Aku bukan menantu sampah - Bab 468 Menurutmu, Siapa yang Menunggu Mati?

Roky masuk ke dalam mobil van. Ia melihat Suri Jiang sedang menelepon dengan ponselnya di luar, lega.

Pria gemuk itu bernama Reynard, seorang kepala penegak hukum. Saat berada di depan pintu perusahaan tadi, dia terlihat amat sopan, namun ketika masuk ke dalam mobil van, dia berubah menjadi sangat galak.

Reynard duduk di kursi penumpang, berbalik badan dan berkata kepada Roky dengan kasar: "Sudah kubilang, dasar bodoh! Di Kota Wasa kau tidak bisa melakukan segalanya dengan uang, harus ada orang dalam! Kau begitu tidak tahu malu, bersitegang dengan sepupuku. Sekarang bahkan jika kau berlutut memohon, tidak ada seorangpun yang bisa menyelamatkanmu.”

Roky tersenyum tipis, diam.

Pria gemuk itu melihat Roky tadi berkata kasar, sekarang dia diam seperti ayam, seketika merasa bangga.

Anak ini hanyalah seekor lembu dogol, sekali diborgol, dia tak berdaya di hadapan Kapten Reynard!

Reynard memutuskan saat nanti membawa Roky ke ruang interogasi, dia akan lebih dulu memukuli Roky. Roky pasti akan berlutut dan memohon belas kasihan padanya.

Di depan pintu perusahaan, Suri Jiang telah menyelesaikan panggilan telepon misterius itu, menceritakan kembali kejadiannya.

Orang di seberang sana pun hanya menjawab "Saya mengerti", kemudian menutup teleponnya.

Suri Jiang putus asa, dia tidak tahu nomor siapa yang diberikan Roky. Tetapi, reaksi orang di seberang sana terdengar sangat tenang, sama sekali tidak terdengar berkuasa.

Staf perusahaan juga gusar, semuanya mencemaskan Roky. Hanya si kepala botak dan Rudi yang tampak tak peduli. Si kepala botak itu malah menertawakannya.

Suri Jiang geram melihat mereka tak melakukan apapun. Mereka adalah orang-orang yang dibawa Roky ke perusahaan, mengapa mereka tidak terlihat khawatir, pikirnya. Suri Jiang bertanya marah: "Pak Roky ditangkap, mengapa kau masih bisa tertawa, hah?"

Si kepala botak terkejut, dengan cepat mengangguk dan tersenyum.

"Direktur Jiang, ini ... Direktur Roky tidak perlu kita khawatirkan. Kapten Reynard ini sedang sekarat saat ini."

Rudy juga tersenyum dan berkata, "Direktur Jiang, jangan khawatirkan Wakil Direktur Roky.

Saya berani menjamin, jika Kapten Reynard berani melakukan sesuatu kepada Wakil Direktur Roky, saya khawatir dia harus berlutut di tanah dan memanggil Pak Roky dengan sebutan kakek."

Suri Jiang jengkel menghadapi mereka. Ia mengertakkan gigi, berkata "Roky merekrut kalian, karena dia benar-benar salah menilai orang."

Setelah berbicara, dia berbalik lalu kembali ke kantor untuk menelpon ayahnya, Krisna. Ia berencana meminta bantuan ayahnya menggunakan jaringan keluarga Jiang untuk menyelamatkan Roky.

Di belakangnya, si kepala botak ingin berlari untuk memberinya penjelasan, namun Rudy menahannya.

Karena kemampuan Roky, ia menyuruh mereka merahasiakannya.

Jangankan Reynard, bahkan jika sepuluh Wakil Direktur Liu datang pun, Roky tidak akan menganggapnya serius.

Apa lagi yang tidak bisa ditaklukkannya?

Roky bahkan tidak perlu menggerakkan tangan, hanya dengan hembusan nafas, ia sudah bisa menghancurkan Kapten Reynard langsung ke tanah.

Rudy bosan, berujar, “Botak, ayo ... apakah kamu tidak ingin ikut membereskan mayat si Reynard ini agar tidak mengotori tangan Pak Roky?"

“Mayat apa?”

Si kepala botak berkata acuh, “Si Reynard ini benar-benar cari mati! Jika Pak Roky sudah bertindak, setitik pun dia tidak akan bersisa. Akan habis sekali angin bertiup. Kita kesana nanti saja, bantu beres-beres.”

Mobil van itu mulai melaju, tak lama kemudian tiba di pinggiran kota Wasa.

Roky berbalik untuk melihat ke luar jendela. Kendaraan itu tidak menuju ke biro penegakan hukum, tetapi ke sebuah halaman luas.

Di plakat pintu masuk, tertulis karakter-karakter besar: “Kantor Penerimaan Akademi Seni Bela Diri Pure.”

Ia tahu betul bahwa Reynard memiliki niat buruk terhadapnya. Reynard pasti tidak akan membawanya ke ruang interogasi biasa. Reynard melihat wajah datar Roky di kaca spion, mencibir dalam hati, "Bodoh, masih berpura-pura dipaksa sekarang! Sebentar lagi kau akan berlutut untuk memohon belas kasihan!”

Saat Reynard datang merebut perusahaan, ia sebenarnya tidak mendapatkan perintah resmi dari departemen pengawas obat-obatan. Victor-lah yang mengaturnya dengan koneksi dari Wakil Direktur Liu. Selain itu, sepupunya itu memiliki sedikit kekuasaan di tangannya sehingga ia bisa membawa orang secara diam-diam.

Mobil van berhenti di ruang terbuka di depan pintu masuk gedung. Ada dua baris pengawal kekar berdiri di depan pintu. Mereka siswa akademi seni bela diri yang dengan sigap menyambut mobil van begitu mereka melihatnya.

Reynard melompat keluar dari mobil, memerintah: "Turunkan orang bermarga Lin itu." Dua orang siswa itu membuka pintu mobil, dengan kasar mencoba menarik Roky turun.

Tepat ketika mereka akan bertemu, Roky tiba-tiba mengeluarkan energi sagenya. Mengagetkan mereka berdua.

Kedua siswa itu hanya merasakan tangan mereka mati rasa, dan mereka terpental tanpa menyentuh tubuh Roky. Telapak tangan mereka terasa sakit dan mati rasa, wajah keduanya sedikit berubah. Mereka menatap Roky dengan curiga.

"Kau…"

"Di mana ruang interogasinya? Aku bisa jalan sendiri. Rocky menyela dengan ringan. Kedua siswa itu saling memandang, tidak berani menyerang Roky lagi, berbicara dengan hormat. "Di lantai tiga." Rocky mengangguk dan melangkah ke gedung kantor. Setelah dia berjalan ke koridor, beberapa siswa takut-takut mengikutinya. Meskipun Roky diborgol, tidak satu pun dari siswa ini berani untuk tidak menghormatinya.

Mereka juga ahli bela diri, dan mereka juga pernah berlatih keras di sekolah seni bela diri. Baru saja Roky mengeluarkan energinya, mereka sudah tahu bahwa ini adalah orang kuat yang tidak boleh diprovokasi! Jika berbicara kekuatan, tidak satupun dari mereka yang pantas untuk bahkan menjadi pijakan kaki Roky.

Beberapa siswa dengan hormat membawa Roky ke ruang interogasi kemudian pergi secepat mungkin.

Roky melangkah ke ruang interogasi, melihat sekeliling.

Jendela-jendela ruangan itu dipaku mati dengan besi, hanya sedikit semburat sinar matahari. Ada kursi interogasi di tengah ruangan, berbagai alat penyiksaan digantung di dinding, dan terdapat beberapa bekas ceceran darah lama.

Jika dikatakan ruang interogasi, ruangan ini lebih seperti tempat penyiksaan dan pemaksaan pengakuan. Dua master seni bela diri berdiri di ruangan itu, salah satu dari mereka berteriak kepada Roky: “Duduklah dengan baik, jangan sampai kamu menderita.” Wajah Roky dingin, dia melangkah duduk ke kursi interogasi.

Pada saat itulah pintu terbuka dan kursi roda berderit masuk. Orang yang duduk di kursi roda, dengan perban plester di sekujur tubuhnya itu adalah Maxi. Orang yang tulangnya dia patahkan Roky beberapa waktu yang lalu!

Begitu Maxi melihat Roky, matanya seketika dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi dan berkata: “Roky! Tidakkah kamu menyangka bahwa pada akhirnya kau akan jatuh ke tanganku?”

Roky mengangkat alisnya dan tersenyum, seolah tak ada yang terjadi: “Cepat sekali keluar dari rumah sakit, heh? Apakah kau ingin dipukuli lagi dan mengalami patah tulang seluruh tubuh sehingga masuk rumah sakit dan tidak bisa lagi merawat diri sendiri?”

Ekspresinya datar. Maxi semakin geram. Kebenciannya membuncah.

Maxi meraung dengan mata merah, “Bangsat! Roky, terakhir kali aku jatuh dipukulanmu, itu adalah kemampuanmu! Namun sekarang kau adalah harimau dengan gigi dicabut, dan cakar diborgol. Lihat bagaimana kau akan meronta!”

“Aku ingin mencabuti tulang-tulang di seluruh tubuhmu satu per satu, agar kau bisa merasakan bagaimana mati lebih baik daripada hidup.” Maxi meraung liar.

Maxi telah berlatih dengan keras selama lebih dari sepuluh tahun, sampai akhirnya sampai pada tahap awal pemurnian energi. Namun tanpa disangka-sangka, Maxi bertemu dengan Roky yang merusak energinya dan mengubahnya menjadi orang yang tak berguna.

Maxi memerintahkan seorang ahli bela diri untuk mengambil tang yang berlumur darah, berteriak: “Ayo! Potong sepuluh jarinya satu per satu!”

Setelah berbicara, dia tertawa sinis: “Roky, kau jatuh ke tanganku hari ini, tunggu saja kematianmu.”

“Menunggu mati?” Roky tersenyum tipis, kemudian menghentakkan kedua tangannya. Borgol stainless steel di pergelangan tangannya tiba-tiba seperti terbuat dari tepung, hancur berkeping-keping.

Roky menepuk abu di tubuhnya, berdiri perlahan, kemudian menatap Maxi sambil tersenyum.

“Oh? Menurutmu siapa yang menunggu mati?”

Novel Terkait

Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu