Aku bukan menantu sampah - Bab 487 Menjual Wanita Untuk Melunasi Hutang

Roky mendapatkan Talita sedang memakai baju tidur istrinya. Pipinya memerah, matanya berkaca-kaca, menatap Roky dengan tatapan malu-malu.

Roky pun menjadi gelisah dan segera meminta maaf. "Maaf, aku agak mabuk, jadi salah mengenal orang.”

"Ti—tidak apa-apa.”

Talita terlihat malu-malu sambil menggelengkan kepalanya. Jantungnya terus berdebar kencang.

Saat Talita dipeluk Roky, sekujur tubuhnya pun melemas, sampai-sampai dia tidak bisa mengatakan apa-apa, dan bahkan... tanpa tersadar berharap dia akan melakukan lebih banyak lagi.

Roky pun menjadi canggung dan terburu-buru keluar dari kamar.

Sial!

Dia barusan telah menyentuh dan meremas, dan bahkan telah beberapa kali mencium Talita.

Dia hampir akan membuat masalah besar!

Untung saja istrinya tidak mengetahuinya, kalau tidak, ia lagi-lagi akan mendapatkan masalah.

Ketika Roky sedang berharap agar semuanya baik-baik saja, ia tiba-tiba mendengar suara Dewi dari belakang.

"Kamu kenapa berdiri di depan pintu, Roky?"

Roky tertegun sejenak. Ia pun memberanikan dirinya, memutar tubuhnya.

Ia melihat Dewi, yang terbungkus dengan handuk, sedang berdiri di belakangnya, menatapnya dengan pandangan curiga.

“Sayang, kamu barusan sedang mandi?” Roky melihatnya sampai-sampai napasnya tercekik. Ia pun tidak bisa menahan untuk mengamati Dewi.

Dibandingkan dengan tubuh Talita yang langsing, tubuh istrinya jauh lebih seksi.

Handuk putih yang melilit tubuh halusnya itu sedang membungkus dadanya yang besar dan montok. Handuk yang nyaris menutupi pangkal pahanya, memperlihatkan sepasang kaki indah yang ramping, mulus dan halus, di mana kulitnya masih terdapat beberapa tetesan air.

Dewi sambil menyeka rambutnya sambil bertanya, “Apakah kamu habis minum?”

"Orang-orang dari Grup Babel telah datang kemari, jadi makan-makan sebentar,” kata Roky.

Dewi mengangguk dan berkata, "Semangatlah bekerja. Jika kamu membutuhkan bantuanku, langsung katakan saja padaku."

Roky pun ingin tertawa saat melihat wajah serius Dewi.

Seluruh perusahaan tersebut miliknya, dan dia juga yang telah membantu Dewi mendapatkan banyak pelanggan.

Namun, dia tetap mengangguk kepalanya.

Dewi pun menghela napas lega.

Sejujurnya, Dewi tentu berharap suaminya dapat menjadi orang sukses, tetapi dia lebih takut Roky akan memamerkan keunggulannya. Lagipula, Roky juga tidak pernah berbisnis, dia pun tidak memiliki pengetahuan yang dalam mengenai dunia bisnis.

Dan juga mengenai latar belakang kekuatan kekuasaan keluarga Roky dalam kegelapan, Dewi pun tidak ingin Roky ternodai, melainkan ingin dia menjadi orang biasa.

Bagaimanapun juga, Dewi kini sudah mampu membiayai kebutuhan suaminya.

Roky menatap tubuh halus sang istri, sekujur tubuhnya terasa panas. Ia pun tidak bisa menahan dirinya dan langsung memeluk Dewi.

Dewi pun menjerit sembari berpura-pura marah. "Di rumah ada begitu banyak orang, kamu tidak takut dilihat mereka.”

"Kamu adalah istriku, kenapa harus takut.”

Roky sudah lama tidak memeluk istrinya. Ia pun langsung mendorong tubuh Dewi membentur tembok, mengurung tubuhnya dengan kedua tangannya, lalu mendekatkan wajahnya.

Tubuh Dewi gemetar dan ia pun mencoba untuk mendorongnya. Meskipun ia terlihat seakan sedang menolahknya, hatinya malah sedang berbunga-bunga.

Lagipula, dia sudah lama tidak melihat suaminya.

Beberapa saat kemudian, Dewi, yang takut dirinya telah dilihat oleh Roky, segera melepaskan dirinya dari kurungan tangan Roky, lalu pergi ke dalam kamar.

Ketika memasuki kamar, pipinya masih memerah dan jantungnya berdebar kencang.

Di belakang Dewi, Roky merapatkan bibirnya, mencibir tak puas, lalu menghela napas.

Setelah rumah lama selesai direnovasi, Talita dapat pindah ke sana, dan dia bisa melakukan seratus delapan posisi gaya bercinta bersama dengan sang istri agar mereka bisa mempunyai anak.

Tetapi sebelum itu terjadi, dia masih harus diam-diam mengembangkan kekuatannya agar ia untuk kedepannya bisa membawa istrinya masuk dengan hormat ke dalam Keluarga Lin, makanya dia harus melakukan persiapan matang.

Pada alam ini, kedua wanita itu tertidur di ranjang yang sama, tetapi mereka berdua membolak-balik badan di ranjang, tidak bisa tidur, dan masing-masing sibuk dalam pikiran mereka.

Talita sedang memejamkan matanya, tetapi jantungnya terus berdetak tak karuan, seakan ada gendang yang di pukul dalam jantungnya, tak bisa tenang.

Ketika dipeluk Roky, dia tidak bisa mengendalikannya dirinya dan seluruh tubuhnya pun melemas. Ia sungguh tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi padanya.

Dewi, yang sedang tidur di sebelahnya, juga tidak bisa menenangkan perasaannya yang campur aduk.

Dia tidak ingin kembali ke Kota Sahaja, tetapi dia lebih tidak ingin membiarkan Roky terlibat dalam urusan Keluarga Lin. Mengurus Selvie seorang sudah sulit, dan ia pun tidak mengenal apa-apa mengenai Keluarga Lin yang memiliki kekayaan dan kekuasaan besar itu.

Namun, Dewi secara samar telah merasakan sesuatu.

Suaminya, Roky, mungkin tidak hanya merupakan kerabat Keluarga Lin yang sangat jauh saja.

Dia ingin mengklasifikasikan identitas Roky, tapi sebelum melakukannya, dia masih harus merahasiakan dari orangtuanya, jangan sampai mereka dibuat ketakutan.

Keesokan paginya.

Talita lagi-lagi menerima telepon dari Lani. Ia dengan panik berlari keluar dari vila, melihat Lani sedang menunggu di sebelah.

"Bu, kenapa ibu kemari lagi? Di mana kartu yang kuberikan padamu?"

Lani menyeka air matanya, menangis sambil berkata, "Uang seratus juta rupiah yang kamu berikan itu, semuanya telah Ibu kasih ke rentenir.”

Talita juga tidak bisa berkata apa-apa selain mengerutkan alisnya.

Ibunya telah berhutang banyak uang, dan dia juga tak dapat berbuat apa-apa.

“Nak, nanti malam akan ada pesta makan, kamu pergi dengan Ibu, ya,” ucap Lani.

"Pesta makan apa?" tanya Talita waspada.

"Itu teman lamanya Ibu dari Kota Gopo, paman Kevin. Dia tahu Ibu datang ke Kota Gopo, jadi dia ingin mengundang keluarga kita untuk makan malam. Kamu jangan membiarkan Ibu pergi sendiri, ya,” kata Lani.

"Eh..." Talita ragu-ragu sejenak.

Lani segera berkata, "Tenang, itu hanya makan malam saja. Setelah selesai makan, Ibu akan mengantarmu pulang. Kamu tidak mungkin membiarkan Ibu pergi sendirian ke sana, lalu keluarga kita dijadikan lelucon untuk paman Kevin, bukan?"

Karena ibunya telah berkata demikian, Talita pun terpaksa menyetujuinya. "Kalau begitu aku akan duduk sebentar dan langsung pergi. Aku akan mengatakan ini dulu, aku tidak akan minum minuman beralkohol," katanya.

"Kamu tenang saja, bagaimana mungkin Ibu akan membiarkanmu minum minuman beralkohol, kan.”

Lani terburu-buru berkata, "Kamu kembalilah ke vila dan mendandani dirimu dulu. Ibu nanti malam akan datang menjemputmu.”

Ketika melihat Talita masuk ke vila, Lani pun menyeringai, menunjukkan kelicikannya.

Dia jelas-jelas kemari bukan karena ingin mengajak Talita menemaninya makan bersama paman Kevin, tapi karena kemarin dia telah dipaksa oleh rentenir, berlutut dan memohon pada mereka, berjanji untuk memberikan putrinya kepada Vandi agar hutangnya dapat lunas.

Lani kini memiliki hutang yang besar dan dia sudah tidak memiliki jalan lain, jadi dia ingin memberikan putrinya agar dapat melunasi hutang tersebut.

Ketika hari menjelang malam, Talita pun mendandani dirinya, meriasi wajahnya denga riasan tipis. Kemudian dia pamit pada Dewi dan berjalan keluar dari vila.

Lani sedang menunggu di pintu belakang vila. Disampingnya terdapat sebuah Mercedes-Benz hitam dan seorang sopir yang sedang berdiri di samping.

Talita memandang sang sopir dengan tatapan waspada. Ketika melihat sopir itu bertubuh kekar, dia pun menoleh kepalanya dan bertanya pada Lani. "Bu, dari mana kamu dapatkan mobil ini?"

Lani tersenyum hampa dan berkata, "Ini adalah mobil yang dikirimkan paman Kevin untuk menjemput kami. Naiklah.”

Setelah Lani mengatakannya, dia mendorong Talita ke dalam mobil.

Setelah Talita naik, mobilnya langsung dinyalakan dan melaju keluar kota.

Langitnya sudah menggelap. Ketika Talita melihat ke luar jendela, ia mendapatkan bahwa pemandangannya semakin lama menjadi semakin sepi. Ia pun menjadi semakin bingung, lalu berkata, "Kita sebenarnya mau pergi ke mana, Bu?"

"Tempatnya ada di depan. Ini sudah sampai,” ucap Lani.

Pada saat ini, Mercedes-Benz tersebut telah berhenti di depan pintu sebuah rumah manor, di mana pada kedua sisi pintu tersebut terdapat empat lima pria berpakaian hitam.

Talita tiba-tiba menjadi curiga dan bertanya, "Kenapa paman Kevin ingin mentraktir makan malam di tempat terpencil ini?"

"Apa yang kamu takutkan, Ibu juga akan masuk denganmu.”

Setelah Lani mengatakannya, dia berusaha menarik Talita turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah manor.

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu