Cantik Terlihat Jelek - Bab 4 Tidak Berani Mencintai

Bab 4 Tidak Berani Mencintai

Namun Sherin tidak berani terlalu banyak bertanya, karena walaupun Simon sudah bisa menerima keberadaannya tapi hati Simon masih selalu waspada terhadapnya.

Mereka bermain beberapa jam di pantai sampai dipanggil Pak Hasan untuk pulang makan, barulah mereka pulang meski belum puas bermain.

Di salah satu pojok hotel itu, di dekat jendela, Gabriel dengan rambut keriting kecoklatan, wajah berseri, mata yang memukau, sedang bersanda gurau dengan mesra bersama Devan yang mengenakan setelan jas warna abu-abu yang terlihat sangat tampan. Dari raut wajah mereka yang ceria itu sepertinya mereka sedang meperbincangkan sesuatu hal yang gembira.

“Argh… Simon, kenapa keongnya diisi air, aduh… bajuku!” jerit Sherin, membuat pandangan mereka yang sedang bermesraan tadi berpindah ke luar jendela.

Hanya terlihat Sherin yang sedang menundukkan kepala dan kedua tangannya memeras baju di bagian dadanya, karena memeras terlalu kencang, bajunya pun sedikit tertarik ke atas membuat perutnya kelihatan sedikit. Setelah memeras berkali-kali, ia berhenti dan merapikan bajunya kembali, bajunya yang basah membuat bagian dadanya terjiplak jelas.

Semua laki-laki yang melintas melirik Sherin, dari pandangan mata mereka terlihat bahwa mereka tergoda.

Gabriel menundukkan kepala dan menyicipi kopinya, tidak disangka, pengasuh ini memiliki body yang begitu sempurna. Kalau saja wajahnya tidak seperti itu, wanita ini pasti berprasangka bahwa tujuan pengasuh ini hanya untuk mendekati Devan.

Tanpa disadari Sherin memandang ke arah Devan, dan menemukan bahwa laki-laki ini sudah tidak melihatnya lagi, raut wajahnya juga biasa-biasa saja, membuat perasaannya sedikit kecewa, salah sendiri kenapa berkhayal, dengan status dan penampilan yang dia miliki, di luar sana wanita seperti apapun bersedia mendekatinya.

“Tante, aku tidak menyuruhmu membasahi dirimu sendiri kan?” sindir Simon dengan dingin menjawab jeritan Sherin tadi, jawaban yang pintar!

 “Simon, kamu berani bilang kalau kamu tidak sengaja?” jawab Sherin yang tahu betul karena anak ini lah yang menyuruhnya mendengarkan suara keong, membuatnya membalikkan keong itu ke bawah. Kecil-kecil seperti ini sudah jail seperti ini, yang pasti tidak mirip ibunya.

Simon tidak menjawabnya lagi, mukanya tak berekspresi, tapi tertawa di dalam hati.

“Simon sepertinya menyukai pengasuh ini…” ujar Gabriel yang melihat interaksi ibu dan anak itu dan mengambil sendok kecil mengaduk-aduk kopinya. Anak ini tidak pernah seperti itu saat berinteraksi dengan dirinya, walaupun dia sudah berusaha keras, memikirkan ini membuatnya merasa sangat terpukul.

Anak itu dan pengasuhnya naik melalui elevator di pojok lainnya, maka mereka juga tidak memperhatikan Devan dan Gabriel.

Devan tidak menjawab perkataan Gabriel, ia berdiri dan mengambil jaket dari kursi lalu menggantungkannya ke pundak Gabriel kemudian berkata “Yuk pergi makan, seharusnya kamu juga sudah lapar.”

Di dalam kamar, Sherin mengganti baju Simon, kemudian dia sendiri pergi ke kamar mandi untuk menganti baju sekalian membersihkan dirinya sebentar.

Saat Sherin keluar dari kamar mandi, Simon sedang memegang handphone Sherin dan sepertinya mengetik sesuatu, Sherin dengan cepat menghampiri dan mengambil handphonenya dari tangan Simon sambil berkata “Nggak boleh main handphone, siapa suruh kamu tadi membasahi bajuku.”

Simon tidak menjawab perkataan Sherin, juga tidak peduli, bahkan malah balik bertanya “Tante, sebenarnya papaku orangnya baik, ayolah kamu pikirkan untuk menyukai papaku?

Sherin meletakkan handphonenya di tempat lain, kemudian memgambil hairdryer dari laci di sebelah ranjang lalu mengerikan rambut Simon dan menjawab “Menyukai papamu” haha, papamu itu orang yang paling top di antara konglomerat, mana berani aku mencintainya.” usai menjawab hatinya terasa lelah dan tak berdaya, mungkinkah ada percintaan di dalam hidupnya?

Ia meletakkan hairdryer, memeluk Simon dan berkata “Seterusnya, kamu jadi anak tante yah, mau tidak?”

Simon mengerutkan dahi menjawab “Memang kamu bisa melahirkan anak genius seperti aku?” meski dengan nada menyidir, tapi anak itu terus menikmati berada di dalam pelukkannya.

Devan yang saat itu berniat kembali untuk mengambil sesuatu, kebetulan melewati kamar mereka dan mendengarkan percakapan tersebut, dahinya terus menerus mengerut, tidak berani mencintai? mau menjadi ibu dari Simon? perkataan pengasuh ini…. membuatnya merasa aneh. Lalu tiba-tiba suara “haha…. Simon stop, haha…..” suara wanita itu terdengar dari dalam kamar, yang sebentarnya lagi, berganti dengan suara anak laki-laki yang bersuara “haha..haha…”

“Masih berani kamu main-main denganku?” tanya Sherin

“haha… nggak… haha, tidak berani lagi… haha…” jawab Simon

Terus terdengar suara tawa mereka dari dalam kamar itu. Mendengar suara ini dia tahu bahwa bocah ini gembira, dia belum pernah melihat anak ini segembira ini.

Mengilas balik 5 tahun yang lalu, papanya tiba-tiba membawa anak ini ke hadapannya dan memberitahu bahwa ini adalah anaknya, tapi dia tahu betul dia tidak sembarangan dan tidak mungkin punya anak di luar sana, namun, hasil test DNA membuatnya terdiam seribu kata.

Yang lebih parah lagi, setelah itu kedua orang tuanya pindah ke luar negeri menikmati masa tua mereka, bertahun-tahun ini dia mencoba dengan cara apapun untuk mencari jawaban dari kedua orang tuanya, selain itu dia sendiri juga berusaha dengan berbagai cara untuk menyelidiki, tapi yang jelas papanya sudah mengatur dan menutupi semuanya dengan rapat.

Jadi, sampai sekarang pun dia masih tidak tahu bagaimana dia bisa mempunyai anak ini, hal ini membuatnya juga tidak tahu harus bagaimana menjadi seorang ayah di hadapan anak laki-laki itu.

Selama ini, Devan tahu anak ini tidak bahagia, tapi dia juga tak berdaya.

“Kamu ke sini sebentar!” perintah Devan ke Dylan yang menelponnya.

Devan sangat mempercayai perkerjaan yang ia berikan ke Dylan, makanya dia juga tidak bertanya banyak tetang Sherin.

“Maksud kamu apa seh Devan, dengan susah payah aku berhasil merayu cewek itu ke kamarku, eh kamu menelponku, kalau kamu tidak bergairah juga jangan mengganggu kesenanganku donk….” ujar Dylan sambil menyetel-nyetel dasi di lehernya, jelas terlihat bahwa ia tidak senang.

Devan sama sekali tidak menghiraukan keluhan Dylan langsung bertanya “Ayo ceritakan tentang pengasuh baru itu.”

Dylan terkejut, ada apa ini? tapi dia pun segera menjawab

’27 tahun, yatim piatu, belum menikah, tidak punya anak….”

“Belum menikah? mau menjadi pengasuh?” lontar Devan menghentikan perkataan Dylan dan dahinya mengerut.

“Aku juga pernah memikirkan pertanyaan ini, apa jangan-jangan menurutmu benar dia menyukaimu? makanya…..” jawab Dylan dengan nada yang sengaja menakuti Devan, tapi tiba-tiba sebuah pena melayang mengenai muka kanannya, “Aduh, tolong donk jangan kamu lukai mukaku, aku masih harus mengandalkannya untuk mencari istri dan beranak!” ujar Dylan.

Sebenarnya wajah Dylan juga terbilang tampan, tapi karena selalu berada bersama Devan, ketampanannya pun seolah menjadi redup.

“Auramu ini disukai oleh semua golongan, tua maupun muda, sudahlah, jangan melotot lagi, sini aku jelasin.” lanjut Dylan

Laki-laki ini kemudian mencari posisi duduk yang nyaman dan kembali menjelaskan, “Sebenarnya kamu jangan pikir berlebihan gitu, aku pernah bertanya ke dia, katanya ayahnya sudah meninggal saat dia masih kecil, sewaktu dia tamat sekolah ibunya divonis mengidap kanker, demi merawat ibunya, dia tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas. Ibunya meninggal baru-baru ini, dia tidak ada siapa-siapa lagi, juga tidak ada keahlian lainnya, ditambah penampilannya yang… hehe, biasa saja, tapi, dia menyukai anak kecil, aku lihat dia orangnya jujur, latar belakang keluarganya juga baik, makanya baru bisa menerimanya.” jelas Dylan dengan serius, menyimpan canda guraunya.

Selain itu, semua ini juga sudah dicek kebenarannya oleh Devan setelah pengasuh itu bekerja di rumahnya.

Padangan Devan menyorot kembali ke arah pintu, mungkin benar dia terlalu gelisah? “ok, kamu tolong terus perhatikan.” jawab Devan.

“27 tahun, seumuran? haha, dia pikir pengasuh itu sudah 34-35 tahun.

Melihat Devan yang masih berpikir mendalam, Dylan mengambil wine dan minum, setelah mencicipi satu teguk, ia lanjut bertanya “kenapa kamu mau menyelidikinya?” apa dia merayumu?” lalu keluar kata-kata yang lebih mengagetkan lagi dari mulutnya, “atau, kamu ada perasaan ke dia?”

Novel Terkait

Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu