Cantik Terlihat Jelek - Bab 624 Kegigihan Aderlan Terhadap Rozi

Bab 624 Kegigihan Aderlan Terhadap Rozi

Hatinya menyadari, berdasarkan prasangka Aderlan terhadap Mimi saat ini, kalau memberitahukan ia apa yang sebenarnya terjadi, maka hal itu dapat menyebabkan hubungan mereka berakhir.

Seharusnya Aderlan menyadari bahwa semua ini telah direncanakan olehnya.

Tetapi ia juga tidak bisa bersama dengannya sebagai Rozi terus-menerus.

Kalau seperti itu, semua akan berakhir sia-sia.

Setelah memikirkan hal itu, mengembalikan diri sendiri menjadi versi wanita dan perlahan bergaul bersama Aderlan lagi adalah pilihan terbaik.

Meskipun menentang perkataan kakek.

Tetapi ia percaya bahwa kakek dapat memahaminya.

“Semalaman tidak tidur, mengumpulkan begitu banyak orang, hanya untuk seorang anak berengsek, kamu sangat beruntung ya!”

Teigen Mo menunjuk kearah Aderlan yang duduk di sofa dengan linglung, itu adalah sebuah amarah.

Jina duduk disamping, hatinya merasa tersakiti.

“ dik keempat, Ibu sudah mengatakan dari awal, orang itu seperti pencuri, ia tidak mungkin adalah orang yang baik, pergi begitu saja, seolah-olah kamu belum pernah bertemu.”

Mimi berdiri di tangga, menundukkan kepalanya, dengan hatinya yang ketakutan.

Apakah semalam Aderlan pergi mencari ia lagi?

Bukankah kamu sudah menyuruh ia pergi?

"Ma, berapa banyak uang yang kamu berikan kepadanya?"

Setelah Aderlan terdiam lama, ia tiba-tiba bertanya pada Jina.

Jina mengerutkan kening, awalnya wajahnya penuh dengan kebingungan, kemudian ia menjawab, "Nak, berapapun banyaknya uang tidaklah penting,yang terpenting adalah, mereka memilih uang bukan memilih kamu, kamu benar-benar sudah tertipu oleh dia."

Mimi menutup matanya, meskipun ia masih marah dengan kebohongan Jina, ia tetap tidak mengambil uangnya sepeserpun.

Tetapi, ia merasa bahwa ini adalah akhir terbaik antara Aderlan dan Rozi Debz, solusi yang cepat tapi mengakitkan.

Aderlan mengambil cangkir di depan dan membantingnya di depan, teh pun memercik di dinding yang jauh, sangat berantakan.

“Pagi-pagi begini, meributkan apa?”

Suara yang kuat datang dari belakang.

Mimi dengan tenang, berbalik, menatap Kakek Mo yang sedang berjalan menuruni tangga, dia melihat kesamping kearah Aderlan, dan dia benar-benar putus asa.

Begitu seseorang yang cerdas melihat, ia tahu bahwa ia tampaknya telah mengalami peristiwa besar.

“Kakek, sarapan belum siap. Apakah kakek ingin kutemani jalan-jalan ke taman?"

Ia mencari topik lain, menghalangi pandangan kakek itu, dan kemudian berkata.

Kakek Mo terdiam sesaat, lalu mengangguk, "Baiklah, jarang sekali gadis ini peduli."

Taman belakang keluarga Mo memiliki luas ribuan persegi, setelah mengelilingi, matahari pun telah terbit.

Kembali ke ruang depan, sosok Aderlan pun sudah tak terlihat.

Saat makan, Jina menjelaskan kepadanya, " dik keempat pergi ke sekolah duluan, setelah kamu makan sebentar, biarkan Paman Jiang mengantarmu pergi.”

Mungkin karena tindakannya barusan, Jina bersyukur, sehingga nada bicaranya terdengar jauh lebih lembut.

Mimi mengangguk, "Ya, bibi"

Berdiri di pintu sekolah, melihat orang datang dan pergi di kampus, untuk pertama kalinya dalam hidup, Mimi demam panggung.

Juga merasa bahwa semuanya tidak dapat diprediksi.

Ia sangat ingin melarikan diri dari keluarga Mo, tetapi pada akhirnya, keluarga Mo mewujudkan mimpinya untuk bersekolah.

Beberapa bulan yang lalu, Ia sangat membenci Aderlan.

Hari ini, sebenarnya datang ke sekolah demi dia.

Dia dan Aderlan sekelas kelas,ketika ia memasuki ruang kelas, ia melihat sekeliling, dan melihatnya ada di atas meja dan tidur di barisan kedua dari belakang.

Kedatangannya dan Aderlan, menyebabkan sensasi besar di kelas ini.

“Halo, nama ku adalah Rambo."

Teman sebang menyapanya saat duduk.

Keramahannya membuat Mimi lega dan mengangguk, "Halo, namaku Mimi."

Rambo mungkin terkejut oleh kebaikannya, dan tampak tersanjung, melihatnya menatap buku dengan linglung, Ia berinisiatif untuk membalik bukunya kehalaman yang sedang diajarkan di kelas.

"Ini pelajaran hari ini."

"Terima kasih!"

Mimi menanggapi, membalikkan badan tanpa sadar dan melihatnya, Aderlan sudah duduk, tidak tahu apakah itu disengaja atau tidak, tiba-tiba Aderlan melihat kearahnya.

Pandangannya bertemu, membuat Mimi panik, tapi Aderlan berpaling tanpa malu.

"Pria yang datang bersamamu, juga baru datang ke sekolah hari ini."

Rambo menjelaskan.

Mimi menolehkan kepalanya, sambil melihat Rambo dan tertawa, "Dia adalah kakak laki-lakiku"

Ini adalah pesan yang dikatakan Kakek Mo sebelum pergi, ia mengatakan agar terhindar dari gosip.

Rambo mengerti,"Oh, ternyata seperti itu."

Karena tugas utama anak SMA kelas 3 adalah mengulas pelajaran.

Setelah kelas utama telah selesai, maka, setiap hari akan ada kertas ujian dan tes yang tak terhitung jumlahnya.

Bagaimanapun juga, Mimi merasa lega, kalau pelajaran biasa, selain bahasa dan matematika, ia takut harus mendengarkan buku yang tidak terbaca.

Kehidupan persekolahan, tidak seindah yang ia bayangkan.

Mungkin ia tumbuh dengan terlalu baik.

Atau mungkin karakternya tidak menyenangkan, setelah masuk sekolah berhari-hari, tidak ada orang yang berbicara dengannya.

Anak laki-laki tidak berani berbicara, anak perempuan, juga tidak ingin berbicara.

Tidak ada satupun di kelas yang mempedulikannya kecuali Rambo, teman sebangkunya.

Tetapi Aderlan sangat popular, tidak peduli dikalangan laki-laki ataupun perempuan.

Perbedaan yang kontras ini, membuat Aderlan menatap matanya dengan sedikit lebih banyak penghinaan.

Dalam pandangannya, Mimi adalah orang yang tidak disukai oleh orang lain.

Mimi tidak peduli dengan ini, dari kecil hingga ia besar, ia sudah melewati cobaan sendirian.

Ia dapat berbicara dengan pohon, bunga, dan langit, sehingga ia tidak merasa kesepian.

Dalam sekejap, setengah bulan berlalu, Aderlan tidak menyukainya, tetapi kegigihannya terhadap Rozi Debz meningkat dari hari ke hari.

Setelah masuk sekolah, Aderlan dan ia berada di sekolah yang sama, tetapi tidak peduli kapan ia berbicara, ia membicarakan apa, Aderlan selalu mengabaikannya.

Tetapi setiap kali sepulang sekolah, Aderlan meninggalkan sekolah lebih awal, ia berkata bahwa ia ada urusan lain.

Tetapi setiap kali ia kembali, selalu disaat tengah malam,

Terlebih lagi, tiba-tiba ia menjadi lebih kurus.

Raut wajah kakekpun menjadi semakin buruk dari hari demi hari.

Setelah mencoba untuk menebak yang sudah tak terhitung jumlahnya, suatu hari setelah sekolah, Mimi mencari alasan, tidak naik mobil si sopir, dan mengikuti Aderlan dari belakang.

Saat menatap Aderlan, setelah ia pergi ke tempat-tempat yang telah mereka kunjungi.

Hatinya merasa sangat sakit.

Ternyata, ia tidak pernah melepaskan Rozi Debz.

Tetapi, bagaimana ini? Ia harus bagaimana agar Aderlan bisa melihatnya.

Mengubah karakter? Atau apa yang harus ia lakukan?

Novel Terkait

Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu