Cantik Terlihat Jelek - Bab 239 Apakah Obat Penawarnya Berguna?

Devan memegang kedua bahunya, "Kamu tenang dulu, duduk dulu, dengarkan aku."

Clover mengerutkan alisnya, "Bagaimana aku bisa tenang? Ini berhubungan dengan nyawa papa." selain itu ini juga berhubungan dengan apakah mereka bisa bahagia di sisa hidup mereka ini, bagaimana dia bisa tenang?

"Sudah aku dapatkan, tetapi dia bilang dia tidak tahu papa sudah menggunakan racun ini berapa lama, takutnya hasilnya tidak begitu baik." begitu Devan mengatakan hal ini, raut wajahnya terlihat sedikit muram, sebenarnya, apa yang mantan suami Mbok Lili katakan adalah : "Jika racun ini sudah terlalu lama berada di dalam tubuh, apakah obat penawar ini dapat sepenuhnya menghilangkan racun atau tidak dan seberapa besar efeknya terhadap tubuhnya, aku tidak bisa menjaminnya."

Devan takut Clover khawatir, jadi dia tidak mengatakan seluruhnya.

"Ayo jalan, tidak peduli bagaimanapun, kita tetap harus mencobanya, siapa tahu akan ada keajaiban bukan?" sambil bicara, Clover mengambil pakaian, tas, ponsel lalu menggandeng lengan Devan, "Ayo jalan, kita pergi ke rumah sakit dulu." di saat yang bersamaan, dia juga diam-diam berdoa di dalam hatinya, semoga semuanya berjalan lancar.

Saat mereka sampai di depan rumah sakit, Clover meletakkan tangannya di pegangan pintu mobil, tetapi akhirnya dia melepaskannya kembali, "Devan, lebih baik kamu pergi sendiri saja, aku.....aku akan menunggumu di dalam mobil, kamu kasih tahu hasilnya saja kepadaku!" dia juga takut kalau dia terlalu berharap, dia tidak dapat menanggung rasa kecewanya.

Jika Ayah Devan terus tidak sadarkan diri seperti ini, meskipun dia dan Devan bisa tidak mempermasalahkan hal ini, tetapi hati nuraninya akan merasa bersalah seumur hidupnya.

Devan tentu saja tahu apa yang Clover pikirkan, dia mengangguk, "Baiklah, kamu tunggu aku, Clover, tidak peduli hasilnya seperti apa, kamu jangan terlalu merasa bersalah, saat papa menyelamatkanmu, menurutku, dia pasti tidak berharap kamu membawa rasa bersalah ini seumur hidupmu."

Mata Clover terlihat sedikit merah, tetapi ekspresinya tetap tidak berubah, dia mengangguk kepada Devan, "Baiklah, kamu cepat masuk ke dalam."

Melalui jendela, Clover menatap punggung yang ramping itu, dia sudah memutuskan, tidak peduli apapun yang terjadi, dia tidak akan pernah meninggalkan pria ini seumur hidupnya, bahkan rasa bersalah sekalipun.

Penantian membuat waktu terasa semakin panjang.....

Ibu Devan tahu kalau Devan pergi mengambil obat penawar, saat melihat dia datang, dia segera bangkit berdiri dengan bersemangat, saat kursi di belakangnya terguling ke belakang dan mengenai kakinya, dia bahkan tidak bereaksi.

"Devan, bagaimana? Apakah kamu sudah mendapatkannya?"

Devan mengangguk, "Tadi baru saja kuberikan kepada dokter, mereka akan sesegera mungkin menguji bahan untuk membuat obat penawar itu, setelah mereka yakin itu tidak apa-apa, obat itu akan segera diberikan kepada papa, ma, tenang saja, papa pasti akan baik-baik saja."

Ibu Devan mengangguk, selama sebulan lebih belakangan ini, dia terlihat jauh lebih kurus, wajahnya yang bulat dan halus juga terlihat semakin tirus.

Saat Tifa datang, itu sudah satu jam kemudian, saat dia masuk dan melihat Devan, dia berkata : "Kak, apakah kamu sudah menjemputnya?"

Saat Devan mendengarnya, dia menyipitkan matanya dan tidak menjawab pertanyaannya.

Ruangannya menjadi sunyi karena tidak ada yang berbicara, setelah waktu terasa sudah berlalu sangat lama, ibu Devan baru berkata, "Karena dia sudah kembali, kenapa dia tidak datang melihat ayahmu?"

Tifa dan Devan merasa sangat terkejut, maksud ibu Devan sangat jelas, dia sudah memaafkan Clover.

"Ma, aku bukan ingin membelanya, karena papa belum sadar, apapun yang aku katakan akan terdengar tidak berbakti, tetapi jika papa sudah sadar, mama bisa memastikannya lagi dengan papa, papa jatuh dari tebing demi menyelamatkannya, Clover tidak mendorongnya sama sekali, tetapi papa menjadi seperti ini, hatinya juga merasa sangat bersalah."

Selesai berkata seperti itu, Devan menyadari kalau raut wajah Tifa dan ibunya tidak banyak berubah, mereka terlihat seperti tidak terlalu terkejut akan hal ini, dia mengerutkan alisnya dengan bingung.

"Kak, kakek dan paman kakak ipar kemarin datang kemari, mereka sudah memberitahu kami mengenai hal ini."

Devan menaikkan alisnya, "Mereka datang kemari? Kenapa kalian tidak mengatakannya kepadaku?"

"Kamu sedang sibuk mencari istrimu, jadi kami mana berani mengganggumu?" Setelah ibu Devan mengatakan hal itu, dia menatap Devan, "Tetapi kamu sudah mengetahui hal ini sejak awal, kenapa kamu tidak pernah memberitahuku?"

"Karena hal ini, prasangka kalian terhadapnya semakin besar, aku takut kalian mengira aku sedang membelanya, bukankah jika seperti itu kalian akan semakin membencinya."

Akhirnya dia mengerti, pantas saja kakek dan paman tidak mengambil tindakan apapun terhadap menghilangnya Clover, ternyata dari awal mereka sudah tahu kalau dia sudah menjemput Clover kembali, saat dia memikirkan waktu 10 hari yang diberikan oleh kakek, pasti itu juga hanya merupakan sebuah ujian untuk dirinya dan Clover.

Ibu Devan melangkah ke depan ranjang ayah Devan, dia mengulurkan tangannya dan menyibakkan rambut yang menutupi dahi ayah Devan, "Papanya anak-anak, karena kamu sudah menggunakan nyawamu untuk menyelamatkan menantumu, aku percaya, kamu pasti melakukan hal yang benar."

Saat Tifa mendengar ibunya berkata seperti itu, raut wajahnya terlihat sedikit malu, jika hari itu ayahnya jatuh karena demi menyelamatkan Clover, maka itu dapat menjelaskan adengan tarik-menarik yang dilihat olehnya, sepertinya saat ayahnya melihat Clover mau jatuh dari tebing, maka demi menyelamatkannya, ayahnya menariknya dan membuat dirinya sendiri jatuh ke bawah.

Begitu memikirkan hal ini, seketika terlihat rasa bersalah di matanya.

Saat dia baru datang, dia melihat mobil kakaknya di parkiran basement, dia juga melihat Clover yang sedang mengerutkan keningnya di dalam mobil, dapat terlihat kalau dia merasa sangat tegang.

Tiba-tiba, pintu kamar pasien terbuka, dokter utama yang memakai jas putih masuk ke dalam, "Devan, hasil test bahan-bahan untuk membuat obatnya sudah keluar, obatnya dapat digunakan."

Mereka semua merasa gembira, selanjutnya dari luar masuk beberapa dokter lagi yang bertugas untuk memberikan obatnya kepada ayah Devan.

Detik demi detik berlalu, ayah Devan masih tetap sama seperti sebelumnya, tidak bergerak sama sekali, seiring dengan berlalunya waktu, hati mereka semua juga perlahan-lahan terasa memberat.

Kegembiraan yang terlihat di wajah mereka, perlahan-lahan digantikan dengan kekecewaan.

Karena mereka mengerti jika obat penawar ini tidak ada gunanya, maka mereka tidak tahu kapan ayah Devan akan sadar kembali.

Di saat semua orang mengira kalau hal ini sudah bisa dipastikan hasilnya, tangan ibu Devan yang sedang menggenggam tangan ayah Devan merasakan jari ayah Devan bergerak sedikit, awalnya dia mengira dirinya yang terlalu menginginkan ayah Devan sadar, sehingga dia berhalusinasi, jadi dia tidak berani mengatakan apapun, sampai dia merasakan beberapa jarinya bergerak, dia baru menangis bahagia, "Devan, Tifa, papa kalian....Papa kalian bereaksi."

Dia meletakkan tangan ayah Devan di sisi ranjang, tidak lama kemudian, saat mereka memastikan jari-jarinya bergerak, semua yang berada disana menghembuskan nafas lega.

"Pa, pa, aku Tifa, papa sudah sadar bukan? pa...." Tifa memanggil ayahnya dari samping ranjang.

Ayah Devan sadar sepenuhnya setelah 40 menit kemudian, saat melihat matanya terbuka, semua orang menghembuskan nafas lega, Ibu Devan menghambur ke pelukannya dan tidak berhenti menangis.

"Pa, Kenapa papa begitu bodoh? kenapa papa meracuni diri papa sendiri?" Tifa berkata, ibu Devan menangis dengan sedihnya, "Dasar kamu tua bangka, masih bilang mau menjagaku seumur hidupku, tetapi kamu malah menutupinya dariku, kamu melakukan hal itu kepada dirimu sendiri, apakah kamu tidak takut kalau aku akan membencimu seumur hidupmu?"

Ayah Devan membuka mulutnya, ingin mengatakan sesuatu, mungkin dikarenakan sudah koma cukup lama, sehingga dia tidak bisa mengeluarkan suaranya, suaranya terdengar sangat lirih.

"Apa yang kamu katakan?" ibu Devan sedikit mendekatkan telinganya ke arahnya.

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu