat, "Ehn, benar sangat sakit!"

Saat ini, mobil sudah berjalan ke arah jalan raya di luar.

"Cari rumah sakit terdekat, berhenti dulu."

Asisten mengangguk, "Baik, presdir Aderlan!"

Rambo memutar kepalanya, melihat Mimi, "Kamu ini, bodoh sekali, tadi untungnya orang itu membawa tongkat, kalau yang dia bawa tadi pisau, sekarang ini mungkin kamu sudah tak bernyawa."

Begitu kalimat ini terlontarkan.

Tangan diletakkan di lutut Aderlan mengepal sedikit erat.

Dia tidak bodoh, bagaimana mungkin dia tidak pernah berpikir, perbuatan Mimi tadi itu apa maksudnya.

Simpul tenggorokannya menggulung ke atas dan ke bawah.

Kejadian lampau satu per satunya muncul di hadapannya, hatinya dalam sekejap berubah menjadi sangat rumit.

Apakah, dia sudah salah?

"Lain kali, tidak boleh berbuat seperti itu lagi......." Ucap Aderlan, dia berhenti sebentar, lalu berkata lagi, "Aku tidak ingin berutang budi dengan orang lain."

Mimi memutarkan kepalanya melihat Aderlan, membuka mulutnya, akhirnya berputar ke jendela di sebelahnya, mengarahkan belakang kepalanya kepada Aderlan.

Dari tadi sampai sekarang tidak menjawabnya.

Mimi mengerti, lain kali, dia masih tetap akan berbuat seperti itu.

Setelah beberapa menit, sampai di rumah sakit terdekat, hanya saja, orang yang ditolong sepertinya tidak sedikit.

Seorang dokter piket memeriksanya sebentar, menyarankannya untuk scan x-ray.

"Tidak perlu, aku rasa harusnya tidak separah itu."

Mimi mengerutkan keningnya, masalah Tuman ini, masih belum terselesaikan. Dia tidak berpikir ada masalah apapun.

"Pergi periksalah, kalau sampai cacat....." Perkataan Aderlan terhenti lagi.

Rambo melototinya, mengambil surat yang dibuka dokter, melambaikannya kepada Mimi, "Aku pergi bayar, kamu tunggu disini, tenang saja, tidak akan ada masalah, meskipun ada masalah, kamu sudah cacat, aku juga tidak keberatan."

Setelahnya, sengaja berdecih dingin kepada Aderlan, lalu keluar dari pintu.

"Kamu sungguh sudah bersama dengannya?" Baru saja bayangan Rambo hilang, Aderlan langsung menanya Mimi.

Mimi mengangkat kepalanya, melihat pria di hadapannya, paras wajah yang tampan,tertulis kata cemburu.

Ataupun, Aderlan sendiri tidak tau, tapi Mimi malah mengerti.

"Dia lumayan baik kepadaku." Mimi berkata dengan santai, setelahnya berjalan ke kursi di samping dan duduk disana.

"Dia baik kepadamu, jadi kamu langsung bersama dengannya?" Pria itu tidak senang dan meninggikan nada bicaranya.

Mimi mempermainkan resleting jaket Rambo, menundukkan kepalanya, "Aku mau apa tapi tidak pernah dapat, seorang anak yatim, dia, kamu juga sudah lihat, segera akan menjadi penerus generasi kedua, menikahinya, tidak ada yang tidak baik bukan?"

Setelahnya, dia berdiri, "Itu, presdir Aderlan, aku pergi lihat dia dulu, sudah semalam ini, aku tidak tenang dia sendirian."

Sambil berkata, juga tidak peduli bagaimana reaksi Aderlan, dia langsung berjalan keluar.

Aderlan hanya merasa dirinya sudah sebesar ini, semua perasaan hebat datang dari wanita dihadapannya ini.

Berdebar, cemburu, gila......

"Presdir Aderlan, kalau tidak, aku antar kamu pulang saja dulu, aku merasa dua orang ini.....juga tidak perlu kita temani."

Asisten mungkin melihat Mimi tadi sedikit tidak tau diri, merasakan tidak pantas untuk Aderlan.

Aderlan meliriknya, tidak mengatakan apa-apa, setelah beberapa saat, dia mendekat, memesankan sesuatu di telinga asistennya.

"Presdir Aderlan, anda......ini......mau mengorek sudut dinding orang?"

"Plak", dia memukul pelan kepala asistennya, Aderlan berdehem pelan, sengaja berkata dengan dingin: "Sejak kapan kamu menjadi kepo begini?"

Asisten menggigit bibirnya, berdiri tegak, "Sudah tau, aku langsung pergi laksanakan."

"Kamu bilang orang kaya ini, bukannya sangat angkuh? Sudah tau tidak bisa melepaskanmu, masih memasang wajah hebat begitu, kuberitahu padamu, kamu jangan mudah sekali terkompromi, orang seperti ini, seharusnya dia merasakan penderitaan dulu, dulu matanya buta."

Di depan kasir, sedang menunggu orang membuat tagihan, Rambo dan Mimi sedang menggerutu.

Mimi sudah merapikan rambut palsunya, selanjutnya, lengannya mengulur ke belakang, "Dokter, bisa cepat sedikit tidak, aku sungguh kesakitan."

Membiarkan Aderlan menderita? Dia, tidak tega!

Dulu, merasa wanita di dalam percintaan, IQ-nya selalu nol, mana boleh tidak memikirkan hidup mati dirinya sendiri demi orang lain, tapi tadi dia melihat orang itu memukul Aderlan dengan tongkat, dia sepertinya tidak memikirkan apapun langsung menghadangnya.

Dia tiba-tiba mengeluarkan suara wanita, kasir di hadapannya mengangkat kepala, melihatnya beberapa saat, lalu dengan panik mengangguk, "Baik, sudah mau selesai, tadi komputer sedikit macet."

Setelah membayar tagihan, mereka berdua berjalan ke ruangan scan.

"Tuan Rambo, presdir Aderlan kami sedikit lapar, kamu boleh tidak temani aku pergi beli makanan."

Tiba-tiba, asisten kemari.

Rambo mengerutkan keningnya, "Kenapa aku harus menemanimu pergi, kamu tidak bisa pergi sendiri?"

Nada bicaranya kesal sekali.

Hanya saja, setelahnya, asisten itu menggunakan alasan tidak familiar dengan tempat itu, tidak berani, pokoknya menggunakan berbagai alasan, menarik Rambo pergi.

"Aku sebentar saja akan kembali, kamu hati-hati!"

Mimi mengangguk.

Rumah sakit pada malam hari, orang yang melakukan scan tidak sedikit.

Baru saja Rambo pergi sebentar, lengannya menjalar sebuah kehangatan, memutar badannya, tangan Aderlan menahannya, mungkin sungguh sakit sekali, Mimi tidak ingin mengatakan apapun.

Hanya saja, kehangatan itu, tiba-tiba berpindah dari lengannya ke pinggangnya, lalu masuk ke dalam bajunya, berjalan di sepanjang jalan, ada apa lagi?

"Aderlan......kamu......"

"Jangan bergerak, biar aku lihat!"

Novel Terkait

Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu