Cantik Terlihat Jelek - Bab 483 Persembunyian

"Kami bertemu dengan Mama Bima ketika kami mengantar kamu ke rumah sakit, melihat kamu pingsan, Mama Bima sangat cemas, setelah bertanya beberapa hal kepada kami, dia berkata mau menjemput kamu ke rumah ke mereka karena kalian memiliki hubungan yang tidak normal"

Vema berkata dengan cepat dan gaya melebih-lebihkan.

Weni menghela sebuah nafas dengan diam-diam, merasa terima kasih kepada Ibu Bima tidak memberi tahu teman-temannya.

"Weni, bukannya kamu berkata kamu tidak mengenal Bima? Mengapa begitu dekat dengan Mamanya?" Mimi bertanya.

Ada beberapa masalah, semakin lama disembunyikan, semakin susah mau menjelaskannya.

Weni merasa ragu apakah mau menjelaskan kepada mereka dengan jujur.

Tetapi... kalau dia berkata tentang.... Kiki adalah anak Bima...

Setelah berpikir, Weni berkata : "Kemarin waktu Vema menikah, Bima meminta bantuan aku akting sebagai pacarnya, aku pernah berjumpa dengan Mamanya"

Kalau untuk hal ini, Weni berkata secara jujur.

"Bima... meminta kamu menjadi pacarnya?"

"Hanya akting saja!" Weni menekan kata akting.

Vema menghampiri wajahnya ke kamera, dia meragu sejenak sebelum berkata.

"Aku mendengar Eli berkata dia sudah menyukai seseorang, Weni, Kamu jangan menyentuh dia ya!"

Jangan menyentuh dia? Sudah telat....

Terkadang, Weni merasa semua ini takdir, tetapi kadang dia juga merasa semua ini disebabkan oleh personalitas dia sendiri, kalau kemarin waktu dia baru mengenal Bima, dia bisa bercerita kepada Vema, kalau personalitas Weni bukan tipe menyembunyikan semua masalah di dalam hatinya.

Maka, waktu itu, bisa jadi Weni bisa mengetahui hati Bima sudah memiliki Suya melewati Eli.

Kalau begitu, Weni tidak akan jatuh cinta kepadanya, dia tidak akan menikah dengan Bima dan tidak akan memiliki Kiki, kalau begitu, apakah orang tua Weni juga tidak akan meninggal?

Weni merasa sedih lagi, matanya pun menjadi berkaca-kaca.

Dia sangat berharap semua ini hanya sebuah mimpi, setelah mimpinya sadar, orang tuanya akan tetap berada di sisinya, betapa baik kalau begitu!

"Weni......." Hutu yang dari tadi tidak berbicara tiba-tiba bersuara.

"Iya?"

"Tidak perlu peduli dengan pemikiran orang lain, tidak perlu peduli dengan kata-kata mereka, karena orang lain tidak bisa merasakan kesedihan dan kebahagiaan yang kamu rasakan"

Melihat ke Hutu, Weni merasa Hutu sendiri juga sedang membujuk dirinya dengan kata-kata itu.

Weni mendengar, Hutu pulang ke rumah Raven pada saat tanggal 1 kemarin.

Tetapi, Hutu tidak bercerita, Weni juga segan mau bertanya.

"Aku mau pergi kamar mandi, harus matikan telpon dulu" Weni mencari alasan untuk mengakhiri percakapan.

Di dalam grup, Vema mengirim pesan teks, "Kalau ada masalah apa yang aku bisa bantu, ingat beri tahu kami, kami pasti akan membantu"

Mimi dan Hutu juga mengatakan hal yang sama.

Weni membalas dengan stiker senyum dan kata 'baik!'

Tetapi, sejujurnya, Weni tidak pernah berpikir mau meminta bantuan siapa atau menjadi beban siapa.

Pada saat Bima masuk lagi, Weni sedang menyandar di jendela dengan alis mengerut.

"Apakah hal ini merupakan jebakan yang jatuh dari langit sampai kamu harus berpikir begitu lama?"

Sambil berkata, Bima mengangkat tangannya dan mulai membuka kancing bajunya, kemeja hitam terlihat sangat cantik di tubuhnya.

Weni menarik nafas sebelum menoleh ke Bima dan menatap ke matanya yang tenang, dalam waktu sejenak dia melihat perasaan emosional di mata Bima, tetapi hanya sejenak.

"Aku bisa menjaga Kiki dengan baik, beberapa tahun ini aku juga ada menabung, seharusnya tidak masalah kalau mau membeli sebuah rumah kecil"

Setelah berpikir sangat lama dan panjang, Weni tetap merasa dirinya tidak sesuai tinggal di sini.

Bima sepertinya tidak kaget atas penolakan Weni, dia menghampiri Weni dan bertanya dengan suara kecil :

"Tetapi, jelas kami bisa memberi Kiki kehidupan yang lebih bagus, hanya karena harga dirimu yang lucu itu, kamu mau menyerah?"

Berkata sampai akhir, suara Bima pun menjadi lebih berat dan berisi sedikit kemarahan.

Weni melamun sejenak dengan tatapan mereka, Bima tidak menyukai dia, bukannya Bima akan merasa lebih frustrasi kalau Weni tinggal di sini?

Tatapan Bima memancarkan cahaya, dia berjalan ke lemari di samping tempat tidurnya dan mengeluarkan sebuah dokumen dari lemari, kemudian memberikan dokumen tersebut kepada Weni.

"Ini adalah rencana pendidikan Kiki oleh orang tuaku, kamu boleh melihatnya dulu"

Setelah tiga bulan, rumah Bima.

"Dia berkata dia menyukai kartun Mickey Mouse apa, mengapa kamu memberikan dia binatang ini?"

Sambil berkata, ayah Bima menyerahkan tas Mickey kepada Kiki seperti sedang menyerahkan piala.

"Kiki, ini adalah tas Mickey yang kakek beli untuk kamu, apakah kamu menyukainya?"

Ibu Bima tertawa dengan dingin.

"Ini namanya Pickey, binatang? Mickey? Benar-benar lucu!"

Sambil berkata, Ibu Bima meletakkan tas itu di atas tas Mickey.

Kiki menoleh ke Weni yang sedang memberes rumah.

Weni menggerakan bahunya dan menunjukkan ekspresi tidak bisa menolong.

Kiki mengigit bibir bawahnya dengan ekspresi agak pasrah, setelah beberapa saat dia baru berkata.

"Pickey dan Mickey, semuanya saya suka, terima kasih kakek, terima kasih nenek"

Setelah berkata, Kiki mencium pipi kakek dan neneknya.

Hal ini membuat kedua orang tua tertawa dengan bahagia.

Adegan ini terjadi hampir setiap hari selama tiga bulan ini, hanya melihat saja bisa merasakan kasih sayang orang tua Bima kepada Kiki.

Weni berpikir, kalau orangtuanya masih ada, apakah mereka akan menyayangi Kiki seperti itu juga?

Orang tua Weni sudah meninggal 100 hari, tidak tahu sejak kapan dia baru mulai menerima fakta ini.

Weni berusaha menahan air matanya dengan mata memerah.

"Weni, kamu jangan buat itu dulu, di dapur ada sup ikan yang aku masuk untuk kamu, kamu makan dulu, kalau tidak nanti menjadi dingin"

Ibu Bima tiba-tiba berkata, setelah berpikir beberapa saat dia berdiri dan mengomel, "Aku membawa ikannya keluar saja, kalau tidak nanti kamu lupa"

Melihat bayangan belakang ibu Bima yang sibuk itu, air mata yang Weni menahan kesusahan akhirnya mengalir juga.

Dia menangis bukan karena dia kangen orang tuanya, tetapi karena dia merasa terlalu terharu.

Orang yang sama sekali tidak mengenal Weni, oh bukan, mereka memperlakukan mantan istri anak mereka begitu baik.

"Mengapa? Apa yang terjadi? Kenapa menangis?" Pada saat membawa sup ikan keluar, Ibu Bima melihat Weni sedang menyeka air matanya dengan diam-diam, sehingga dia sibuk meletakkan sup di atas meja dan menghampiri Weni.

Kemudian Ibu Bima bertanya dengan gugup : "Apakah ada sesuatu yang terjadi?"

Setelah Ibu Bima bertanya, Weni pun menangis semakin sedih.

Mendengar suara tangisan, Kiki pun berlari kepada Weni dan menarik bajunya, "Mama, jangan menangis lagi, Kiki akan mendengar kata-kata Mama, jangan menangis lagi"

Ayah Bima juga ikut berdiri.

"Aku tidak apa-apa, aku hanya merasa sangat terharu melihat kalian begitu menyayangi Kiki"

Karena takut mereka risau, Weni menjelaskan dengan suara berusaha menahan air mata.

Beberapa orang pun menghela nafas pada waktu yang sama.

"Nyonya, kakek dan nenek sudah tiba, mereka berada di luar pintu"

bibi yang sedang menyapu di depan pintu tiba-tiba masuk dan berkata.

Weni menyadari ekspresi orang tua Bima tiba-tiba berubah pada waktu yang sama.

Novel Terkait

Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu