Cantik Terlihat Jelek - Bab 11 Kecelakaan

Bab 11 Kecelakaan

Sherin membereskan barang-barangnya, sebenarnya barangnya hanya beberapa macam itu saja, namun dia menghabiskan waktu setengah jam untuk membereskan semuanya.

“Tante….” panggil Simon yang lega karena masih bisa melihat Sherin di kamarnya. Anak itu pun berjalan menghampiri Sherin dan memeluknya dari belakang, karena dia pendek, dia hanya bisa memeluk bagian pahanya.

Sherin perlahan-lahan membalikkan badannya, raut wajahnya yang sangat sedih dan tidak rela itu berubah menjadi senang dan tersenyum lalu berkata “Simon, tante…. ada sedikit urusan, seterusnya mungkin tante tidak bisa lagi mengasuhmu, kamu…. kamu mau patuh dengan papamu, turuti apa yang dikatakannya….” Dia tidak bisa berkata lebih banyak lagi, bahan terdengar jelas suaranya sedang berusaha menahan tangisannya.

Dia memeluk Simon, dan kepalanya melihat ke langit-langit kamar itu untuk membuat air matanya masuk kembali ke dalam.

“Kamu anggap aku ini bodoh yah? Ayo beritahu aku, apa yang sebenarnya terjadi? Tadi siang bukannya baik-baik saja……” tanya Simon yang terus memegang kaki Sherin. Sherin yang merasakan hangat di celananya pun menundukkan kepala melihat ke bawah, dia melihat Simon yang menangis tersedu-sedu hingga kedua bahunya pun bergetar, terlihat dari matanya, anak itu terkejut dan pilu.

Dia pikir hanya dia yang tidak rela, berpikir sampai di sini, hatinya merasa sedikit terhibur.

Dia berlutut di lantai dan memeluk Simon ke dalam pelukkannya lalu berpesan “Nanti, kalau tante ada waktu, tante bisa menjengukmu lagi yah? Simon anak baik, jangan lagi nangis yah!”

Dia tidak mau membicarakan kejelekan Devan di depan Simon, anak kecil tidak perlu mengetahui permasalahan orang dewasa.

Sebenarnya, setelah menenangkan diri, Sherin sepertinya memahami kenapa Devan melakukan semua ini, Simon adalah anaknya, dia pastinya tidak akan membiarkan Simon berada dalam bahaya. Kalau dia berada dalam situasi yang sama, dia mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Hanya saja dia belum bisa memberitahu tentang identitas dirinya sebenarnya, karena dia belum mencari tahu apa yang sebenarnya saat itu?

“Tante, apa kamu tidak ada pendirian sendiri? Orang menyuruhmu pergi, kamu pergi?” kata Simon sambil menghapus air matanya dan raut wajahnya masih sangat berharap Sherin tidak menyerah begitu saja.

Sherin tidak menjawab sama sekali. Walaupun anak ini sangat cerdas, tapi pengalaman hidupnya masih sedikit dan mungkin di benaknya status semua orang di dunia ini adalah setara.

“Aku saja yang mempekerjakanmu, ok? Aku punya uang….. biar aku yang membayar gajimu.” lanjut Simon.

Simon yang masih berusaha menahan kepergian Sherin.

Namun Sherin hanya bisa menghelakan nafas, anak kecil ini menghangatkan hatinya.

Kepalang saja dia duduk di lantai dan mengendong anak itu ke dalam pelukkannya.

Kalau saja bisa, dia sangat berharap waktu berhenti di sini saja.

Sayangnya…….

Beberapa jam kemudian, Simon tertidur di pelukkannya, bagaimana pun dia masih anak-anak. Dia memandangi wajah munggil itu, membungkukkan badannya dan mencium dahinya.

Lalu berjalan pelan-pelan menggendong anak itu ke kamarnya.

Kemudian kembali ke kamarnya sendiri untuk mengambil tas yang sudah dia bereskan tadi, dengan cepat dia turun, berjalan ke pintu depan.

Di pintu gerbang, mbok Lili berjalan perlahan sambil berpikir dan mengenggam kedua tangannya lalu melihat Sherin keluar dan menyapanya “Sherin, apa yang terjadi? Bos menyuruhku menghitung gajimu.”

Sherin berjalan ke depan beberapa langkah menghampiri mbok Lili dan memeluknya, dia tidak menjawab pertanyaan mbok tapi malah berkata “mbok, kamu jangan khawatir, kamu harus menjaga dirimu yang baik. Mbok harus banyak-banyak istirahat setelah pengasuh baru untuk Simon datang.”

Berpikir sejenak, dia mengambil secarik kertas dan pena, menulis nomor telponnya, memberikannya ke mbok Lili lalu berpesan “Ini nomor handphone-ku, mbok tolong hubungi aku, kalau… ada apa-apa dengan Simon.”

Mbok Lili melihat dengan jelas ketidak-relaan Sherin meninggalkan Simon, dia pun menerima kertas itu dari tangan Sherin, menghembuskan nafas panjang “hmph…”, hanya saja ini adalah keputusan tuannya, dia juga tidak berdaya.

“Bos menyuruhku memberikan ini ke kamu, ini gajimu.” ujar mbok Lili yang mengeluarkan amplop coklat dari kantong bajunya dan memberikannya ke Sherin.

Sherin membuka dan melihat-lihat amplop tebal yang diterimanya, dilihat-lihat mungkin ada sekitar 20 jutaan.

Bibirnya tersenyum dingin, menghirup nafas panjang, memang benar sekali kalau orang kaya menyelesaikan masalah, uang memang di barisan pertama.

Dia sembarang menarik beberapa lembar dari tumpukan itu, dan memberikan sisanya kembali ke mbok Lili, lalu mengangkat kembali tasnya yang dia letakkan di lantai tadi, kemudian menganggukkan kepalanya ke mbok Lili dan berjalan keluar dari pintu gerbang.

Dari awal sampai akhir, dia tidak berani menoleh ke belakang melihat “rumah” itu, dia takut, bila dia melihatnya lagi, dia tidak akan bisa melangkahkan kakinya lagi.

Mbok Lili mengerutkan dahi melihat amplop di tangannya, lalu mengangkat tangannya seakan mau mengatakan sesuatu tapi akhirnya hanya menggelengkan kepalanya dan menghela nafas panjang.

Sekarang sudah hampir jam 9 malam, setelah meninggalkan villa itu Sherin turun gunung dengan mengikuti jalan di tepi pengunungan itu. Kawasan ini adalah kawasan elit, tidak mungkin tidak ada taksi yang lewat, sebenarnya dia sangat paham, tapi, tetap saja dia memilih larut malam seperti ini untuk pergi karena dia takut dia tidak kuat melihat Simon menangis saat dia bangun nanti.

Di lantai 2 villa itu, Devan melihat bayangan hitam di jalan itu perlahan semakin menjauh, semakin memudar, ia pun berhenti memandanginya dan membalikkan badannya lalu pergi ke kamar Simon.

Kamarnya kosong, tidak ada bayangan Simon sama sekali.

Dahi Devan mengerut dengan cepat kaki panjang itu turun ke bawah, melihat mbok Lili di dapur dan bertanya “Mbok, apa kamu melihat Simon?”

Mbok Lili yang mendengar pertanyaan itu langsung gelisah dan keluar dari dapur sambil menjawab “Dia bukannya di kamarnya?”

Devan menggelengkan kepalanya dan memerintakan “Cepat panggil orang, lihat apa dia di taman belakang?” Sudah larut malam seperti ini, seharusnya sesuai kebiasaan dia memang harusnya sudah tertidur.

“Apa.. Simon…” ujar mbok Lili yang tidak bisa menahan diri untuk mengingatkan Devan karena melihat raut muka Devan semakin suram.

“Dia pergi mencari wanita itu?” lanjut Devan sambil memukul sandaran sofa dan spontan berdiri, dan berjalan ke garasi dan berkata “Panggil Pak Hasan, siapkan mobil.”

Di bawah lampu jalan yang remang itu, benak Sherin hanya dipenuhi dengan perkataan, tingkah laku Simon selama ini, oleh karenanya dia tidak mengamati bahwa jauh di belakang sana ada bayangan kecil yang terus mengikutinya.

“Tit….tit…” bunyi klekson berdering seiring dengan sinar lampu yang tajam itu, membuatnya otomatis membelokkan tubuhnya, lalu mengangkat tangannya untuk menutupi matanya dari pancaran sinar lampu yang tajam itu, namun saat ia membalikkan badannya dia melihat bayangan kecil yang jauh di belakangnya itu.

Menyadari bahwa Sherin melihatnya, spontan Simon mundur, kemudian, tidak jelas apa yang diinjaknya, ia pun terjatuh, karena jalan ini adalah jalan turunan di tepi gunung, ditambah belokannya yang tajam, Simon yang memakai setelan baju tidur berbahan suteranya berwarna biru tua itu pun terbaring di tepi jalan, namun dengan lampu jalan yang redup itu, membuatnya tampak sangat tidak jelas.

Matanya tiba-tiba melihat sebuah mobil datang dari pengkolan itu, sinar lampu yang terang itu membuat Simon otomatis mengangkat kepalanya untuk menghindari sinar itu, namun ia tetap tidak menyadari bahaya di hadapannya.

Tanpa berpikir apapun Sherin melepaskan tas dari tangannya dan berlari dengan cepat ke arah Simon, kemudian saat mobil itu berjarak beberapa meter dari Simon dia menelungkupkan dirinya di dekat Simon sambil menggunakan tenaga dalamnya yang tersisa untuk mendorong Simon ke samping.

“Chitt” bunyi yang menusuk telinga karena gesekan antara ban mobil dan jalan terdengar, ini lah kejadian terakhir yang tersimpan di memori wanita itu.

Novel Terkait

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu