Cantik Terlihat Jelek - Bab 577 Raven Celaka

Setidak berpengetahuan apapun paman, juga mengerti syarat Raven, mendengar kakek berkata demikian, dia menggigit bibirnya menahan untuk tertawa, lalu menepuk pundak Raven, menghiburnya.

Hutu sudah tidur lelap, tidak tau tentang Raven dikritik.

Hari kedua, dia sengaja mempercepat alarmnya 2 jam lebih cepat.

Takut kalau terlambat bangun, akan canggung sekali.

Tapi, dia bangun mencuci muka dan gosok gigi, saat turun ke bawah, nenek sudah sedang memetik sayur, melihat dia bangun, sedikit kaget.

" Hutu, apakah tidur tidak terbiasa? Kenapa cepat sekali bangun?"

Hutu menggeleng, melangkah maju, mengambil sebuah bangku, duduk di sebelah nenek, membantu nenek memetik sayur, "Nenek, aku semalam tidur nyenyak sekali."

Sambil berkata, tangan kakinya dengan ligat membantu nenek memetik sayur, sedikit merasa beruntung, saat di keluarga Ningga, tidak sedikit membantu bibi 郑 melakukan pekerjaan ini.

Nenek melihat dia bekerja dengan ligat, senyumannya lebih lebar sedikit.

Kakek membawa sekop tangan berjalan masuk dari luar, tangannya membawa seekor ikan besar, ekornya masih bergerak, melihat ini, langkah kakinya bertambah lebih cepat, "Tadi Pak Tua Wang di depan menangkapnya dari sungai, aku bilang istri Raven hari ini disini, dia langsung memberinya kepadaku."

Mendengar kakek berkata seperti itu di hadapan orang luar, juga langsung mengatakan kalau dia adalah istri Raven, kesenangan di hatinya itu, tidak bisa dikendalikan.

"Kakek, aku tidak pemilih makanan." Hutu berdiri, maju dan menerima ikan dari tangan kakek, tapi tidak was-was dengan ikan yang meronta-ronta itu, dia terkejut, ikan itu langsung terjatuh ke atas lantai.

Hutu berteriak pelan, membungkuk dan mengambilnya, sepasang tangan besar lebih dulu menangkap ikan itu.

"Cepat sekali bagun?"

Dalam waktu yang bersamaan, suara Raven pun terdengar.

Hutu mengangkat kepalanya, melihat dia, "Rav......kamu sudah bangun."

"Gadis kecil, tidak terkejut kan? Mari, aku pergi potong dulu, nanti bisa di masakkan sup untukmu, minum dipagi hari." Jelas sekali mood kakek bagus sekali.

Hutu mengangguk, "Kakek, mau aku bantu tidak?"

"Biar kakek saja, kamu tidak pandai, ikut aku keluar berputar-putar."

Kota bunga di pagi hari, ubin biru dan dinding putih, dimana-mana bisa dilihat bunga dan rumput, batu yang tak beraturan dibelah menjadi jalan panjang, tidak sama tinggi, tapi sangat mempesona, dinding berwarna putih, sesekali terdapat puisi, gambaran, sangat bergaya.

Dengan kota bunga yang dia datangi beberapa tahun lalu, perubahannya besar sekali.

Seperjalanan bertemu beberapa orang tua yang bangun cepat, melihat Raven, semuanya menyapa dengan ramah, melihat mereka berdua berpegangan tangan, juga bertanya kepada Raven kapan bisa mendapatkan undangannya.

Ada beberapa nenek-nenek, bahkan bertanya, kapan bisa memberikan cicit untuk kakek nenek.

Tapi tidak peduli cara komunikasi yang seperti apa, jelas sekali orang di kota bunga sangat ramh kepada Raven.

Raven menghilangankan kedinginannya di kota besar, tidak peduli bagaimana orang bertanya, dia tetap tersenyum, dia sombong dan tidak kesal menjawab, memegang tangannya, selama di jalan tidak dilepas.

"Paman, disini cantik sekali."

Pemandangan cantik, hati orang baik, moodnya pun sangat bagus.

Raven meliriknya, "Nanti kalau kita sudah tua, kita kembali kesini untuk menikmati masa tua."

Raven membawanya pergi ke lautan bunga ratusan hektar, lalu ke waduk di belakang, hanya saja, kakinya tidak stabil, pemandangan masih belum nampak, langit tiba-tiba badai, hujan pun turun.

Dalam sekejap, baju mereka berdua basah.

Untungnya musim panas, hanya merasakan sejuk, rasa lengket di kulit sedikit tidak enak, tapi tidak ada perasaan yang lain,

Saat kembali, kebetulan bertemu kakek memakai sepatu hujan berjalan keluar, kakek ikut di belakang, nenek menjelaskan, takut hujan terlalu deras, menenggelamkan bibit pohon yang baru ditanam.

Raven mendengar demikian, berpesan Hutu menunggu dirumah, juga dengan terampil menggulungkan celananya, ikut keluar.

"Nenek, hujan sederas ini, pergi seperti ini, tidak apa-apa bukan?"

Nenek menggeleng, "Tidak apa-apa, kamu cepat makan sarapan, sup ikan buatan bibimu, segar sekali."

Hutu melihat nenek sedikitpun tidak gugup, juga pelan-pelan melegakan hatinya, setelah makan, membantu bibi membersihkan mangkuk.

Hujan diluar lebih deras sedikit, angin juga bertiup kencang, pohon di depan halaman, tidak sedikit cabang kecil yang jatuh, langit yang sebelumnya cerah, saat ini, menjadi lebih gelap.

Tumbuh besar di kota Ciput, anak yang tinggal ditepi laut, cuaca badai seperti ini, setiap tahunnya akan ada beberapa kali, Hutu sudah terbiasa, hanya saja hujan hari ini terlalu deras, atau kenapa, hatinya merasa sedikit tidak tenang.

Ketidaktenangan ini menjadi lebih parah seiring waktu berlalu.

Nenek melihat dia yang terus melihat keluar jendela, menepuk tangannya, "Ada kakek dan pamanmu, dia tidak akan kenapa-kenapa."

Baru saja kata-kata nenek terlontarkan, terdemgar suara pintu yang terbuka.

Hutu langsung berdiri, saat melihat paman menggendong Raven masuk, kakinya melunak, berpegangan pada meja, baru bisa berdiri stabil.

"Kenapa ini?" Nenek berjalan kesana.

"Digigit caplak, baringkan dulu dia, pergi ambil pinset, jarum dan alkohol kemari." Kakek ikut masuk, tidak memikirkan badannya yang masih meneteskan air, berpesan pada nenek, ekspresinya suram sekali.

Wajah Raven malah lebih tenang, memutarkan kepalanya melihat Hutu, lalu tersenyum, "Tidak apa-apa, masalah kecil."

"Bisa membuat orang mati, masih masalah kecil?" Kakek melototi Raven.

Hutu yang baru saja berdiri tegak, kakinya lemas terlipat, untungnya tidak jatuh ke atas lantai.

Raven menepuk pelan tangannya.

Saat ini, nenek membawa pinset dan alkohol kemari.

Kakek merobek celana Raven, Hutu baru melihat, di pergelangan kakinya ada 4 serangga hitam.

"Hewa kecil ini bisa menghisap darah, masuk ke dalam tubuh, waktu lama, orang pun akan tak bernyawa."

Wajah Hutu menjadi lebih pucat, berjongkok di sebelah badan Raven, menggenggam lengan Raven, sedikit gemetaran.

Kakek tampak sekali berpengalaman, melihat kakek yang menuangkan sedikit alkohol di atas kaki Raven, setelah beberapa saat, menggunakan pinset, menjepit kepala caplak yang menempel dikulit, dengan kuat menariknya keluar, lalu menggunakan alkohol membersihkan kulit dan jarum, kulit yang terbuka tampak sedikit noda hitam, sepertinya itu adalah bagian kepala caplak, dia sedikit menggunakan tenaganya, noda hitam itu langsung menghilang.

Setelahnya beberapa ekor laginya, juga dikeluarkan dengan cara seperti itu.

Hanya saja, saat caplak yang terakhir diangkat, ekspresi kakek tidak lebih baik, malah lebih suram lagi.

Novel Terkait

Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu