Cantik Terlihat Jelek - Bab 470 Berdarah

"Weni, apa yang sedang kamu lakukan?" Rambo bergegas kemari dan membantu wanita yang di lantai untuk berdiri.

Kemudian bertanya dengan cemas : "Bagaimana? Apakah kamu baik -baik saja?"

Weni juga pernah melihat kecemasan seperti ini, tetapi orang yang membuat dia merasa seperti itu adalah Mimi.

Wanita itu menggelengkan kepalanya dan berdiri, dia menundukkan kepalanya dengan satu tangan menekan di bagian perutnya, air mata memenuhi matanya, "Tidak apa-apa, aku... aku masuk dulu"

Kesedihan, toleransi dan sikap yang tidak ingin merebut wanita ini membuat Weni merasa kaget.

Wanita itu menginjak dengan kuat di tempat, pantasan Mimi bisa kalah, wanita seperti ini, takutnya orang tangram sepreti Vema pun tidak tentu bisa menyelesaikannya.

Dia memang pintar, tetapi wanita itu sangatlah licik.

"Kamu... kamu percaya kepada dia atau aku?" Wanita itu menatap ke Rambo dan menunjuk ke wanita berambut pendek itu.

Rambo menatap Weni dari atas sampai bawah, ekspresi dia sudah tidak berisi sopan dan canggung sebelumnya, kemudian Rambo berkata dengan dingin, "Benar-benar semua orang yang satu jenis akan kumpul bersama, seperti semua barang yang satu jenis akan diletakkan pada satu tempat"

Setelah berkata, Rambo terlihat seperti menghela sebuah nafas lega, "Menurut aku, tidak ada yang pantas dibicarakan lagi, kamu beri tahu Mimi, aku akan memberikan rumah dan mobil kepadanya, senin depan, aku akan menunggu dia di depan kantor administrasi kewarganegaraan pada pagi hari"

Melihat Rambo sudah mau pergi, Weni merasa agak cemas sehinga dia menarik lengan Rambo.

"Rambo, kamu sudah mengenal Mimi dari kecil, apakah hubungan kalian tidak pantas kamu jaga dengan baik? Wanita itu hanya berpura-pura, tadi aku tidak mendorong dia, dia sendiri yang jatuh, kamu adalah orang yang begitu pintar, mengapa bisa menjadi begitu bodoh sekarang?"

Weni awalnya mengira paling tidak Rambo akan mendenga penjelasan seperti ini.

Tidak menyangka, dia hanya tertawa dengan dingin dan menatap ke Weni, "Kamu merasa seseorang yang hamil akan menggunakan anaknya untuk bercanda?"

Setelah itu, tatapan Rambo yang dingin melewati wajah Weni sebelum keluar dengan buru-buru.

"Hamil?"

Weni mundur dua langkah, dia merasa sangat kaget.

Ketika melihat orang yang berjalan keluar dari sudut, Weni langsung melamun di tempat.

Mimi mengenakan baju tidur dan sandal rumahnya dengan wajah yang pucat.

Seberapa cemas dia merasa tadi? Mimi takut Weni akan berantem bersama Rambo dan menghancurkan masa depan Rambo, tetapi...

Pada akhirnya?

Weni menghampiri Mimi, tangan kanan yang terangkat tegang di tengah udara, akhirnya tangannya turun dan dia menundukkan kepalanya, "Maaf"

Mungkin Weni seharusnya tidak begitu, kalau tidak adegan tadi juga tidak akan terjadi.

Sudut mulut Mimi terangkat, tetapi senyumannya terlihat sangat pahit.

Sebelum Weni sempat bereaksi, Mimi tiba-tiba bergegas ke gerbang pintu kantor peneliti.

Karena Bima, ditambah pekerjaannya juga berhubungan dengan bidang ini, Weni mengerti orang biasa tentu saja tidak bisa memasuki kantor penelitian.

Sesuai dengan pemikiran Weni, semua petugas keamanan bergegas menahan Mimi ketika dia mau memasuki gedung kantor.

Karena mengerti perasaan Mimi, Weni tidak menarik Mimi, dia hanya memegang Mimi agar orang lain tidak melukainya,

Tetapi, Weni yang tinggi badannya bahkan tidak melebihi Mimi tentu saja tidak bisa melawan orang itu.

Dalam waktu kurang dari dua menit, Weni didorong ke lantai dan kepalanya menabrak kaki meja yang terletak di sisi pintu.

Sebelum Weni merasa kesakitan, dia mendengar wanita di sampingnya berteriak : "Berdarah"

Weni melihat Mimi bergegas mengampirinya, "Weni......"

"Aku tidak apa-apa, tidak perlu risau"

Setelah itu Weni merasa kesakitan yang kuat.

Hal ini membuat dia bersuara dengan kesakitan.

"Aku beri tahu kalian, kalau ada apa-apa terjadi kepada temanku, aku tidak akan melepaskan kalian!"

Mungkin karena benar-benar sudah cemas, nada suara dan tatapan Mimi pun tidak sopan lagi, malahan berubah menjadi agak tajam.

Weni tertawa, "Mimi, sebenarnya penampilan ini baru merupakan penampilanmu yang asli!"

"Kamu jangan berkata lagi, aku akan menelpon ambulan" Darah segar terus mengalir dari kepala Weni, sementara air mata Mimi terus mengalir.

Pada saat ini, suara elevator terbuka terdengar.

Selanjutnya, orang-orang yang meramai di sekeliling pun menyapa : "Direktur Bima"

Weni melihat Bima berlari kepadanya dengan cemas.

"Kamu.... mengapa kamu di sini?" Setelah merasa kaget, Weni merasa gugup lagi.

Bima tidak menghiraukannya, tetapi ekspresinya terlihat kaget.

"Direktur Bima, aku dan temanku datang mencari Rambo makan bersama, tetapi aku tidak hati-hati menabrak kepalaku"

Weni merasa sangat bingung dengan penjelasan Mimi.

Sehingga dia mengerutkan alisnya dan tidak berkata.

Mimi sibuk berbisik di telinga Weni : "Ini adalah pemilik perusahaan Rambo, masalah tadi, kita nanti baru bahas saja"

Mulut Weni terbuka secara perlahan, dia menatap ke Bima dengan wajah tidak bisa percaya.

Dia adalah pemilik perusahaan sebesar ini?

Hal ini membuat Weni menelan air liurnya.

Bima tidak berbicara, dia membungkukkan badannya dan menggendong Weni.

Weni menarik nafas, "Aku... aku bisa jalan sendiri"

Tadi berkata Mimi tidak memiliki harga diri, sekarang Weni pun sudah bulai memandang rendah dirinya, dia bahkan tidak bisa berbicara dengan lancar sekarang.

Ekspresi Bima sangat tidak bagus sekarang, bisa dilihat dia sangat tidak senang.

Pada saat ini, Rambo berjalan keluar dari dalam, melihat Bima mengendong Weni, Rambo pun sibuk menghampiri mereka.

"Direktur Bima, ini.... apa yang terjadi?"

Weni menoleh ke samping, dia tidak percaya, Rambo tidak mendengar kerusahan tadi ketika kantornya baru berada di dekat sini.

Tetapi dia malah memilih untuk mengabaikan.

"Rambo, tadi aku dan Weni datang mau mencari kamu makan siang bersama, mereka melarang kami masuk, ada sedikit salah paham, jadi Weni jatuh"

Rambo melihat ke Mimi dan melamun sejenak, yang membuat Weni kaget adalah, pria yang tadinya bersumpah mati mau bercerai tadi langsung memeluk bahu Mimi dengan ekspresi gugup.

"Apakah kamu baik-baik saja?"

Setelah bertanya, Rambo menoleh ke Weni, "Weni, benar-benar maaf!"

"Aku... kepalaku sangat sakit" Weni menatap ke Bima dan memberi kode untuk membawa dia meninggalkan tempat ini.

Weni tidak pernah bertingkah seperti itu, tetapi dia tidak bisa berbicara dengan Rambo seolah-olah tidak ada hal yang terjadi, jadi yang dia ingin hanya meninggalkan tempat ini sekarang.

Novel Terkait

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu