Cantik Terlihat Jelek - Bab 391 Mia, Kita Belum Bercerai

Itu suara gelas di tangan Ibu Yahya jatuh ke lantai, Mia menutup matanya, ia tahu, antara ia dan Helmi, seumur hidup, sudah berakhir di sini, meskipun akhir cerita seperti ini terlalu kejam, tapi, malah paling efektif.

Kelima jari Mia perlahan terjalin, menaruh kembali obat kontraseptif, ke dalam tas Mia, mengangkat kepala melihat Helmi, kemudian melihat lagi orang tua keluarga Yahya yang termangu, agak membungkuk, “Tante, Om, maaf, sudah mengganggu.”

Mia pergi, Helmi, tidak mengikutinya, ia menghela nafas.

Berjalan ke pinggir jalan, belum mengulurkan tangannya, sebuah mobil berhenti di samping Mia.

Kaca mobil menurun.

Wajah familiar pria itu nampak, terdengar suara yang dingin, “naik ke mobil.”

Mia ragu sejenak, di belakangnya ada suara langkah kaki yang mendekat.

Mia membuka pintu sebelah supir dengan pasti, masuk dan duduk, kemudian merangkul leher Mohan, mencium bibirnya, pria itu pertama terdiam dulu, segera setelahnya, mengsnhkat tangan besarnya, ke pinggang Mia, sedikit menggunakan tenaga, wanita itu sepenuhnya tengkurap di paha Mohan.

Posisi ini sangat canggung, tapi, di saat yang sama posisi ini juga sangat ambigu.

Pria itu membungkuk, memperdalam ciuman ini.

Waktu terhenti, saat ini, takdir tertulis ulang.

Mia, dengan tanganmu sendiri, kamu memutuskan jalan keluarmu.

Cukup lama, setelah memastikan orang di luar sudah pergi, Mohan baru melepaskan Mia, wajahnya malah hitam seperti tinta.

“Mia, kamu suka dia?” Mohan melihat air mata di mata Mia, di matanya ada rasa cemburu yang terlihat jelas.

Suka? Tentu saja suka, yang enak dilihat, benda atau orang yang bagus, siapa yang tidak suka? Mia menoleh melihat ke Mohan , “apa gunanya suka? Wanita yang sudah pernah menikah, dan sudah pernah melahirkan anak, mana bisa sepadan dengannya?”

Selesai bicara, Mia menutup mata, yang ada di dalam hati tidak bisa tidak dibicarakan, sungguh sangat sedih.

Kata-kata dan tindakan orang tua keluarga Yahya, membuat Mia sekali lagi sadar dan mengetahui, situasinya sendiri sekarang ini, seperti kata-kata ibunya, dia, dihancurkan keluarga Mo.

Mohan mengira, Mia meneteskan air mata demi Helmi, mengangkat tangan, menghapuskan air mata Mia di wajahnya dengan tenaga yang agak kuat, “tidak boleh menangis lagi.”

Ia bilang begitu memerintah Mia, padahal faktanya, marah sampai mau menggila.

Wanita yang ia cintai, malah ada di hadapannya, menangis deras demi pria lain.

Mia sesenggukan, “Mohan, melihatku dibenci orang sampaibseperti ini, hatimu bukannya sangat senang? Sangat merasa berhasil?”

Selesai bicara, Mia menoleh melihat ke luar, menghela nafas, segera setelahnya, mau membuka pintu turun dari mobil, pria itu malah mendekatkan tubihnya, memakaikan sabuk pengaman untuk Mia.

Mia mengernyitkan alisnya, agak kesal, meskipun tidak ada rasa cinta pada Helmi, tapi, juga ada rasa pertemanan, akhir cerita yang seperti ini, hati Mia merasa tidak enak “sedang apa kamu, aku mau turun dari mobil.”

“Gedung di seberang, bisa melihat seluruh jalan ini, sepenuhnya seperti panorama, kamu yakin, kamu mau turun dari mobil sekarang?”

Tanhan Mia yang memegang sabuk pengaman, terhenti, melihat Mohan, ia tidak mungkin lewat sini kalau tidak ada sesuatu, maka hanya ada satu kemungkinan, Mohan sedang mengikuti dirinya sendiri atau Helmi.

Menaikkan kaca mobil, “apa kemarin kamu pergi cari orang tua Helmi?” kalau tidak, mereka mana mungkin datangnya begitu tepat waktu.

Pria itu tidak bicara, menyalakan mesin.

Sekalinya gas diinjak, mobil pergi sangat cepat dan sangat jauh.

Mobil pada akhirnya berhenti di depan sebuah vila, pria itu bersuata, “makan malam, pasti belum makan kenyang kan? Aku ajak kamu ke sini untuk makan sedikit.” saat ini mobil sudah melalui jarak yang sangat panjang.

Mia kenal tempat ini, pertama kali orang tua kedua belah pihak bertemu, sepertinya di tempat ini, tapi, sekarang ini, malah orangnya sudah tidak sama.

Perutnya memang lapar, juga tidak ingin jaim, ikut turun dari mobil, berjalan masuk di belakang Mohan.

Orang di dalamnya melihat Mohan masuk membawa orang baru, terlihat jelas, semuanya sangat terkejut.

Mohan memesan sederet lauk dengan lafal.

Mia awalnya sedang main hp, saat mendengar lauk yang Mohan pesan, tanpa sadar perlahan mengangkat kepalanya, kebetulan bertatapan 4 mata dengan Mohan.

Dia, lauk yang dia pesan semua itu yang Mia suka makan, apa itu kebetulan?

Pria itu menarik kembali pandangannya, melihat ke luar jendela, “Mia, apa kamu percaya padaku?”

Suara yang magnetik bergema di telinga Mia.

Mia refleks mau menjawab, tidak percaya.

Karena kata-katamu tidak bisa diandalkan, tapi pada akhirnya, Mia tidak bilang apapun.

Mohan malah tidak memaksa Mia, lauk disajikan dengan sangat cepat, setelah lauknya semua disajikan, Mohan mengambilkan lauk untuk Mia, mencabutkan duri ikan, mengupaskan kulit udang, semua dilakukan dengan sangat lancar, kalau bukan karena mereka masing-masing tahu jelas, Mia bahkan mengira, sekarang ini semuanya hanyalah mimpi.

“Nanti, jangan berpikir menikah dengan orang lain, kita belum bercerai.”

Sumpit di tangan Mia hampir jatuh ke lantai, Mia mengangkat kepalanya dengan terkejut dan melihat Mohan, “apa maksud kamu?”

Pria itu menaruh daging udang yang sudah dikuliti dengan baik ke mangkuk Mia, ekspresinya sangat kalem saat merespon dan berkata: “maksudnya ya sesuai kata-kataku itu.”

Mia menutup mulutnya, sejujurnya, ini sungguh terlalu di luar dugaan Mia.

“Kenapa bisa belum bercerai? Keluargamu bukannya bilang, kita sudah bercerai?”

Pria itu menggebrakkan sumpitnya ke meja, raut wajahnya menghitam, “apa kamu segitu inginnya bercerai?”

Mia mengambil nafas, Mia tidak ingin lah ya, tapi apa Mia punya kemampuan untuk bilang tidak mau?

“Aku mah tidak ingin cerai, tapi di negara kita ada hukum, tidak ada poligami kan? Nona He kamu itu, kamu sudah tidak mau lagi?”

Mohan tidak bersuara, hati Mia malah jadi dingin, Mia menahan mulutnya, dalam hati juga kecewa, juga benci.

“Karena belum bercerai, maka cerai saja! Mohan, kalau kamu tidak bisa memberikan aku masa depan, maka, hidupku, bisa tidak kamu jangan ikut campur lagi, dulu, itu adalah sebuah kesalahan, karena sudah dibenarkan, tidak mau membuat kesalahan lagi, ya? Aku mohon padamu, jauhan sedikit dariku.”

Suara Mia seperti memohon, lebih ke kesal, Mia menyadari asalkan bertemu pria seperti ini, hidupnya akan kacau balau, tanpa henti kena masalah.

Pria itu tidak bicara, pandangannya hanya melihat ke depan.

Makan kali ini, pada akhirnya berakhir dengan keheningan.

Setelah selesai makan, hari sudah sangat gelap.

Mohan membawa Mia ke dalam kota.

Mia melihatnya, “di hotel depan sana, kamu turunin aku ya.”

Pria itu malah patuh, belok ke kanan, malah sungguh berhenti di pinggir jalan, tapi malah mengunci pintu mobil.

“Mohan, apa maksudmu?”

“Mia, tunggulah aku lagi.”

Mohan

Pria itu menoleh, kelembutan di dalam sorot matamya, membuat wajah dan telinga Mia merah dalam sekejap, Mohan yang seperti ini membuat Mia mengingat kejadian beberapa tahun lalu itu.

Mia menunduk dengan panik.

Saat ini, pintu, malah “CKLEK” suaranya, terbuka.

“Kamu turun dari mobil sana?”

“Hah?”

“Turun!”

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu