Cantik Terlihat Jelek - Bab 567 Kamu Tahu Malu Tidak?

"Halo, Devan……Ya, sudah sampai……..ok, terima kasih."

Raven menutup telepon, memegang ponselnya, meletakkan di dahinya, keningnya berkerut.

"Takut terjadi sesuatu dengan kamu, aku meminjam helikopter dari Devan, Hutu, Aku tidak suka kamu sok pintar begitu."

Suaranya terdengar jelas sedang menahan amarahnya.

Hutu menatapnya diam-diam, hatinya terasa hangat. Karakter Raven biasanya sangat sombong dan tertutup. Untuk orang-orang yang memandang tinggi terhadap keluarga Ningga, dia tidak pernah membicarakannya dengan orang lain. Beberapa tahun ini, Raven bisa dibilang tidak pernah menggunakan fasilitas keluarga Ningga.

Tapi tidak disangka, demi dirinya, Raven mau merepotkan Devan.

Butuh waktu lama bagi Hutu untuk membuka mulutnya,”Aku hanya tidak ingin melukaimu. "

Suaranya pelan dan sedikit bergetar.

Raven mengerutkan kening, memalingkan kepalanya keluar jendela, dan setelah terdiam cukup lama, dia tiba-tiba memalingkan kepalanya, menatap Hutu, dan bertanya, "jadi gimana? Kamu berniat untuk kabur, memutuskan kontak, dan memutuskan hubungan kita?"

Setelah Hutu mendengar kata-kata itu, dia menatap Raven, dengan pelan menjawab satu kalimat, "Paman Muda, bisakah kamu anggap apa yang aku lakukan sebelumnya itu hanyalah kekanak-kanakan?"

Raven menatapnya dalam-dalam, mengerutkan bibir tipisnya, "Aku beri kamu satu kesempatan lagi, coba kamu ulangi apa yang kamu katakan tadi."

Raven pikir Hutu akan membela diri, melawan, atau bersikeras. Namun, dia tidak menyangka Hutu akan menjawab dengan air matanya.

Hutu sebenarnya tidak mau menangis, Dia sudah cukup sedih karena harus meninggalkan keluarga Ningga, Dia bahkan pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Pada saat ini, ketika Raven memaksa dia dengan pertanyaan seperti itu, Hutu sangat sedih sampai tidak menahan air matanya lagi dan menangis keras,

"Kamu masih mau apalagi? Aku sudah sangat sedih, Aku tidak ingin meninggalkanmu, tapi aku juga tidak mau melukaimu! "

Raven melihat momen sebelumnya, Hutu hilang entah kemana, tidak menjawab telepon, tidak balas pesan. Pada saat ini, Hutu didepannya, menangis dan berteriak, hatinya Raven yang awalnya mulai sedikit tenang, sekarang mulai gelisah lagi.

"Hutu!"

Suara Raven terdengar seperti sedang berbisik, memanggil namanya.

Hutu mungkin takut melihat perubahan Raven, awalnya masih terisak,

sekarang langsung terdiam, sambil menatap Raven, Hutu menutup mulutnya rapat-rapat, hanya bahunya saja yang masih gemetar.

"Aku hanya tidak ingin melukaimu!" Hutu mengulangi.

Raven menarik napas dalam-dalam, menutup matanya, membuka matanya lagi, berbalik untuk melihat ke arah Hutu, setelah berhasil memulihkan ketenangan hatinya, Dia mengambil tisu dan dengan lembut menyeka noda air mata di wajahnya Hutu, lalu berkata:

"Kamu kayaknya kebanyakan nonton TV dan baca novel, ya kan?"

Hutu sempat kaget dan tidak mengerti maksud dari kata-katanya.

Raven terlihat tenang dan tidak buru-buru, Dia mengambil tisu lagi dan menyeka air mata di wajahnya Hutu, Dia baru membuka mulutnya setelah mereka sudah lebih tenang.

"Jika kamu meninggalkan aku dan aku tidak menikah seumur hidupku, apakah itu termasuk melukaiku apa tidak?"

Tatapan mata mereka beradu, Hutu sepertinya merasa sangat serba salah, ini yang membuat Raven merasa tidak tega, menundukkan sedikit kepalanya dan mencium dahinya Hutu. Ciuman itu berlangsung cukup lama baru dilepaskan,

Suaranya terdengar serak, "Aku tidak akan melepaskan apapun yang telah aku pastikan."

Hutu menatap Raven lama, lalu mengangguk, dengan suara bergetar dan berkata:

"Tapi, Paman Muda, kalau kamu bersamaku, orang lain akan membicarakan dan menertawakan kamu. Kamu sebenarnya bisa menemukan wanita yang mempunyai latar belakang keluarga yang lebih baik. Aku tidak bisa membantu kamu dalam hal apa pun, bahkan aku bisa menjadi beban kamu, dan mempermalukan kamu."

Hutu berbicara dengan nada yang tidak begitu jelas dan sangat kacau.

Namun, menghadapi kesulitan dan masalah yang dihadapi Hutu, Raven menunjukkan ketenangan yang luar biasa. Dia membelai rambutnya dan menyeka air mata di wajahnya Hutu.

"Selain menjadi beban dan mempermalukan aku, masih banyak masalah lain yang kita tidak bisa hindari, maka dari itu, jika ini yang kamu anggap menyakiti, sebenarnya kita bisa saja saling menyakiti."

Raven berhenti sejenak, merentangkan lengannya, dan memeluk Hutu. "Selain itu, Hutu yang aku kenal selalu menjadi orang yang tahu diri, juga tahu bagaimana bertindak dengan benar, tidak pernah menimbulkan masalah bagi orang lain. Bagaimana kamu bisa mengatakan akan menjadi beban untukku?"

Hutu menggigit bibirnya dan menatap Raven seolah-olah dia sudah mengerti sesuatu.

Melihat senyum di matanya, Raven merasa lega, melepaskan pelukannya, duduk tegak, meletakkan rem tangan mobil, "Kamu pasti makan malam? Aku akan bawa kamu pergi makan sesuatu."

Ketika melihat mobil yang sudah melaju keluar dari gerbang sekolah, Hutu baru sadar, "Jangan, jangan, nanti aku tidak bisa masuk ke asrama lagi."

Raven melihat ke depan dan berkata, "Kita bisa pesan kamar di hotel."

Pesan kamar…..di hotel?

Wajah Hutu tiba-tiba memerah, wajahnya terasa sangat panas.

Hutu secara tidak sadar menggerakkan tubuhnya, lalu melihat ke luar jendela, memeluk lutut, dan perlahan-lahan mengencangkan pelukan di lututnya.

Raven membawanya pergi makan semangkuk mie yang seadanya saja, lalu membawanya ke hotel terdekat.

Hutu tidak berani mengangkat kepalanya, Ketika mobil sudah masuk ke ruang bawah tanah, dia ingin sekali menyembunyikan dirinya.

Kelainan sikapnya Hutu, Raven juga melihat, tetapi dia tidak begitu

menanggapi, Raven pikir Hutu masih sedih memikirkan kejadian sebelumnya.

"Masuklah dan langsung tidur."

Raven membuka pintu kamar untuknya, lalu sekalian meletakkan kartu kunci ke tangannya Hutu dan melangkah mundur.

Hutu melihat kartu kunci ditangannya sendiri dan juga ada dua kartu kunci di tangannya Raven, lalu mendongak,” Paman Muda, kita tidak tidur bareng?”

Ketika Hutu selesai menanyakan itu, dia sendiri ingin menampar dirinya sendiri.

Raven tertegun. Kemudian, dia merenung sejenak dan ujung bibirnya terukir sebuah senyuman penuh arti.

Raven menatap wanita kecil itu di depannya yang sedang tertunduk, tatapan matanya juga memerah secara bertahap, jakun di tenggorakan bergerak turun naik, Raven cepat-cepat memalingkan wajahnya.

Raven menepuk bagian belakang kepala Hutu dengan ringan, "kamu tahu

malu tidak?"

Kepala Hutu makin tertunduk, dia melangkah mundur, lalu ingin menutup pintu.

Pada saat pintu hendak ditutup, lengan Raven tiba-tiba masuk, Dengan sedikit usaha dan tenaga, dia berhasil masuk ke dalam kamar.

Sebelum Hutu sempat bereaksi, dagunya tiba-tiba ditegakkan, dan sebuah ciuman yang dingin mendarat di bibirnya, setelah itu menjadi ciuman yang panas dan cukup lama baru berakhir.

Menepuk wajah Hutu yang sedikit merah, Raven melangkah mundur ke luar pintu, "Tidurlah lebih awal."

Hari kedua.

Raven secara pribadi akan mengantarnya ke sekolah, karena takut akan menyebabkan kehebohan, jadi Hutu memintanya untuk menurunkannya lebih jauh dari gerbang sekolah.

"Aku akan ke luar negeri besok."

Raven membuka mulutnya ketika Hutu baru saja membuka ikatan sabuk pengamannya.

"Ke luar negeri? Berapa lama? Kapan kamu akan kembali?" Hati Hutu mulai sedikit gelisah.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
3 tahun yang lalu