Cantik Terlihat Jelek - Bab 535 Raven Cemburu

Ranjang besar gaya Eropa, seluruh ruangan juga didekorasi dengan gaya Eropa, menoleh ke samping, terlihat lemari yang satu pintunya terbuka terdapat sederetan pakaian dalam, berbagai jenis dan model, pemandangan ini membuat wajahnya merona merah.

Dia mendudukkan diri, kepala terasa sakit, memijat-mijat pelipis, kemudian ingatan perlahan-lahan memutar ulang di dalam benaknya.

Benar, bukankah dia sedang bersama dengan Nini?

Di mana...... Ini?

Didorong oleh rasa ingin tahu, dia segera bangkit dari tempat tidur, berjalan keluar dengan kaki ayam.

Tempat ia berada penuh dengan elemen desain bergaya Eropa yang elegan.

“Dia datang mencarimu? Kenapa aku tidak pernah mendengarmu membahasnya? Dia pastinya tumbuh jauh lebih tinggi, benarkan?” Suara Kane terdengar sedikit terkejut, juga terkandung kelembutan wanita kecil.

“Dia datang untuk berwisata, kami hanya bertemu untuk makan, tidak sempat memberi tahu kamu.” Raven sepertinya sedang minum air, suaranya agak jernih dan terdengar suara menelan air.

Kemudian, keduanya terdiam.

Hutu menundukkan kepala dan memandangi jari-jari kakinya, melingak-linguk ke kiri kanan, ternyata ini adalah rumah Kane.

"Raven, tante telah meneleponku."

Saat Hutu hendak keluar untuk menyapa mereka, terdengar suara Kane lagi.

Kaki dia yang melangkah keluar secara naluriah tertarik kembali.

"Iya." Respons Raven.

"Tante bertanya padaku, apakah kamu… … dan aku bakal bersama?"

Hutu merasa tekanan darah meninggi, walau dia tidak melihat ekspresi Kane, tapi dia dapat menebak Kane pastinya sedang menundukkan kepala dan tampak malu.

Dia dengan pelan mengambil langkah ke depan, kemudian bersandar di dinding.

Dia ingin mendengar, apa jawaban paman? Dia ingin segera tahu.

Hanya saja......

"TLAK TLAK", aneh, kenapa ada suara langkah kaki, dan suara itu semakin dekat dengannya.

Hutu mengerutkan kening, belum sempat mencari tahu, sesosok tubuh telah menyelubunginya.

"Sudah bangun? Kalau begitu ayo pulang!"

Suara Raven.

Hutu agak bingung dan tidak mengerti, jelas tadinya dia sangat berhati-hati, bahkan suara napas pun diperkecil, kenapa bisa ketahuan?

Raven sepertinya tahu kebingungan Hutu.

Jarinya menunjuk tepat pada hadapan Hutu, sekitar lima meter dari tempat mereka berdiri, terdapat sebuah cermin, dan sisi diagonal berlawanan dari cermin menghadap ke ruang tamu.

Ketika dia berjalan dan bersandar pada dinding, kebetulan masuk ke dalam rentang visual cermin.

Benar-benar...... Bodoh

"Paman......"

Raven menyipitkan mata untuk meihat Hutu yang merasa tidak nyaman, berkata, "Kedepannya tidak boleh menyentuh alkohol lagi."

Suaranya berat, sangat serius.

Hutu agak heran dengan kemarahan Raven, bukankah hanya segelas alkohol? Itu pun hanya bir, dia sudah dewasa, kenapa tidak boleh menyentuhnya. Namun, menghadapi Raven yang sedang marah, dia tidak berani bersuara.

Pada saat ini, Kane datang dari ruang tamu, melihat Hutu, dia tersenyum lembut, " Tutu, jangan salahkan pamanmu yang memarahimu, hari ini kamu hampir kehilangan nyawa, tahukah kamu?"

Kehilangan...... Nyawa?

Hutu mengerutkan kening, amat bingung.

"Alergi alkohol, sejumlah kecil orang akan mengalami edema tenggorokan yang menyebabkan kesulitan bernapas, jika penyelamatan tidak tepat waktu, itu dapat menyebabkan kematian, kondisi seperti ini sangat langka ditemui."

Artinya, dia adalah salah satu yang langka.

Perihal ini, Hutu benar-benar tidak tahu, ini adalah pertama kalinya dia minum alkohol.

Melihat wajah gelap Raven, dia pun tahu bahwa Kane tidak lagi bercanda.

"Jika hari ini tidak ada Kane, kamu…..." Raven ingin berkata sesuatu, tapi berhenti, "Sudah, pulanglah dulu."

Hutu menoleh untuk melihat Kane, meskipun dalam hati berkonflik dengannya, tapi dia tahu dan mengerti prinsip hidup.

Dia agak mengelukkan pinggang, "Terima kasih Kak Kane, terima kasih."

Mendengar Hutu memanggilnya kakak, Kane terpana, Raven adalah paman, dia adalah kakak, ini...

Namun, memikirkan bahwa umurnya hanya beda beberapa tahun dengan Hutu, memang tidak cocok dipanggil tante, jadi dia pun tidak mengambil hati.

Sedangkan Raven menatap Hutu dalam-dalam.

Dalam perjalanan pulang, Raven terus memasang muka muram, Hutu tidak berani berbicara.

Hubungan yang baru saja dibangun beberapa waktu lalu dengan tidak mudah, tampaknya telah terpukul kembali ke titik semula dalam waktu sekejap.

Tiba di rumah Hutu, dari jauh sudah kelihatan Agus yang berdiri di hadapan rumah. Dia terbengong, secara naluriah menoleh untuk memandang Raven, menemukan bahwa mukanya bertambah muram, bibir tipis merapat erat.

"Paman Kecil..." Dia secara naluriah ingin memberi penjelasan pada Raven.

"Di usiamu ini, perasaan lebih didasarkan pada dorongan sementara, jangan jatuh pada perasaan yang terlalu dalam," kata Raven, memotongnya.

Perasaan? Usianya ini?

Iya, umuran delapan belas atau sembilan belas tahun memang merupakan usia di mana paling mudah berperasaan terhadap orang lain, maka dari itu dia bahkan berperasaan terhadap pamannya sendiri.

Memikirkan ini, dia tiba-tiba merasa tidak memberi penjelasan juga lumayan baik.

Dengan begitu, Raven pun tidak akan mencurigai dirinya.

“Yah, aku tahu.” Dia mengangguk dengan patuh, mendorong pintu dan keluar dari mobil.

Melihat respons Hutu, Raven seharusnya senang karena dia mendengarkan kata-katanya, tetapi dia malah marah dengan tidak jelas, tiba-tiba tidak bisa mengendalikan emosinya.

Hutu melewati mobil, berjalan ke sisi Agus, lalu melambaikan tangan pada Raven.

“ Tutu, aku menelepon kamu, kamu tidak mengangkatnya, apakah kamu baik-baik saja?” Melihat Hutu, Agus tidak tahan untuk menariknya ke dalam pelukan.

Hutu terpaku dengan pelukan yang mendadak ini, sehingga dia tidak menyadari raungan mobil yang melaju keluar itu tersirat kemarahan.

Melihat pasangan yang berpelukan dari kaca spion, Raven hanya merasa sangat silau dan menyakitkan mata.

Anak sekecil gitu sudah berpacaran, konyol.

“Agus, cepat lepaskan aku, nanti kelihatan anggota keluargaku” Hutu berkata sambil mendorong Agus.

Siapa tahu, Agus malah tersenyum ke belakang Hutu, "Hai, Paman."

Mulut Hutu menganga, pikiran dan emosinya menjadi kacau.

Apa yang terjadi?

Dia membalikkan kepala, terlihat Ayah tersenyum sambil mengamati mereka berdua, “Iya, Agus sudah datang, maukah masuk dan duduk sebentar?”

Agus? Nada intim itu membuat Hutu merasa dirinyalah yang merupakan orang luar di antara mereka bertiga.

"Tidak usah, Paman, aku sudah harus pulang, aku hanya datang untuk melihat Tutu."

Selesai berbicara, dia mengambil beberapa langkah mundur, agak malu, "Kalau begitu, aku pulang dulu, obrol di WeChat."

Kemudian, sebelum Hutu merespons apa pun, orangnya sudah menghilang dari malam yang gelap.

"Ayah, aku dan Agus, kami…..."

"Sudah, tidak perlu dijelaskan. Ayah sudah tahu, tetapi kalian masih muda, jangan terlalu buru-buru, tidak masalah untuk menunggu dua tahun." Ayah menginterupsi penjelasan Hutu dengan tatapan yang tampak penuh pemahaman dan pengertian.

Sambil tersenyum, dia berbalik dan memasuki rumah.

Hari ini, benar-benar…... kacau.

Novel Terkait

Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu