Cantik Terlihat Jelek - Bab 392 Mia, Tunggulah Aku Lagi

Melihat mobil itu pergi dengan cepat, Mia bahkan belum kembali sadar, dari kelembutan tadi.

Sebentar hangat, sebentar dingin, gila ya, Mia marah sampai menghentak-hentakkan kakinya.

Malam ini, Mia bermimpi, dalam mimpinya ada potongan-potongan episode yang berantakan, membuat Mia sebentar menangis sebentar tersenyum.

Pagi hari saat terbangun, kepalanya sakit seperti mau pecah.

Saat ini, telepon di kamar tamu.

Mia menerima telepon, “halo.”

“Nona, ada seorang Tuan yang mau tahu nomor kamar Anda, apa Anda memperbolehkan kami memberitahu?”

Di dalam otak Mia tanpa disangka terpikir Mohan, tapi segera setelahnya juga terpikir lagi, dengan trik Mohan, mau bertemu Mia , tidak mungkin menggunakan cara sesopan ini, maka, pasti Helmi.

“Oh, kamu tunggu dulu, Mohan, kamu sudah selesai mandi belum?” Mia sengaja berteriak ke arah kamar mandi.

“Kamu suruh dia tunggu, Tuanku masih mandi, tidak mudah menerima tamu.”

“Nona, orangnya sudah pergi.”

Mia menjawab “ya” dan langsung meletakkan telepon, menghela bafas.

Helmi, maaf, kalau pada akhirnya di akhir cerita adalah terluka setidaknya, lebih baik sakit yang sebentar saja dibanding yang lama.

Setelah kembali ke kota B, Mia tidak pergi ke kantor, langsung pulang ke rumah.

“Kemarin malam, dan juga malam 2 hari yang lalu, kamu pergi ke mana?” Ibu melihat Mia, menuangkan Mia segelas air, langsung bertanya blak-blakan.

Mia minum seteguk, rebahan di sofa, melihat ibunya dengan memeluk sepasang lututnya, “ma, aku dan Helmi resmi putus.”

Suara ibu memotong sayur tiba-tiba terhenti, Ia membawa pisau sayur berjalan mendekat, “apa yang terjadi? Aku dengar Mira bilang 2 hari yang lalu bukannya ia melamar kamu?”

Mia seharusnya bersyukur, ibu takut ayah terlalu lelah, mereka berdua pergi ke kamar di lantai atas untuk istirahat, kalau tidak, hari itu melihat putrinya sendiri dibenci orang tuanya, sebetapa sakit hatinya Mia.

“Keluarganya tidak setuju, sudah punya anak, juga cerai, dipikir-pikir, juga bisa paham.” Mia sedikit senyum, sebisa mungkin membuat nada bicaranya lebih santai sedikit.

Tangan ibu yang memegang pisau terkulai, Mia mengernyitkan alisnya, “ma, kamu taruh dulu pisaunya.”

Mungkin topik pembicaraan ini mengalihkan perhatian ibu, masalah Mia tidak pulang 2 hari yang lalu, begitu saja diabaikan.

“Itu mah mereka yang tidak tahu permata yang belum diasah.” sambil bicara ibu bangkit berdiri, pergi ke dapur.

Semakin berumur, semakin sensitif, melihat tampak belakang ibu gemetar, Mia dalam hati sangat merasa tidak enak.

Setelah Mira dan Sani menikah, langsung kredit membeli sebuah rumah di luar, dia dengan Sani pindah keluar, dalam rumah seketika kosong cukup banyak.

Kata-kata ayah juga ikut berkurang, saat Rena masih kecil, ia masih baik-baik saja, Rena masuk TK, kedua orang tua ini seperti kehilangan pilar jiwanya saja, Mia beberapa kali pulang, selalu melihat mereka berdua duduk bengong di ruang tamu, Ini membuat hati Mia, sangat sedih.

Sejak waktu itu, Mohan tidak muncul lagi di hadapan Mia, segalanya, seperti kembali tenteram.

Hanya hati Mia, khawatir akan keuntungan dan kerugian pribadinya.

Mia akan teringat malam itu, Mia akan teringat kelembutan pria itu, juga akan mengingat kata-kata pria itu “Mia, tunggu aku.”

Mia tidak tahu pria itu bukan bicara yang sesungguhnya, tapi Mia keras kepala mau menunggu.

Meskipun, begitu remeh, begitu tidak berguna, tapi dalam percintaan, tidak ada mulia dan tidak, Mia memberitahu diri sendiri sekali ini, sekali lagi saja akan membaik.

“Ma, kita kembali ke kota A saja?”

Pagi hari ini, saat makan, Mia tiba-tiba membuka mulutnya, ayah dan ibu semua menutup mulut, melihat Mia.

Mia melihat sedikit sinar di mata ayah, sedikit tersenyum, “Mira juga sudah menikah, masalah waktu ini, sekarang juga sudah seharusnya berlalu, kita pulang saja, ya, kalian kalau masih ingin kembali ke kota kecil itu, beli lagi rumahnya, dengar-dengar sudah banyak rumah yang baru dibangun, kita beli rumah baru.”

Ayah minum seteguk sup, “sebelum kamu menikah, tidak boleh pulang.”

Ini, malah diluar dugaan Mia.

“Kalau pulang, seumur hidup kamu akan lebih hancur.”

Mia memasukkan sesuap mantau ke arah mulut, dalam hati sedikit masam, di dunia ini, cara menyayangi anak-anak, masing-masing punya cara yang berbeda, tapi pada dasarnya malah selalu sama, Mia tentu paham maksud ayahnya, setelah kembali, waktu yang lebih lama lagi, masih akan muncul lagi orang yang baik, Mia tidak menikah, bawa anak, takutnya saja semakin sulit menikah.

“Pa……tapi, kamu dan mama, aku tahu kalian mau pulang.”

“Kalau begitu buru-buru cari pasangan hidup.”

“Kakek, Nenek, aku tidak mau ayah baru, aku mau ayahku.” Mia menerjang keluar dari kamar.

Di balkon ruangan sebelah, di wajah pria yang kaku itu, ujung bibirnya agak terangkat.

“Presdir, sudah mau jam rapat, kami sudah harus pergi.”

Mohan mengiyakan.

Perusahaan MY.

Saat melihat Pampam yang duduk di kantornya, Mohan mengernyitkan alisnya, “untuk apa datang sepagi ini?”

Pampam yang sensitif menyadari, suasana hatimya sepertinya lumayan, mendekat 2 langkah, mengulurkan tangamnya memeluk lengan Mohan, “Mohan……”

Tamgannya malah tidak ia tarik kembali tanpa jejak, Mia melihat pria itu mengernyitkan alis, selintas si matanya ada rasa tidak suka.

“Bilang saja, sebenarnya ada masalah apa?”

Pria itu memutar sampai belakang meja, mulai melihat berkas.

“Ayahku menyuruhku tanya soal masalah pernikahan.”

“Menikah?” pria itu mengangkat kepalanya, melihat Pampam, ekspresinya seperti dengar lelucon besar, membuat hati Pampam, tiba-tiba miram, “apa ada yang salah?”

Pria itu menunduk, “masalah ini, baru nanti dibicadakan, kamu tahu aku sekarang tidak punya pikiran itu.”

“Tidak punya pikiran itu, atau kamu sama sekali tidak kepikiran menikah denganku?” kata Pampam .

Mohan mengangkat kepalanya, “kalau merasa tersalahkan, bisa pilih mundur dari pernikahan.”

“Mohan, kamu terlalu menjahati orang.”

Pena di tangannya dilempar ke samping, punggung tangan Mohan diletakkan di belakang kepala, bersender di kursi, melihat Pampam, “aku terlalu menjahati orang? Nona Pampam He sudah lupa, berapa banyak keuntungan yang kamu dapat dariku? Menerima uang dan keuntungan itu, cukup untuk kamu foya-foya seumur hidupmu kan? Sungguh mau menjahati orang, Nona Pampam He kembalikan dulu baru bicara lagi.”

“Kamu……kamu……”

“Keluar.”

“Mohan, sebenarnya……”

“Keluar.”

Pampam menghentakkan kaki dan langsung berjalan keluar.

Duduk di mobil mewah Pampam, Pampam tidak berhenti menepuk setir mobil, Mohan sama sekali tidak pernah melihat dan menganggap Pampam sebagai wanita, lebih tepatnya, di mata Mohan, ia hanyalah sama seperti benda saja, benda yang masih ada harganya saja.

Telepon genggamnya berdering, Pampam mengangkat teleponnya dengan agak marah, “siapa ya?”

“Hei, Nona Besar He, siapa yang membuat Anda marah?”

Pampam mengambil telepon dan melihat nomor telepon masuknya, “Seli? Ada apa?”

“Mendengar cara bicaramu, aku langsung tahu, pasti ketemu masalah apa yang membuatmu tidak senang? Sini, biar aku tebak, karena Mohan kan?”

Pampam tahu hubungan Seli dan Mohan, tidak ada rasa suka sedikitpun pada Mia, “sebenarnya ada apa? Tidak bicara aku matiin ya teleponnya.”

“Kamu mau tahu tidak, tunangan kamu itu, sering pergi ke mana malam-malam?” selesainya Seli bicara, tiba-tiba dia merasakan suatu aura dingin di belakang punggungnya, berbalik badan langsung melihat suaminya sendiri berdiri di belakang Seli memegang pisau, telepon di tangan Seli jatuh ke lantai, di dalamnya juga terdengar suara Pampam, “pergi ke mana? Halo, bicara lah, hei……”

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu