Cantik Terlihat Jelek - Bab 555 Mengubah Nasib

"Hanya pergi ke kamar mandi saja, kenapa begitu lama ya?" Hutu berdiri sambil melihat ke belakang,

"Aku akan pergi mencarinya, kalian jangan minum…..."

Dia ingin memberi tahu Weni dan Vema untuk tidak minum terlalu banyak, tetapi dia malah melihat seorang pria dengan rambut gondrong yang tidak dikenal duduk di sisi Vema, lalu dengan santai memegang tangannya.

"Halo, siapa kamu? Kenapa kamu duduk di sini?" Hutu bergegas maju dan bertanya dengan nada keras.

Pria berambut gondrong itu hanya menatapnya, tapi tidak menjawabnya, malah mengusap tangan Vema dengan lembut, "Nona cantik, kamu orang mana?"

Vema menatap pria itu dengan bingung, lalu berdiri dan menampar wajah pria itu.

Mungkin karena menggunakan tenaga terlalu besar, Vema sempat terhuyung kebelakang beberapa langkah, Hutu segera datang membantunya, "Vema, kamu baik-baik saja?"

Vema menatap Hutu dan menggelengkan kepalanya, Sepertinya rasa mabuknya sudah mulai sedikit berkurang.

"Kamu berani memukulku."

Pria itu sambil memegang pipinya, sambil berjalan maju ke depan, mencoba menarik Vema, Hutu langsung menghalanginya dengan berdiri di depan Vema, "Kamu yang duluan pegang-pegang dan kurang ajar."

Pria itu melirik Hutu , lalu meletakkan tangannya di bahu Hutu , dan mendorongnya dengan keras ke meja sebelah kanan.

Perutnya Hutu mengenai kaki meja, Matanya merah karena kesakitan, dan dia mencoba berdiri tegak walau membutuhkan waktu lama.

Weni mungkin karena ketakutan, ketika sadar apa yang terjadi, Dia langsung pergi untuk membantu Hutu . " Hutu , kamu baik-baik saja?"

Ketika Vema melihat pria itu mendorong Hutu , Vema langsung mengambil botol bir di atas meja, dan kemudian mengangkat tangannya dengan tinggi, bersiap menghantamkan botol itu ke kepala pria itu.

Namun sebelum Vema sempat melakukan itu, tangannya sudah dicengkeram dengan keras oleh pria itu, "Kamu masih mau mukul, kalau begitu, kamu ikut aku."

Setelah itu, sambil menarik tangan Vema, pria itu berjalan pergi ke arah luar.

"Lepaskan dia."

Hutu sambil memegang perutnya dan menarik Weni. "Weni, telepon polisi."

Weni mengangguk, tetapi Weni baru saja mengeluarkan ponselnya, tiba-tiba muncul seorang pria dari belakang Weni dan langsung merebut ponselnya, "Lebih baik kalian patuh, kalau tidak…....."

Sebelum selesai berbicara, pria itu tiba-tiba seperti tersedak dan berhenti berbicara, dan terlihat ada kepanikan di matanya. Sebelum mereka sadar apa yang terjadi, pria itu meninggalkan ponsel Weni, lalu berbalik badan dan berlari ke arah pintu keluar.

Hutu menoleh dan melihat, seorang pria mengenakan kemeja hitam, dua kancing di dadanya terbuka, menunjukkan otot dadanya, fitur wajah yang sempurna, alis tebal dan mata yang bersinar, saat ini dia sedang menatap pria berrambut gondrong yang sedang memegang tangan Vema.

“Kakak Elias, Kenapa kamu….kamu ada di sini?” Pria yang berrambut gondrong itu langsung tunduk ketika harus berhadapan dengan pria yang dia panggil Kakak Elias ini.

Elias tidak berbicara, Matanya bergerak ke arah pegangan tangannya di tangan Vema.

Pria itu langsung bergidik, langsung melepaskan Vema, menundukkan kepalanya, dan melarikan diri dengan panik.

Hutu menghela nafas lega, Pada saat ini, ponsel mereka bertiga berdering bersamaan.

Weni melihat ponselnya, menarik Hutu dan berkata, "Mimi menuliskan pesan di group, minta kita pulang dulu, katanya dia masih ada urusan lain, besok pagi dia baru akan kembali ke sekolah."

Hutu kaget, "Mimi minum begitu banyak, dia mau pergi kemana?" Memikirkan hal itu, Hutu segera mengeluarkan ponselnya dan menelepon Mimi.

Setelah berdering beberapa saat baru diangkat, "Halo, Mimi, kamu mau pergi kemana? Kamu barusan minum begitu banyak ..."

Suara Mimi terdengar terengah-engah, "tidak apa-apa, kamu pulang dulu, aku barusan ketemu seorang teman…...."

"Teman apa? Sudah begitu malam, apalagi kamu sendirian ..."

"Kalian pulang saja, Aku bisa menjaga diri sendiri."

Sesudah itu, tanpa menunggu jawaban Hutu , Mimi langsung tutup telepon.

Ketika Hutu ingin menelepon lagi, Weni menarik tangannya. "Mimi bisa jaga sikap kok."

Sesudah itu, sambil menarik Vema yang masih melamun, Weni berkata kepada Hutu , "Kita sebaiknya pergi sekarang!"

Weni mengangguk pada Elias, "terima kasih, terima kasih."

Vema sambil berjalan sambil melihat kembali ke arah Elias, Lalu terlihat sangat linglung, Hutu pikir Vema masih ketakutan, "Vema, jangan takut. Kita kembali ke sekolah."

Baru saja Hutu selesai mengatakan itu, Raven terlihat masuk dari luar.

"Paman Muda." Hutu melambai.

Raven menatapnya dari atas ke bawah, sesudah itu ekspresi wajahnya berubah menjadi lebih lembut.

Weni pindah ke samping Hutu , karena dia merasa sedikit takut pada orang yang Hutu panggil dengan sebutan paman muda ini.

Vema masih sama, tidak berbicara dan masih terlihat bingung.

"Jarak kesekolah cukup jauh kalau dari sini, malam ini tidur ditempatku saja dan besok aku akan mengantar kalian kembali ke sekolah."

Setelah di dalam mobil, Raven menjelaskan.

Hutu mengangguk.

" Hutu , perut kamu bagaimana? Aku tadi lihat kamu terbentur dengan sangat keras." Beberapa saat kemudian, Weni tiba-tiba terpikir kejadian tadi, dan bertanya kepada Hutu .

Ketika berhenti di lampu merah, Raven berbalik untuk menatap Hutu dan mengerutkan kening.

Hutu menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa."

Walaupun masih terasa sakit, Hutu juga tidak berani mengatakannya!

Ketika sudah sampai, Vema tidak mandi, Hutu langsung membimbingnya ke atas, Vema langsung menarik selimut dan menutupi kepalanya.

Weni memandangnya. "Dia mungkin masih ketakutan."

Hutu mengangguk, "kalau tidak, kamu tidur dibawah, malam ini biar aku yang menjaganya."

Kamar di lantai atas hanya memiliki tempat tidur berukuran 150 cm, tidak bisa muat untuk tiga orang.

Weni menggelengkan kepalanya dengan panik. "Aku tidak mau turun, biar aku di sini saja menjaga Vema."

Sesudah itu, Weni minta Hutu segera ke lantai bawah, "sudah larut malam, cepat kebawah."

Hutu turun, Melewati ruang kerja Raven, pintu tiba-tiba terbuka dari dalam. Raven sudah mengenakan piyama tapi rambutnya masih meneteskan air.

"Paman Muda."

"Masuklah."

Hutu terhenyak, setelah memastikan dirinya tidak salah dengar, dia baru masuk.

"Tunjukkan kepadaku."

Tunjukkan apa? Mau lihat apa? Mata Hutu menyipit. Ketika tatapan mata Raven jatuh ke perutnya, Hutu baru membuka mulutnya dan berkata,

"Paman Muda…..."

Hutu melangkah mundur. "Aku bukan anak kecil lagi, paman muda." Mana boleh menunjukkan tempat ini kepada kamu.”

Raven menatapnya dan menunjuk ke sofa di sampingnya. "Duduklah, biar aku lihat sebentar."

Hutu mengerutkan bibirnya, Dia mendongak sedikit dan menatap Raven. Raven sungguh tampan dan menawan, pujian ini memang sangat tepat dan memiliki dasar.

Hutu melangkah maju beberapa langkah, setelah berpikir sejenak, Hutu duduk di sofa.

Kedua pipinya merah, telapak tangannya juga berkeringat.

Raven berjongkok di depannya, jari-jari tangannya mengangkat tepi pakaiannya, dan ketika melihat lebam yang begitu parah, tatapan matanya langsung berubah, "Kenapa sampai begitu?"

Hutu menggigit bibirnya dan tidak berbicara. Dia tidak berani memberi tahu Raven kalua mereka ketemu pria-pria brengsek di bar, "Aku tidak sengaja terbentur meja."

Sesudah itu, Hutu memalingkan wajahnya, tidak berani menatap Raven.

Raven bangkit dan pergi mengambil dua botol semprotan obat.

"Berbaringlah."

Hutu menggelengkan kepalanya, menarik kembali pakaiannya, menutupi

lukanya, menatap Raven, "Paman Muda, aku bukan anak kecil lagi."

Kata-kata Hutu ini mengandung makna khusus.

Novel Terkait

Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu