Cantik Terlihat Jelek - Bab 675 Kelembutan Aderlan

Mimi mengulurkan tangannya ke belakang, menahan tangannya yang terus bergerak, "Kamu sudah gila ya? Banyak orang yang melihat."

Aderlan mengangkat tatapannya, dengan dingin melihat semua orang, lalu menunduk, melihat Mimi, "Kamu angkat kepalamu lihat, siapa yang sedang melihat?"

Mimi mengangkat kepalanya, memang benar, tadi orang yang melihat kemari, saat ini semuanya menundukkan kepala mereka.

Pria ini memang mempunyai semacam kemampuan dari bawaan lahir yang membuat orang takut.

Setelahnya punggung belakangnya sedikit dingin, bajunya sudah terbuka, dia jelas sekali mendengar suara pria menelan air liur.

Dia langsung berdiri, berjalan maju beberapa langkah.

Wajahnya merah sekali sampai ke daun telinganya.

Saat ini, kebetulan namanya dipanggil.

Mimi tidak berani memutar kepalanya, langsung berjalan dengan cepat ke ruangan scan.

Hasilnya adalah, memang tulang retak.

Meskipun sedikit, tapi dokter bagian atas lengannya harus digantung untuk menyatukan kembali sendi yang retak, harus dipoles dengan obat tradisional, butuh istirahat selama beberapa waktu.

Setelah pengecekan selesai.

Tapi Rambo masih belum kembali.

Handphonenya juga ketinggalan di rumah Rambo, jadi berpikir sebentar, lalu mengulurkan tangannya kepada Aderlan.

"Kamu boleh tidak pinjamkan handphonemu sebentar untukku?"

Aderlan sepertinya tau apa yang dia pikirkan, kepalanya memiring ke samping, "Maaf, sudah tidak ada baterai!"

Setelah menjawab Mimi, Aderlan mencodongkan badannya bertanya kepada dokter kondisi Mimi.

Mimi mencemberutkan bibirnya, tidak lagi bersikeras, bersandar di depan meja, mendengar Aderlan bertanya dokter, kondisinya ini, apa yang harus dihindari, apa yang harus diperhatikan.

Dia yang perhatian seperti itu, membuat Mimi sedikit melamun, dia ingin bertanya Aderlan, saat ini, apakah Aderlan menganggapnya sebagai Rozi.

"Baiklah, kalau begitu merepotkanmu dokter." Akhirnya, pertanyaannya selesai.

Aderlan berdiri, memutar kepalanya melihat Mimi, "Baiklah, kita sudah boleh pergi."

Mimi mengangguk, mereka berdua berjalan dua langkah, tiba-tiba dia teringat sesuatu, memutar kepalanya, lalu bertanya dokter:

"Halo dokter, aku ingin bertanya, lukaku ini, kalau bukan sangat serius, kalau beberapa waktu ini bukankah boleh melakukan pekerjaan yang bukan begitu berat?"

Mimi berpikir terkadang harus mengukur lokasi apanya, terkadang dia akan memanjat sendiri kesana kemari, berpikir, lebih baik tanya saja biar lebih tenang.

Tatapan dokter di antara dua ini melihat dari atas sampai bawah sebentar, setelahnya, dengan serius menjawab:

"Meskipun tidak begitu serius, tapi aku sarankan, kalian boleh memilih posisi belakang, dengan begini akan lebih bagus untuk pemulihan."

Belakang......Belakang? Apa maksudnya ini?

"Bagian belakang apa?" Meskipun pernah berpacaran dengan Aderlan, tapi ada beberapa hal, pemikiran Mimi masih lebih polos.

Mendengar dokter mengatakan bagian belakang, Mimi dengan tidak sadar bertanya balik.

"Apakah, yang kamu tanyakan, bukan berhubungan dengan kehidupan suami istri kalian?"

Dokter mengangkat kepalanya, melihat kearah Mimi.

"Kehidupan......kehidupan suami istri? Apa-apaan ini?"

Mimi malah menarik napas, membuka bibirnya, baru saja ingin menjelaskan, Aderlan tiba-tiba merangkul bagian bahunya yang tidak terluka, mengangguk kepada dokter, lalu berkata kepada Mimi.

"Hal seperti ini, tidak perlu ditanyakan, aku tau batasan!"

Ba.....Batasan kepalamu!

Mimi membesarkan matanya melihat Aderlan yang layaknya suami yang baik di hadapannya.

Aderlan malah tersenyum kepadanya, juga tidak memikirkan tampaknya yang mau roboh, menariknya keluar dari ruang pemeriksaan.

"Kenapa kamu tidak membiarkan aku menjelaskan kepada dokter itu, kamu......kamu begini, orang lain akan bagaimana memikirkanku?" Sampainya di luar, Mimi bertanya Aderlan.

"Apakah, kamu tidak harus berterimakasih padaku? Aku sudah membantumu, seorang wanita, begitu langsung bertanya orang pertanyaan seperti ini, tidak merasa malu?"

Langkah Mimi terhenti.

Membalikkan badannya, melihat Aderlan, dia terdiam, bibirnya terangkat naik.

"Benar, terimakasih presdir Aderlan, aku akan menggantikan Rambo berterimakasih kepadamu, eh, posisi belakang, pulang nanti coba dengannya."

Dia mengakui, saat ini dia sedikit sengaja.

Dia melihat ekspresi Aderlan, sedikit suram.

"Kamu dan dia, sungguhan?"

Mimi hanya tersenyum tak berkata, membalikkan badannya lagi, berjalan masuk ke lift.

Sampai pintu lift tertutup, Aderlan masih tidak masuk.

Dia menghela napas lega.

Lift turun ke bawah.

Saat pintu terbuka, Aderlan malah muncul di luar pintu.

Melihatnya keluar, Aderlan mengulurkan tangannya, menarik lengan Mimi, berjalan keluar.

"Aderlan, apa yang kamu lakukan?"

"Buka kamar!"

Suara pria itu lebih besar.

Pengguna jalan beramai-ramai melihat ke arah mereka.

"Bukankah mau posisi belakang? Bukannya buru-buru, maka aku coba dulu denganmu?"

Aderlan berkata dengan pelan di telinga Mimi, suaranya sedikit kesal.

Mimi harusnya merasa takut, tapi, pergerakan Aderlan menarik tangannya malah lembut sekali.

Berjalan dua langkah, lalu sengaja memperlambat langkah mereka.

Ini membuat Mimi menghela napas, dia tau, Aderlan hanya sebatas kesal saja.

Memikirkan ini, moodnya tanpa alasan menjadi lebih baik.

Membiarkan Aderlan menariknya sepanjang jalan, berjalan ke tepi jalan.

Asisten tidak ada, Rambo juga tidak ada.

Presdir Aderlan menariknya menghentikan sebuah taxi.

Membukakan pintu belakang untuk Mimi, menyuruh Mimi masuk dulu.

Aderlan baru masuk.

Mimi mendengar Aderlan, memberikan alamat sebuah hotel.

Lalu tidak banyak bicara lagi, karena, mungkin karena obat pereda sakit, sebelumnya diluar dingin, masih merasa lumayan, begitu mesin penghangat di mobil dibuka, seluruh tubuhnya lega, dia langsung merasa lelah sekali, ngantuk sekali.

Setelah mobil melaju jalan, dia berbaring di sandaran kursi, memejamkan matanya, baru saja terpejam sebentar, dia langsung tertidur.

Saat terbangun lagi, dia sudah di hotel.

Begitu membuka mata, sebuah wajah tampan muncul di hadapannya.

Dia tanpa sadar merosot ke belakang.

Malah menyadari kalau pinggangnya ditahan, baru sadar kalau di pinggangnya ada sebuah tangan.

"Kamu sedang apa?"

Suaranya sedikit lebih kuat.

Aderlan meliriknya, tidak menjawabnya, berdiri, mengambil bantal menyanggah di belakang badannya, baru berdiri, berjalan ke arah kamar mandi.

Mimi jelas-jelas melihat lengannya yang menekuk dengan kaku.

Tiba-tiba, teringat sesuatu.

Aderlan baru saja duduk di sebelahnya, menggunakan tangan menahan pinggang belakangnya, mungkin takut dia membalikkan badannya, lalu menimpa bahunya yang terluka bukan?

Melihat punggung belakang Aderlan, hati Mimi menghangat, hidungnya tiba-tiba berair, Aderlan yang baik terhadap Rozi, sepertinya sudah kembali.

Hanya saja, dia adalah Mimi, apakah boleh mengkhayal?

"Aku bantu kamu bersihkan badanmu? Atau kamu sendiri?"

Sebuah suara pria terdengar lagi di belakangnya, pikiran Mimi kembali, dia memutar badannya, melihat Aderlan yang berdiri di tepi ranjang, tangannya membawa sebuah handuk.

Dia menopang bagian atas badannya dengan satu lengan, mendudukkan badannya, sedikit menunduk, "Aku....sendiri saja."

Sambil mengatakannya, lalu menyibakkan selimut dan berdiri, berjalan ke kamar mandi.

Karena bahunya yang satu lagi tidak bisa bergerak, dia memang tidak bisa mandi dengan satu tangan.

Maka hanya bisa mengelap badannya saja.

Saat keluar, Aderlan sudah tidak berada di kamar.

Dia melihat ke arah balkon dan ruang buku, tidak melihat orangnya.

Apakah? Sudah pergi?

Novel Terkait

Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu