Cantik Terlihat Jelek - Bab 653 Aderlan Mengatakan Keberadaan Orang Tuanya

Dokter berjubah putih tersebut mengangkat kepalanya dan melihat Rambo sekilas lalu berkata: “Tidak ada masalah besar, hanya karena kekurangan tenaga dan kecemasan yang membuatnya begitu.”

Saat ini Rambo baru merasa lebih lega.

Dalam kamar pasien

“Mimi, bagaimana keadaanmu?!” terdengar suara serak dan cemas.

Mimi memutar kepalanya melihat itu adalah Rambo, ia terpikir akan hal-hal yang terjadi sebelumnya, kesusahan yang belum pernah ia alami sebelumnya, semuanya meluap dalam hati, dengan sedih ia duduk dan memeluk Rambo, kemudian menangis dengan keras.

Kedua tangan Rambo seperti menjadi kaku, dalam sekejap ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Beberapa saat kemudian baru mengeluarkan suara berkata: “Tidak apa-apa, semuanya sudah berlalu!”

Kemudian saat pakaian Rambo sudah terpenuhi oleh air matanya, Mimi baru menegakkan badannya.

Rambo menatapnya dengan sedih, kemudian setelah ragu sejenak ia baru mengulurkan tangannya untuk merapikan rambut Mimi yang kacau di bagian dahinya, dengan suara lembut berkata: “Kamu begitu hebat, bagaimana bisa membuat dirimu sendiri menjadi begitu menyedihkan?”

“Menyedihkan…..” Mimi menggerakkan bibirnya seperti sedang menggerutu kecil, perlahan-lahan ia mengingat apa yang sudah terjadi.

Iya, menyedihkan!

Hampir saja kehilangan nyawa.

“Rambo, kelak bagaimana kalau kamu menjadi abangku?” Saat mengatakan kalimat ini ia merasa bersalah, jelas-jelas dia tahu bahwa pria ini ada maksud terhadapnya dan ia malah mengatakan permintaan seperti itu.

Akan tetapi dia sungguh tidak ingin kehilangan teman seperti Rambo ini.

Rambo mengangkat kepalanya dan menarik napas, setelah hening sejenak lalu dengan berat ia menganggukkan kepala, “Oke, jadi abangmu, seumur hidup memperlakukanmu dengan baik!”

Dia mengatakannya dengan lambat.

Mimi malah menundukkan kepala tidak berani menatapnya.

Ia mengendus-endus hidungnya lalu duduk dengan tegap, dengan masih menunduk ia membuka telapak tangannya dan melihat luka di telapak tangannya yang masih sakit akibat dari tusukan kukunya yang tajam.

Ia tidak memiliki kekuasaan dan kedudukan, bahkan seorang saudara saja tidak punya….

Akhirnya ia mengerti, Rozi yang hebat atapun Mimi yang sombong dan keras kepala, ternyata tidak dapat melawan beberapa kalimat dari pria tersebut.

Apabila ingin dia hidup maka hidup, apabila ingin dia mati sepertinya juga bukan hal yang sulit.

Aderlan, Mimi sudah sangat berusaha, berusaha untuk bersikap baik terhadapmu, berusaha agar kamu tidak begitu membencinya.

Tetapi, mungkin menyukai seseorang tidak memerlukan alasan, apapun yang dia lakukan, kamu menyukai semua yang dilakukannya! Sedangkan membenci seseorang juga tidak memerlukan alasan, apapun yang dia lakukan, kamu tetap tidak suka!

Jadi dia sudah tidak ingin memperjuangkannya lagi, lupakan saja!

Melihat Mimi yang berada di hadapannya, Rambo juga mengerti, walaupun ia sudah merelakan Aderlan, akan tetapi dirinya juga hanya bisa menjadi abangnya saja, ia juga sudah berusaha.

“Kamu boleh memberitahunya bahwa kamu adalah Rozi, mungkin dengan rasa sukanya terhadapmu aku rasa hasil akhirnya tidak akan seperti ini, mungkin dia…..”

“Tidak, seumur hidup tidak akan memberitahunya!” Mimi memotong pembicaraan Rambo dengan sedikit tawa.

Bisa membencinya hingga ingin dia masuk penjara, apakah dia masih bisa berharap Aderlan memakluminya bahwa ia tidak berdaya untuk pura-pura menjadi Rozi?

Tidak, dia tidak akan, dia hanya akan lebih marah, dia akan beranggapan bahwa semua yang dilakukannya adalah apa yang sudah direncanakan.

Rambo mengerutkan alisnya, dia memahami Mimi dan mengetahui apa yang dipikirkannya, ia merasa kasihan terhadapnya.

“Kamu tidur sebentar, aku pergi membeli makanan yang kamu sukai, sebentar lagi kalau….”

Rambo menutup bibirnya setelah ragu sejenak baru meneruskan perkataannya: “Sebentar lagi mungkin orang dari keluarga Mo akan datang menjengukmu.!”

Keluarga Mo? Mimi tersentak.

Ia menelan-nelan ludah dan menganggukkan kepala.

Rambo memutar badan dan tidak berani menatapnya lebih lama lagi, kondisi Mimi sekarang membuatnya panik.

Melihat Rambo sudah pergi, Mimi membenamkan kepalanya ke dalam selimut.

“Krek….” Terdengar suara pintu yang terbuka pelan.

Mimi tidak mengangkat kepalanya, ia hanya bertanya: “Apakah ada barang yang ketinggalan?”

Kemudian setelah tidak ada jawaban ia baru perlahan-lahan mengangkat kepalanya, kemudian…

Ia bertatapan dengan sepasang mata yang suram.

“Aderlan…!” Suaranya terdengar sedikit gemetar.

Untuk apa dia datang? Apabila ada orang dari keluarga Mo yang datang untuk menjenguknya, tapi orang tersebut sudah pasti bukan Aderlan!

Aderlan melangkah maju, sesaat seperti ada sebuah tekanan tidak terlihat yang menekannya, ia menarik kencang selimutnya dan menundukkan kepala, tidak mengatakan apa-apa.

“Sungguh hebat ya, ada begitu banyak pria di samping yang tidak menolak!”

Raut wajahnya terlihat dingin, perlahan-lahan ia mendekatkan diri padanya, suara yang dingin terdengar mengejek dan menghina, napasnya yang hangat tersebar di wajah Mimi.

Mimi mengangkat kepala dengan takut melihat wajahnya yang begitu dekat, jantungnya terasa berkedut, kerongkongannya seperti sedang dicekik oleh sebuah tangan yang tidak berbentuk sehingga membuatnya tidak dapat berkata apa-apa.

Aderlan memperlihatkan senyum dingin, kedua matanya tajam seperti panah, tidak ada kehangatan sedikitpun, ia dengan lekat menatap mata Mimi, “Tidak berbicara? Atau kamu memang sejak lahir sudah pintar untuk menyembunyikan, pintar berpura-pura?”

Nada bicaranya terdengar lebih suram dari sebelumnya, setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar menusuk, Aderlan sedikit menyipitkan kedua matanya, dari sorotan matanya seperti memancarkan aura yang berbahaya, ia terus menatapi matanya!

Apabila dalam hatinya ada merasa sedikit bersalah terhadapnya, rasa itu telah menghilang sepenuhnya saat ia sedang berdiri diluar pintu dan melihat dia memeluk Rambo!

Wanita ini benar-benar nakal!

Mimi mendadak membuka lebar kedua matanya, dengan dingin menatapnya kembali, dengan nada bicara luar biasa tenang berkata: “Tuan muda besar Mo, sepertinya kamu sudah terlalu banyak ikut campur, aku mempunyai begitu banyak pria, apakah ada hubungannya denganmu?”

Aderlan tidak terlalu mengindahkan perkataan Mimi yang dingin tersebut, dia sedikit menyipitkan matanya masih dengan tatapan yang dingin menatapnya, kemudian berkata: “Tidak ada hubungannya, aku datang hanya karena ada satu hal lagi, aku berpikir mungkin kamu ingin mengetahuinya, jadi aku datang untuk memberitahumu.”

Mimi sudah merasa putus asa terhadap Aderlan, dia sudah tidak berharap dapat mendengarkan kata-kata yang baik dari mulutnya, setelah itu ia bersandar di kepala ranjang dan menjawab “Hmm”.

“Sepertinya kamu pernah meminta tolong kepada kakekku untuk mencari orang tua kandungmu kan?”

Dia dengan santai mengatakan topik yang membuat Mimi bersemangat, Mimi bergegas mengangkat kepala menatap Aderlan, dengan tidak bisa menahan ia menelan ludah, “Itu, apakah kamu tahu siapa mereka?”

Novel Terkait

Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu